BANGUNAN KUBUR YANG MELEBIHI KADARNYA

BANGUNAN KUBUR YANG MELEBIHI KADARNYA

Berita viral, heboh, semarak dan lagi ramai akhir-akhir ini, pembongkaran dan perobohan beberapa kuburan yang dianggap palsu yang dijadikan tempat peribadatan. Yang kebanyakan kuburan yang dihancurkan tersebut adalah kuburan orang-orang keturunan Yaman (baca : Arab) yang dianggap sebagai habib keturunan Nabi shallallahu alaihi wasallam. 


Kalau sekiranya mereka konsisten, bahwa gerakan mereka berdasarkan perintah syariat, bukan karena kebencian terhadap keturunan Yaman (Arab), maka kuburan asli yang ditinggikan dan dibangun megah yang menjadi tempat peribadatan, itu lebih layak lagi untuk diratakan dan dirobohkan, karena itulah yang diperintahkan syariat. 

Perhatikan dalil-dalil dan fatwa ulama berikut ini yang memerintah untuk meratakan kuburan yang dibangun tinggi dan megah. 

Berkata Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu :

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا

“Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk meratakannya (kuburan).” (HR. Muslim).

Dari Abu Al-Hayyaj Al-Asadi dia berkata: Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku:

ألَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَه

“Maukah kamu aku utus sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutusku? Hendaklah kamu jangan meninggalkan gambar-gambar kecuali kamu hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan kecuali kamu ratakan.” (HR. Muslim). 

Berkata Imam Syafi’i rahimahullâh :

“Saya suka kalau tanah kuburan itu tidak ditinggikan dari selainnya dan tidak mengambil padanya dari tanah yang lain. Tidak boleh, apabila ditambah tanah dari lainnya menjadi tinggi sekali, dan tidak mengapa jika ditambah sedikit saja. Saya hanya menyukai ditinggikan (kuburan) di atas tanah satu jengkal atau sekitar itu dari permukaan tanah”.

“Saya suka bila (kuburan) tidak dibangun dan ditembok, karena itu menyerupai penghiasan dan kesombongan, dan kematian bukan tempat bagi salah satu dari keduanya. Dan saya tidak melihat kuburan para sahabat Muhajirin dan Anshar ditembok. Seorang perawi menyatakan dari Thawus, bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam telah melarang kuburan dibangun atau ditembok. Saya sendiri melihat sebagian penguasa di Makkah menghancurkan semua bangunan di atasnya (kuburan), dan saya tidak melihat para ahli fikih mencela hal tersebut."  (Al Majmu V/266).

Berkata Imam Nawawi rahimahullâh  :

“Dimakruhkan (dibenci) menembok kuburan, mendirikan bangunan, dan menuliskan sesuatu di atasnya. Apabila bangunan itu didirikan di atas tanah kubur yang diwakafkan fi sabilillah, maka hal itu harus dirobohkan.” (Al-Muhadzdzab I/456).

Dan berkata Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullâh:

“Bangunan-bangunan di atas kuburan itu harus segera dihancurkan, begitu pula kubah-kubah yang ada di atasnya, karena bangunan-bangunan itu lebih berbahaya dari pada masjid dhirar. Membuat bangunan itu merupakan tindakan durhaka kepada Rasululallah shallallahu’alaihi wasallam, karena beliau melarangnya, dan beliau memerintahkan untuk menghancurkan kuburan-kuburan dibangun menonjol dari dataran tanah. Sedangkan lampu-lampu yang dipasang di atas kuburan harus dihilangkan, dan tidak boleh mewakafkan lampu-lampu, atau nadzar memasang lampu-lampu untuk kepentingan tersebut.” (az-Zawajir’an Iqtiraf al-Kabair, I/195).

Meninggikan kuburan melewati kadar yang telah ditentukan syariat, adalah terlarang. Sedangkan tinggi kuburan yang diperbolehkan adalah setinggi satu jengkal dari tanah. 

Berkata Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُلْحِدَ وَنُصِبَ عَلَيْهِ اللَّبِنُ نَصَبًا ، وَرُفِعَ قَبْرُهُ مِنَ الأَرْضِ نَحْوًا مِنْ شِبْرٍ.

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dibuatkan untuk beliau liang lahad dan diletakkan di atasnya batu serta ditinggikannya di atas tanah sekitar satu jengkal” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahiihnya dan al Baihaqi,  Berkata Syekh Al Albani dalam kitab ahkamul janaiz hadits ini sanadnya hasan).

Berkata Sufyan at Tamar radhiyallahu anhu:

رَأَى قَبْرَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مُسَنَّمًا. 

“Aku melihat makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibuat gundukkan seperti punuk”. (HR. Bukhari

Berkata Imam Syafi’i rahimahullâh :

Dimakruhkan (dibenci) menembok kuburan, menulis nama yang mati (dibatu nisan) di atas kuburan atau tulisan-tulisan yang lain dan membuat bangunan di atas kuburan. (Al Majmu V/266).

Dan berkata Imam Syafi’i rahimahullâh :

“Saya suka kalau tanah kuburan itu tidak ditinggikan dari selainnya dan tidak mengambil padanya dari tanah yang lain. Tidak boleh, apabila ditambah tanah dari lainnya menjadi tinggi sekali, dan tidak mengapa jika ditambah sedikit saja. Saya hanya menyukai ditinggikan (kuburan) di atas tanah satu jengkal atau sekitar itu dari permukaan tanah”.

“Saya suka bila (kuburan) tidak dibangun dan ditembok, karena itu menyerupai penghiasan dan kesombongan, dan kematian bukan tempat bagi salah satu dari keduanya. Dan saya tidak melihat kuburan para sahabat Muhajirin dan Anshar ditembok. Seorang perawi menyatakan dari Thawus, bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam telah melarang kuburan dibangun atau ditembok. Saya sendiri melihat sebagian penguasa di Makkah menghancurkan semua bangunan di atasnya (kuburan), dan saya tidak melihat para ahli fikih mencela hal tersebut."  (Al Majmu V/266).

Berkata Asy Syaukani rahimahullâh  :

“Kubur tidak boleh ditinggikan terlalu tinggi, tanpa ada beda antara kubur orang yang terpandang dengan yang lainnya. Zhahirnya, meninggikan kubur lebih dari kadar yang dibolehkan hukumnya haram. Demikian yang telah ditegaskan oleh rekan-rekan Imam Ahmad dan beberapa orang rekan Imam Syafi,I” ( Nailul Autar (IV/131).

AFM

Copas dari berbagai sumber

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hasil Dari Demonstrasi Dan Pemberontakan

KENAPA KAMU DIAM?

Royalti Di Akhirat