ISTERI MENGGUGAT CERAI
ISTERI YANG MENGGUGAT CERAI
Sebagian wanita, setelah mereka memiliki penghasilan sendiri, merasa mapan dan mandiri, sedikit saja ada masalah dengan suaminya, mereka pun gugat cerai, meminta cerai dengan suaminya. Ini wanita-wanita munafik, yang menggugat cerai suaminya tanpa sebab syar'i. Tanpa alasan yang dibenarkan syariat.
الْمُنْتَزِعَاتُ وَالْمُخْتَلِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Para wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu’ (gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para WANITA MUNAFIQ.” (HR. Nasa’i. Berkata Syeikh Al-Albani : Hadits Shahih).
Berkata Al-Munawi rahimahullah
نفاقاً عملياً والمراد الزجر والتهويل فيكره للمرأة طلب الطلاق بلا عذر شرعي
‘Munafiq amali (munafiq kecil). Maksudnya adalah sebagai larangan keras dan ancaman. Karena itu, sangat dibenci bagi wanita meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’ (At-Taisiir bi Syarh al-Jaami’ as-Shogiir, 1:607).
Bahkan wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa kondisi mendesak (meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat), maka haram baginya bau surga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ
“Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa kondisi mendesak maka HARAM BAGINYA BAU SURGA” (HR Abu Dawud no 2226, At-Turmudzi 1187 dan dihahihkan al-Albani) .
Syariat membolehkan seorang wanita menggugat cerai suaminya dengan alasan-alasan yang dibenarkan syariat, diantaranya :
1. Jika sang suami sangat nampak membenci sang istri, akan tetapi sang suami sengaja tidak ingin menceraikan sang istri agar sang istri menjadi seperti wanita yang tergantung.
2. Akhlak suami yang buruk terhadap sang istri, seperti suka menghinanya atau suka memukulnya.
3. Agama sang suami yang buruk, seperti sang suami yang terlalu sering melakukan dosa-dosa, seperti minum khomr, berjudi, berzina, atau sering meninggalkan sholat, suka mendengar musik, dll
4. Jika sang suami tidak menunaikan hak utama sang istri, seperti tidak memberikan nafkah kepadanya, atau tidak membelikan pakaian untuknya, dan kebutuhan-kebutuhan primer yang lainnya, padahal sang suami mampu.
5. Jika sang suami ternyata tidak bisa menggauli istrinya dengan baik, misalnya jika sang suami cacat, atau tidak bisa melakukan hubungan biologis, atau tidak adil dalam mabit (jatah menginap), atau tidak mau atau jarang memenuhi kebutuhan biologisnya karena condong kepada istri yang lain.
6. Jika sang wanita sama sekali tidak membenci sang suami, hanya saja sang wanita khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri sehingga tidak bisa menunaikan hak-hak suaminya dengan baik. Maka boleh baginya meminta agar suaminya meridoinya untuk khulu’, karena ia khawatir terjerumus dalam dosa karena tidak bisa menunaikan hak-hak suami.
7. Jika sang istri membenci suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga bukan karena agama suami yang buruk. Akan tetapi sang istri tidak bisa mencintai sang suami karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau buruknya suami. (Roudhotut Toolibiin 7:374, dan juga fatwa Syaikh Ibn Jibrin rahimahullah di Al Islam Sual Wa Jawab no1859).
AFM
Komentar
Posting Komentar