Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2023

JANDA MENIKAHKAN DIRINYA SENDIRI?

JANDA MENIKAHKAN DIRINYA SENDIRI?  Seorang wanita, janda atau gadis, jika ingin menikah mesti ada walinya. Tidak boleh menikahkan dirinya sendiri.  Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam bersabda, أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ. “Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal.” (HR. Abu Dawud. Hadits Shahih).  Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,   لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Dawud. Hadits Shahih).  Bahkan di zaman Umar dan Ali radhiyallahu anhuma, orang yang menikah tanpa walinya, mereka pukul sebagai hukumannya.  Berkata Ikrimah Bin Khalid rahimahullah,  جَمَعَتِ الطَّرِيْقُ رَكْبًا فَجَعَلَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ ثَيِّبٌ اَمْرَهَا بِيَدِ رَجُلٍ غَيْرَ وَلِيٍّ فَاَنْكَحَهَا فَبَلَغَ ذلِكَ عُمَرَ. فَجَلَدَ النَّاكِح...

SUDAH TUA, RAMBUT MASIH HITAM

SUDAH TUA, RAMBUT MASIH HITAM Ada seseorang, usianya sudah cukup tua, namun jenggot atau rambutnya tetap hitam. Ternyata bukan hitam bawaan, tetapi hitam karena disemir atau di pilox.  Orang seperti ini, yang menyemir jenggot atau rambut putihnya dengan warna hitam supaya tetap kelihatan muda diharamkan dalam islam. Bahkan tidak akan mencium baunya surga.  Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِى آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لاَ يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ  Di akhir zaman nanti akan ada sekelompok orang yang menyemir rambutnya dengan warna HITAM bagaikan tembolok burung dara. Mereka tidak akan MENCIUM BAU SURGA.”(HR Abu Daud. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih). Berkata Mujahid rahimahullah, berkata seorang Tabi'in : يكون في آخر الزمن قوم يصبغون بالسواد ، لا ينظر الله إليهم – أو قال : لا خلاق لهم -. Di akhir zaman nanti ada sekelompok orang yang menyemir rambutnya dengan wa...

SUAMI TIDAK BOLEH MELARANG ISTRINYA MENGUNJUNGI KEDUA ORANG TUANYA

SUAMI TIDAK BOLEH MELARANG ISTRINYA MENGUNJUNGI KEDUA ORANG TUANYA  Ada seorang suami, tidak mengizinkan isterinya mengunjungi orang tuanya, ibunya atau bapaknya yang sakit, bahkan sampai kedua orang tuanya meninggal dunia. Si suami pun berdalih dengan perkataan Imam Ahmad dan sebuah hadits.  Berkata Ibnu Qudaamah rahimahullah,  قال أحمد في امرأة لها زوج وأم مريضة: طاعة زوجها أوجب عليها من أمها إلا أن يأذن لها"   “Imam Ahmad berkata tentang seorang wanita yang bersuami lalu ibu sang wanita tersebut sakit ; طَاعَةُ زَوْجِهَا أَوْجَبُ عَلَيْهَا مِنْ أُمِّهَا إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهَا “Ketaatan kepada suaminya lebih wajib baginya daripada kepada ibunya, kecuali jika sang suami mengizinkannya”. (Al Mugni Juz 7 Hal 224). Berkata Anas Bin Malik radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam,  أَنَّ رَجُلاً خَرَجَ وَأَمَرَ امْرَأَتَهُ أَنْ لاَ تَخْرُجَ مِنْ بَيْتِهَا وَكَانَ أَبُوْهَا فِي أَسْفَلِ الدَّارِ وَكَانَتْ فِي أَعْلاَهَا فَمَرَضَ أَبُوْهَا فَأَرْس...

MENCERITAKAN MASA LALU YANG PENUH LUMPUR DOSA

MENCERITAKAN MASA LALU YANG PENUH LUMPUR DOSA Suatu ketika, saya shalat jumat disebuah masjid. Isi khutbahnya dari awal sampai akhir kebanyakan menceritakan aibnya sendiri di masa lalu. "Saya dulu tukang mabuk, main judi, tukang palak orang....dst"  Ternyata khatibnya katanya dari mantan preman, kemudian beralih profesi menjadi ustadz karena ikut sebuah jamaah yang suka keliling mendakwahi orang.  Sebenarnya dalam ajaran islam, aib diri di masa lalu, mesti ditutup rapat-rapat, sebagaimana orang yang melakukan maksiat di malam hari, jangan menceritakannya di siang hari.  Bahkan sebagian orang justru bangga telah melakukan perbuatan maksiat dan dosa dengan menceritakannya kepada orang lain. "Tadi malam saya telah berzina, tadi malam saya nonton film porno, dulu saya tukang mabuk, dulu saya penjudi.... dst."  Orang seperti ini tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah Ta'ala. Justru ini mengundang kemarahan Allah Ta'ala kepadanya.  Berkata Abu Hurairah radhiyal...

SESIBUK APAPUN JANGAN TINGGALKAN SHALAT

SESIBUK APAPUN JANGAN TINGGALKAN SHALAT  Tidak sedikit orang yang mengaku seorang muslim, namun tidak menjaga shalatnya. Mereka lalai mengerjakannya dan bahkan meninggalkannya. Baik karena sibuk dengan hartanya sebagaimana Qarun. Sibuk mengurus pemerintahannya atau kerajaannya sebagaimana Fir’aun. Sibuk dengan proyek bangunan, pekerjaan dan jabatannya sebagaimana Haman. Dan ada juga yang sibuk dengan perniagaannya sebagaimana Ubai bin Khalaf.  Orang-orang yang tidak menjaga shalatnya. Yang lalai dan bahkan meninggalkan shalatnya, nanti di akhirat akan dikumpulkan dengan tokoh-tokoh kekafiran yang saya sebutkan di atas. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,  مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوراً وَبُرْهَاناً وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَىِّ بْنِ خَلَفٍ Siapa yang menjaga shalatnya, baginya cahaya, pet...

MENOLAK ATAU MENTA'WIL NAMA DAN SIFAT ALLAH

MENOLAK ATAU MENTA'WIL NAMA DAN SIFAT ALLAH  Jika seseorang menolak atau mengingkari sifat-sifat Allah secara keseluruhan, sebagian atau salah satunya, jika telah disampaikan hujjah tetap saja dia ngeyel, membantah dan menolak sifat Allah, maka dia telah kafir.  Berkata Imam Syafii rahimahullah,  لله أسماء وصفات لا يسع أحداً ردها، ومن خالف بعد ثبوت الحجة عليه، فقد كفر. وأما قبل قيام الحجة، فإنه يعذر بالجهل…. Allah memiliki sifat-sifat yang tidak selayaknya seseorang menolaknya, maka barang siapa yang menyelisihi setelah hujjah di tegakkan kepadanya, maka ia telah kafir. Namun sebelum ditegakkan hujjah maka ia di berikan udzur dengan kejahilannya. …) (Fathul baari: 13/407). Berkata Syekh Muhammad Shalih hafidzhulloh : من أنكر أسماء الله أو صفاته بالكلية ونفاها عن الله تعالى ، كما هو حال الباطنية ، وغلاة الجهمية ، فهو كافر خارج عن الملة مكذب للقرآن والسنة خارق لإجماع الأمة . وكذا من جحد اسما من أسماء الله أو صفة من صفاته مما ثبت لله تعالى في كتابه فهو كافر ؛ لأن مقتضى ...