ONANI MEMBATALKAN PUASA?


ONANI MEMBATALKAN PUASA?

Onani atau masturbasi, haram hukumnya menurut pendapat yang kuat. Sebagaimana pendapat ulama Syafiyyah dan Malikiyyah.

سَبْعَةٌ لَا يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَا يَجْمَعُهُمْ مَعَ الْعَالَمِينَ، يُدْخِلُهُمُ النَّارَ أَوَّلَ  الدَّاخِلِينَ إِلَّا أَنْ يَتُوبُوا، إِلَّا أَنْ يَتُوبُوا، إِلَّا أَنْ يَتُوبُوا، فَمَنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ النَّاكِحُ يَدَهُ
 
Ada tujuh golongan yang tidak akan dilihat (diperhatikan) Allah pada hari Kiamat, tidak akan dibersihkan, juga tidak akan dikumpulkan dengan makhluk-makhluk lain, bahkan mereka akan dimasukkan pertama kali ke neraka, kecuali jika mereka bertobat, kecuali mereka bertobat, kecuali mereka bertobat. Siapa saja yang bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Satu dari tujuh golongan itu adalah orang yang menikah dengan tangannya (onani).” (al-Baihaqi, Syu‘ab al-Iman).   

Yang menjadi persoalan berikutnya adalah onani atau masturbasi ketika berpuasa, apakah membatalkan puasa atau tidak? Dan bagaimana pula kalau onani tidak keluar mani, apakah batal puasanya atau tidak?

Persoalan ini, sudah dijawab oleh para ulama dan ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. 

Ada yang berpendapat, kalau onani tidak keluar mani, maka puasanya tidak batal, jika keluar mani, batal puasanya. Sebagaimana mencumbu isteri, jika sampai keluar mani, batal puasanya, jika tidak keluar mani, tidak batal puasanya. 

Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah,  

" وَلَوْ اسْتَمْنَى بِيَدِهِ فَقَدْ فَعَلَ مُحَرَّمًا , وَلا يَفْسُدُ صَوْمُهُ بِهِ إلا أَنْ يُنْزِلَ , فَإِنْ أَنْزَلَ فَسَدَ صَوْمُهُ " انتهى .

وقال أيضا (4/361) : " إذَا قَبَّلَ ( أي زوجته ) فَأَمْنَى فَيُفْطِرَ بِغَيْرِ خِلافٍ نَعْلَمُهُ " انتهى .

: “Kalau seseorang beronani dengan tangannya, maka ia telah melakukan perbuatan haram. Dan tidak membatalkan puasanya sampai keluar mani. Apabila keluar mani maka puasanya batal”.  

Beliau juga mengatakan, pada jilid 4 / 361: “Apabila mencium istrinya, lalu keluar mani, maka batal puasanya. Sepanjang pengetahuan kami tidak ada perbedaan di antara para ulama dalam masalah ini”. (Al Mughni). 

Berkata Imam Nawawi rahimahullah, 

" إذَا قَبَّلَ أَوْ بَاشَرَ فِيمَا دُونَ الْفَرْجِ بِذَكَرِهِ أَوْ لَمَسَ بَشَرَةَ امْرَأَةٍ بِيَدِهِ أَوْ غَيْرِهَا , فَإِنْ أَنْزَلَ الْمَنِيَّ بَطَلَ صَوْمُهُ وَإِلا فَلا , وَنَقَلَ صَاحِبُ الْحَاوِي وَغَيْرُهُ الإِجْمَاعَ عَلَى بُطْلانِ صَوْمِ مَنْ قَبَّلَ أَوْ بَاشَرَ دُونَ الْفَرْجِ فَأَنْزَلَ " انتهى باختصار .

“Apabila seseorang mencium dan bercumbu dengan istrinya, merabanya akan tetapi tidak sampai berhubungan intim, lalu keluar mani maka puasanya batal, namun jika tidak keluar mani, maka puasanya tidak batal. Penulis kitab al Hawy dan yang lainnya menyatakan secara ijma’ bahwa seseorang yang melakukan sebagaimana di atas maka puasanya batal”. (al Majmu’: 6/ 439). 

Berkata Imam Ibnu Rusydi rahimahullah, 

 يقولون : ـ يعني الأئمة ـ أن من قبل فأمنى فقد أفطر " انتهى .

Semua imam berpendapat bahwa jika seseorang mencium istrinya dan keluar mani maka batal puasanya”. (Bidayatul Mujtahid” 1/382). 

Berkata Ibnu Abdil Bar rahimahullah, 

" لا أعلم أحدا أرخص في القبلة للصائم إلا وهو يشترط السلامة مما يتولد منها ، وأن من يعلم أنه يتولد عليه منها ما يفسد صومه وجب عليه اجتنابها " انتهى .

“Saya tidak mengetahui seseorang memberikan keringanan bagi yang berpuasa untuk mencium istrinya, kecuali dengan syarat dia mampu menahan syahwatnya. Apabila dia tidak bisa menahan maka wajib menjauhi ciuman”. (al Istidzkar 3/296). 

Dan juga ada yang berpendapat, jika seseorang onani, keluar mani atau tidak, tidak membatalkan puasanya. 

Berkata Amru bin Harim rahimahullah, 

سُئِلَ جَابِرُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ رَجُلٍ نَظَرَ إلَى امْرَأَتِهِ فِي رَمَضَانَ فَأَمْنَى مِنْ شَهْوَتِهَا هَلْ يُفْطِرُ؟ قَالَ: لَا وَيُتِمُّ صَوْمَهُ

Jaabir bin Zaid pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang memandang istrinya di bulan Ramadhaan, lalu ia keluar mani akibat syahwatnya tersebut, apakah batal puasanya ?" Ia berkata : "Tidak, hendaknya ia sempurnakan puasanya" (Riwayat Ibnu Abi Syaibah. Sanad Hasan). 

Madzhab Adz Dzohiriyah berpendapat, 

لا فطر بالاستمناء ولو أمنى ، لعدم الدليل من القرآن والسنة على أنه يفطر بذلك ، ولا يمكن أن نفسد عبادة عباد الله إلا بدليل من الله ورسوله صلّى الله عليه وسلّم .

“Masturbasi itu tidak membatalkan puasa, meskipun sampai keluar mani; karena tidak ada dalil dari al Qur’an dan Sunnah, dan tidak mungkin kami merusak ibadah hamba-hamba Allah kecuali dengan dalil dari Allah dan Rasul-Nya”. 

Berkata Ibnu Hazm rahimahullah :

ولا ينقض الصوم حجامة ولا احتلام، ولا استمناء، ولا مباشرة الرجل امرأته أو أمته المباحة له فيما دون الفرج، تعمد الإمناء أم لم يمن، أمذى أم لم يمذ ولا قبلة كذلك فيهما

Tidak membatalkan puasa berbekam, bermimpi basah, ONANI, menggauli istri atau budak wanita pada selain kemaluan, baik keluar mani ataupun tidak atau keluar madzi atau tidak, dan begitu juga (tidak membatalkan puasa) berciuman. (Al-Muhalla bil Atsar). 

Berkata Syekh Al Albani rahimahullah ketika mengomentari perkataan Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah, 

قوله: "الاستمناء إخراج المني سواء أكان سببه تقبيل الرجل لزوجته أو ضمها إليه أو كان باليد فهذا يبطل الصوم ويوجب القضاء".

"Perkataannya (Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah) : Onani itu mengeluarkan mani, sama saja apakah sebabnya dikarenakan seorang lelaki mencium istrinya atau memuluknya ataupun dengan tangan, maka ini membatalkan puasa dan wajib baginya untuk mengqadha puasa".

قلت: لا دليل على الإبطال بذلك وإلحاقه بالجماع غير ظاهر ولذلك قال الصنعاني "الأظهر أنه لا قضاء ولا كفارة إلا على من جامع وإلحاق غير المجامع به بعيد".

Aku berkata (Syaikh Al Albany) : tidak ada dalil atas batalnya (puasa karena onani) dan menyamakan dengan jima' tidaklah tampak. Maka dari itu, berkata ASH SHAN'ANI rahimahullah: Yang lebih tampak adalah bahwasanya (onani) tidak perlu qadha dan kaffarah kecuali orang yang berjima’ dan menyamakan orang yang tidak jima’ dengan orang yang jima’ adalah sesuatu yang sangat jauh untuk disamakan”

وإليه مال الشوكاني وهو مذهب ابن حزم فانظر "المحلى" 6 / 175 - 177 و205

Dan olehnya Asy Syaukani condong kepada pendapat ini dan inilah pendapat madzhab Ibnu Hazm, lihat Al Muhalla 6/175-177 dan 205” Tamam Al Minnah 408.

Pendapat yang kuat, adalah pendapat yang mengatakan onani sampai keluar mani adalah membatalkan puasa. Karena sesungguhnya puasa itu untuk menahan syahwat, sedangkan onani, tidak bisa menahan syahwatnya. Pendapatnya ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, 

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ. (رواه مسلم).

Setiap anak Adam kebaikannya dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa jalla berfirman : kecuali puasa, maka sesungguhnya aku sendiri yang membalas dengan puasanya itu. Dia menahan SYAHWATNYA, makanannya karena Aku. Bagi yang puasa itu ada dua kegembiraan, gembira ketika berbuka dan gembira ketika berjumpa Rabbnya. Dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah dari pada minyak misik. (HR. Muslim). 

Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah, 

إذا طلب خروج المني بأي وسيلة ، سواء بيده ، أو بالتدلك على الأرض ، أو ما أشبه ذلك حتى أنزل ، فإنّ صومه يفسد بذلك ، وهذا ما عليه الأئمة الأربعة رحمهم الله مالك ، والشافعي ، وأبو حنيفة ، وأحمد .

“Apabila seseorang mencari cara untuk mengeluarkan maninya, baik dengan tangannya, atau dengan menggosoknya di lantai atau yang lainnya sampai keluar mani, maka puasanya batal. Inilah pendapat madzhab empat dari Imam Malik, Imam Syafi’I, Abu Hanifah dan Ahmad. (Syarhul Mumti’”: 6/234-235). 

Berkata Syeikh Ibnu Baaz rahimahullah, 

" الاستمناء في نهار الصيام يبطل الصوم إذا كان متعمدا ذلك وخرج منه المني ، وعليه أن يقضي إن كان الصوم فريضة ، وعليه التوبة إلى الله سبحانه وتعالى ؛ لأن الاستمناء لا يجوز لا في حال الصوم ولا في غيره ، وهو التي يسميها الناس العادة السرية " انتهى . "مجموع فتاوى ابن باز" (15/267) .

“Onani pada siang hari ketika seseorang berpuasa membatalkan puasanya, jika ia melakukannya dengan sengaja dan keluar mani, dia wajib mengqodho’ puasa wajibnya, dan bertaubat kepada allah –subhanahu wa ta’ala-. Karena onani dilarang baik dalam keadaan puasa atau tidak, itulah yang dikenal dengan sebutan kebiasaan rahasia”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 15/ 267). 

Oleh karena itu jika ada ulama mutaakhirin atau ada ustadz zaman kiwari yang berpendapat onani tidak membatalkan puasa, ini bukan pendapat baru, karena ada ulama-ulama terdahulu juga berpendapat demikian, tidak perlu diolok-olok, dihina dan dilecehkan. Dan kalau masih ada yang bersikap demikian, maka perlu wawasan dan bacaannya ditingkatkan, karena ini menunjukkan kekerdilan dan sempitnya pengetahuannya. 

AFM

Copas dari berbagai sumber 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hasil Dari Demonstrasi Dan Pemberontakan

KENAPA KAMU DIAM?

Royalti Di Akhirat