LEMAH LEMBUT BERBICARA DENGAN LAKI-LAKI YANG BUKAN SUAMINYA
LEMAH LEMBUT BERBICARA DENGAN LAKI-LAKI YANG BUKAN SUAMINYA
Sebagian isteri di zaman sekarang ini, suaranya selalu meninggi dihadapan suaminya. Keras menggelegar bak petir di siang hari. Kasar dalam bicara dan bertutur kata. Bentak sana bentak sini dan perintah sana perintah sini, layaknya seorang komandan terhadap anak buahnya. Tetapi herannya kepada laki-laki lain yang bukan suaminya, suaranya begitu lemah lembut, suara yang rendah dan mendayu-dayu. Padahal merendahkan suara dihadapan laki-laki lain terlarang dalam syariat.
Allah Ta'ala berfirman,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. (Surah Al-Ahzab: 32).
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,
هذه آداب أمر الله تعالى بها نساء النبي صلى الله عليه وسلم ، ونساء الأمة تبع لهن في ذلك ، فقال مخاطبا لنساء النبي [ صلى الله عليه وسلم ] بأنهن إذا اتقين الله كما أمرهن ، فإنه لا يشبههن أحد من النساء ، ولا يلحقهن في الفضيلة والمنزلة ، ثم قال : ( فلا تخضعن بالقول )قال السدي وغيره : يعني بذلك ترقيق الكلام إذا خاطبن الرجال; ولهذا قال : ( فيطمع الذي في قلبه مرض ) أي : دغل ، ( وقلن قولا معروفا ) : قال ابن زيد : قولا حسنا جميلا معروفا في الخيرومعنى هذا : أنها تخاطب الأجانب بكلام ليس فيه ترخيم ، أي : لا تخاطب المرأة الأجانب كما تخاطب زوجها
Apa yang disebutkan dalam ayat-ayat ini merupakan etika-etika yang dianjurkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada istri-istri Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, sedangkan kaum WANITA UMATNYA MENGIKUT MEREKA dalam hal ini. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada istri-istri Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, bahwasanya apabila mereka bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh-Nya kepada mereka, maka sesungguhnya tiada seorang wanita pun yang setara dengan mereka dan tiada seorang wanita pun yang dapat menyusul keutamaan dan kedudukan mereka.
Dalam firman selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan: Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara. (Al-Ahzab: 32)
As-Saddi dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka istri-istri Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tidak boleh BERTUTUR KATA DENGAN NADA LEMAH LEMBUT JIKA BERBICARA DENGAN LAKI-LAKI (SELAIN NABI). Alasannya disebutkan dalam firman selanjutnya:
Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya. (Al-Ahzab: 32).Yaitu rasa khianat dalam hatinya.
Dan ucapkanlah perkataan yang baik. (Al-Ahzab: 32)
Ibnu Zaid mengatakan, makna yang dimaksud ialah ucapan yang BAIK, PANTAS, lagi TEGAS. Dengan kata lain, seorang wanita itu bila berbicara dengan lelaki lain hendaknya tidak memakai NADA SUARA YANG LEMAH LEMBUT. Yakni janganlah seorang wanita berbicara dengan laki-laki lain dengan perkataan seperti dia berbicara kepada suaminya sendiri (bicara lemah lembut kepada suaminya). (Tafsir Ibnu Katsir).
Disebutkan dalam Tafsir Al Muyassar,
يا نساء النبيِّ -محمد- لستنَّ في الفضل والمنزلة كغيركنَّ من النساء, إن عملتن بطاعة الله وابتعدتن عن معاصيه، فلا تتحدثن مع الأجانب بصوت لَيِّن يُطمع الذي في قلبه فجور ومرض في الشهوة الحرام، وهذا أدب واجب على كل امرأة تؤمن بالله واليوم الآخر, وقُلن قولا بعيدًا عن الريبة, لا تنكره الشريعة.
Wahai istri-istri Nabi, kalian dalam perkara keutamaan dan kedudukan tidak seperti wanita-wanita lain, jika kalian menaati Allah dan RasulNya, serta menjauhi kemaksiatan kepadaNya. Jangan berbicara dengan orang-orang asing dengan suara lemah lembut yang membuat orang-orang yang berhati sakit berharap melakukan perbuatan haram. Ini adalah adab wajib atas setiap wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan ucapkanlah kata-kata yang jauh dari kecurigaan yang diingkari oleh syariat. (Tafsir Al Muyassar).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya,
ما حكم الزوجة التي ترفع صوتها على الزوج في أمور حياتهم الزوجية ؟
“Bagaimana hukumnya seorang istri yang meninggikan suaranya dihadapan suaminya dalam urusan-urusan rumah tangga?”
Beliau rahimahullah menjawab,
" نقول لهذه الزوجة إن رفع صوتها على زوجها من سوء الأدب ؛ وذلك لأن الزوج هو القوام عليها وهو الراعي لها فينبغي أن تحترمه وأن تخاطبه بالأدب ؛ لأن ذلك أحرى أن يؤدم بينهما وأن تبقى الألفة بينهما .
كما أن الزوج أيضاً يعاشرها كذلك ، فالعشرة متبادلة ، قال الله تبارك وتعالى: ( وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً ) .
فنصيحتي لهذه الزوجة أن تتقي الله عز وجل في نفسها وزوجها ، وأن لا ترفع صوتها عليه لا سيما إذا كان هو يخاطبها بهدوء وخفض الصوت " . انتهى من"فتاوى نور على الدرب" (19/ 2) - بترقيم الشاملة .
"Kami katakan bagi istri yang semacam ini bahwa meninggikan dan mengeraskan suara di hadapan suami merupakan cerminan adab yang buruk. Karena seorang suami adalah pemimpin baginya dan yang menaunginya, maka sudah sepantasnya dia memuliakan suaminya yang ketika berbicara kepadanya harus dengan adab dan sopan santun. Karena sesungguhnya yang demikian sangat lebih dipentingkan agar hubungan keduanya tetap abadi dan senantiasa dihiasai dengan kasih sayang antara keduanya.
Demikian pula dengan suami maka dia juga harus mempergauli istrinya secara baik, yaitu saling timbal-balik dalam memberikan kebaikan, Allah Ta’ala berfirman :
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak ”. (QS An Nisaa: 19)
Maka nasihatku untuk istri yang semacam ini hendaklah dia bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla terhadap diri dan suaminya, dan hedaklah dia tidak meninggikan suaranya di depan suaminya, terlebih lagi jika suaminya berbicara kepadanya dengan suara yang lembut dan tenang”. (Fatawa Nuurun Ala ad Darbi, 2/19).
Para isteri salaf terdahulu adalah teladan yang luar biasa dalam berbicara dihadapan suaminya. Mereka berbicara dihadapan suaminya seperti berbicaranya seseorang dihadapan penguasa.
Berkata Istri Sa'id bin Musayyib – rahimahallahu :
ما كنا نكلم أزواجنا إلا كما تكلموا أمراءكم، أصلحك الله، عافاك الله. حلية الأولياء 225/5
Tidaklah kami berbicara kepada suami-suami kami melainkan sebagaimana kalian berbicara kepada penguasa kalian, "Semoga Allah memperbaikimu", "Semoga Allah menyelamatkanmu." (Hilyatul Auliyaa' (5/225)).
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar