MENGKHUSUSKAN DAKWAH

MENGKHUSUSKAN DAKWAH


Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam lagi serius mendakwahi para tokoh, para pembesar, para konglomerat dan yang memiliki pengaruh, datanglah seorang buta, sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dari kalangan orang biasa, mau bertanya sesuatu, lantas Beliau pun bermuka masa, merasa tidak enak perasaan dan merasa terganggu dengan kedatangannya. Maka turunlah surah Abasa. 

Allah Ta'ala berfirman, 

عَبَسَ وَتَوَلَّى (1) أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى (2) وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى (3) أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى (4) أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى (5) فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى (6) وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّى (7) وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى (8) وَهُوَ يَخْشَى (9) فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّى (10)... 

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (alasan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran). sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya... Surah Abasa 1-10.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah, 

Bukan hanya seorang  dari ulama tafsir menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam di suatu hari sedang berbicara dengan salah seorang pembesar Quraisy, yang beliau sangat menginginkan dia masuk Islam. Ketika beliau Shalallahu'alaihi Wasallam sedang berbicara dengan suara yang perlahan dengan orang Quraisy itu, tiba-tiba datanglah Ibnu Ummi Maktum, salah seorang yang telah masuk Islam sejak lama. Kemudian Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tentang sesuatu dengan pertanyaan yang mendesak. Dan Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam saat itu sangat menginginkan andaikata Ibnu Ummi Maktum diam dan tidak mengganggunya, agar beliau dapat berbicara dengan tamunya yang dari Quraisy itu karena beliau sangat menginginkannya mendapat hidayah. Untuk itulah maka beliau bermuka masam terhadap Ibnu Ummi Maktum dan memalingkan wajah beliau darinya serta hanya melayani tamunya yang dari Quraisy itu. Maka Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya:

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). ('Abasa: 1-3)

Yakni menginginkan agar dirinya suci dan bersih dari segala dosa.

Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? ('Abasa: 4)

Yaitu memperoleh pelajaran untuk dirinya sehingga ia menahan dirinya dari hal-hal yang diharamkan.

Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. ('Abasa: 5-6)

Adapun orang yang serba cukup, maka kamu melayaninya dengan harapan dia mendapat petunjuk darimu.

Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). ('Abasa: 7)

Artinya, kamu tidak akan bertanggungjawab mengenainya bila dia tidak mau membersihkan dirinya (beriman).

Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut (kepada Allah). (‘Abasa: 8-9)

Yakni dengan sengaja datang kepadamu untuk mendapat petunjuk dari pengarahanmu kepadanya.

Maka kamu mengabaikannya. ('Abasa: 10)

Maksudnya, kamu acuhkan dia. Dan setelah kejadian ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk tidak boleh mengkhususkan peringatan terhadap seseorang secara tertentu, melainkan harus menyamakan di antara semuanya. Dalam hal ini tidak dibedakan antara orang yang mulia dan orang yang lemah, orang yang miskin dan orang yang kaya, orang merdeka dan budak belian, laki-laki dan wanita, serta anak-anak dan orang dewasa. Kemudian Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus, keputusan yang ditetapkan-Nya penuh dengan kebijaksanaan dan mempunyai alasan yang sangat kuat. (Tafsir Ibnu Katsir). 

Berkata Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di rahimahullah, 

Sebab turunnya ayat-ayat mulia ini adalah seorang mukmin buta datang seraya bertanya kepada Nabi dan belajar dari beliau, kemudian ada orang kaya juga datang. Nabi amat ingin menunjukkan manusia, hanya saja beliau lebih condong pada orang kaya dan berpaling dari si buta lagi miskin demi mengharap agar si kaya mendapat petunjuk dan demi agar si kaya menyucikan hatinya. 

Lalu Allah menegurnya dengan teguran lembut ini seraya berfirman;
“dia (Muhammad) bermuka masam” di wajah beliau, “dan berpaling” dengan raganya karena orang buta mendatanginya. Kemudian Allah menyebutkan manfaat menyambutnya seraya berfirman, “Tahukah kamu barangkali ia,” yakni orang buta tersebut, “ingin membersihkan dirinya (dari dosa),” yaitu membersihkan diri dari akhlak tercela dan ingin berakhlak terpuji, “atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya,” yakni, mendapatkan pengajaran tentang sesuatu sehingga ia mendapatkan manfaat dari pelajaran itu.

Ini adalah manfaat besar dan itulah maksud diutusnya para rasul, maksud dari petuah orang yang memberi nasihat dan maksud dari peringatan orang yang memberi peringatan. Sambutanmu pada orang orang yang datang sendiri seraya memerlukanmu itu lebih layak dan wajib, sedangkan berpalingnya engkau pada orang kaya yang tidak memerlukanmu yang tidak mau bertanya dan meminta fatwa karena tidak memiliki keinginan pada kebaikan dan engkau tinggalkan orang lebih utama itu tidak layak bagimu.

Tugasmu hanyalah memberi pengajaran, bila pun ia tidak mau mengambil pelajaran dengan membersihkan diri, engkau tidak akan dimintai pertanggung jawab atas perbuatan buruk yang ia lakukan.

Hal ini menunjukan pada kaidah masyhur; sesuatu yang telah diketahui tidak ditinggalkan untuk sesuatu yang belum jelas. Dan menyambut murid yang memerlukan dan penuh kemauan lebiih layak dari yang lainnya." (Tafsir As Sa'di) 

Kisah dan tafsir di atas mengandung pelajaran bahwasanya dalam dakwah tidak boleh mengkhususkan seseorang secara tertentu, melainkan harus menyamakan di antara semuanya. Dalam hal ini tidak dibedakan antara orang yang mulia dan orang yang lemah, orang yang miskin dan orang yang kaya, orang merdeka dan budak belian, laki-laki dan wanita, serta anak-anak dan orang dewasa. 

AFM 

Copas dari berbagai sumber 





 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?