Niat Shalat Saat Takbiratul Ihram Atau Sebelumnya
NIAT SHALAT SAAT TAKBIRATUL IHRAM ATAU SEBELUMNYA ?
Ada seseorang bertanya, "Bagaimanakah tata cara meletakkan *Niat* ketika kita mau *sholat* sesuai Tuntunan Rasulullah. Apakah sebelum Takbirotul ihrom, atau bersamaan ketika Takbirotul ihrom, atau bagaimanakah praktek yang sesungguhnya ?"
Niat shalat boleh bersamaan ketika takbiratul ihram dan boleh sebelumnya.
Saya kutip secara singkat dari Sual Wa Jawab No 164198
Di dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah disebutkan :
ويجوز أن تكون النية مقارنة لتكبيرة الإحرام ، ويجوز أن تكون قبلها . حتى أجاز بعض العلماء أن يطول الوقت بين النية والصلاة ، ما لم يفسخ النية .
انظر : "الموسوعة الفقهية" (13/219) .
Niat boleh dilakukan berbarengan dengan takbirotul ihram, boleh juga dilakukan sebelumnya. Bahkan sebagian ulama membolehkan adanya jeda yang panjang antara niat dan shalat, selama niatnya tidak dibatalkan. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 13/219).
Al-Mawardi berkata dalam kitab Al-Inshaf, 2/23 :
"وقال آخرون : يجوز بزمن طويل أيضاً ، ما لم يفسخها . نقل أبو طالب وغيره [يعني عن الإمام أحمد] " إذا خرج من بيته يريد الصلاة فهو نية . أتراه كبر وهو لا ينوي الصلاة ؟ " وهذا مقتضى كلام الخرقي واختاره الآمدي والشيخ تقي الدين في شرح العمدة " انتهى .
“Yang lain berkata, boleh juga dalam jeda waktu yang panjang selama tidak dibatalkan. Abu Thalib dan lainnya mengutip dari Imam Ahmad, ‘Jika seseorang keluar dari rumahnya hendak shalat, maka itu sudah merupakan niat, apakah mungkin anda lihat dia bertakbir sementara dia tidak niat shalat?’ Inilah inti dari ucapan Al-Kharaqi dan inilah pendapat Al-Amidi dan Syekh Taqiyudin dalam Syarah Umdah.” (Al-Inshaf, 2/23).
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
"وهذا القول أصح؛ لأن نيته مستصحبة الحكم ما لم ينو الفسخ، فهذا الرجل لما أذن قام فتوضأ ليصلي، ثم عزبت النية عن خاطره، ثم لما أقيمت الصلاة دخل في الصلاة بدون نية جديدة صحت صلاته؛ لأنه لم يفسخ النية الأولى، فحكمها مستصحب إلى الفعل. ؛ لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم: ( إنما الأعمال بالنيات ) ، وهذا قد نوى أن يصلي، ولم يطرأ على نيته ما يفسخها" انتهى من "الشرح الممتع" (2/296) .
“Inilah pendapat yang lebih benar, karena niatnya dianggap menyertai hukum selama dia tidak niat membatalkannya. Seseorang, ketika dia mendengar azan, lalu bangkit berwudhu untuk shalat, kemudian dia hadirkan niat itu dalam hatinya, lalu saat iqamah shalat dikumandangkan dia mulai shalat tanpa niat baru, maka shalatnya sah, karena dia tidak membatalkan niatnya yang pertama, maka hukumnya mengiringin sebuah amal, berdasarkan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya amal ibadah itu semata-mata dengan niat.”
Dan orang ini telah niat shalat dan tidak membatalkannya. (Asy-Syarhul Mumti, 2/296).
Sumber : Al Islam Sual Wa Jawab No 164198.
AFM
Komentar
Posting Komentar