Surat Terbuka

SURAT TERBUKA

Oleh : Abu Fadhel Majalengka

Menasehati atau mengkritik pemimpin muslim secara terbuka atau di depan umum, baik lewat media massa, media elektronik, di medsos, di khutbah-khutbah jumat atau di mimbar-mimbar bebas lainnya seperti tabligh akbar, kampanye dan demonstrasi, ini bukan prinsip ahlussunnah.

Ahlussunnah kalau melihat pemimpinnya keliru, bersalah, zalim atau tidak adil, berbuat penyimpangan atau maksiat lainnya, mereka menasehatinya dengan rahasia dan sembunyi-sembunyi.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

ﻣَﻦْ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﺼَﺢَ ﻟِﺬِﻱ ﺳُﻠْﻄَﺎﻥِ ﻓَﻼَ ﻳَﺒْﺪَﻩُ ﻋَﻼَﻧِﻴَﺔً ﻭَﻟِﻴَﺄْﺧُﺬَ ﺑِﻴَﺪِﻩِ، ﻓَﺈِﻥْ ﺳَﻤِﻊَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﺬَﺍﻙَ ﻭَﺇِﻻّ ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺩّﻯ ﺍﻟّﺬِﻱ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﴿ ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺇﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻋﺎﺻﻢ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻭﺻﺤﺤﻪ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻈﻼﻝ ﴾

“Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa maka janganlah melakukannya dengan terang-terangan di hadapan umum. Akan tetapi dengan cara mengambil tangan penguasa tersebut dan menyendiri. Jika ia menerimanya maka inilah yang diharapkan, jika tidak menerimanya maka ia telah melakukan kewajibannya.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi Ashim, Al Hakim, dan Baihaqi. Berkata Syekh Al Albani :  Shahih).

Seorang khalifah yang adil, Ali Bin Abu Thalib radhiyallahu anhu marah besar ketika beliau dikritik di depan umum, apalagi yang selainnya.
Seorang laki-laki berkata kepada  Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu anhu di depan orang banyak:
يا أمير المؤمنين : إنك أخطأت في كذاوكذا ، وأنصحك بكذا وبكذا ، فقال له علي رضي الله عنه :" إذا نصحتنيفا نصحني بيني وبينك، فإني لا آمنعليكم ولا على نفسي حين تنصحنيعلناً بين الناس "
“Wahai amirul mu’minin sesungguhnya engkau telah melakukan kesalahan dalam hal-hal ini, dan aku menasehatimu sepatutnya engkau melakukan hal-hal seperti ini dan itu”,
Maka beliau menjawab:
“Bila engkau menasehatiku maka hendaknya menasehatiku ketika sedang berduaan denganmu, aku khawatir tak sanggup sabar mendengarkan nasehatmu dan menerimanya ketika kau lakukan terang-terangan di hadapan manusia”.  (Jami'ul 'Ulum Hal 77).
Mungkin ada orang berkata, tidak mungkin bisa menasehati penguasa secara berdua atau secara sembunyi-sembunyi. Bisa -bisa digablok pengawalnya.

Memang tidak semua orang bisa menasehati pemimpin. Carilah seorang alim yang ada akses ke kekuasaan. Meminta kepadanya untuk menasehati pemimpin. Atau menasehati dengan berkirim surat, inipun jangan surat terbuka, SMS, WA, atau inbox lewat FB dan mediia-media lainnya yang sifatnya rahasia.

Berkata Ubaidilah bin Khiyar rahimahullah, Aku mendatangi Usamah bin Zaid radliyallahu ‘anhu dan aku katakan : 

َﻻَ ﺗَﻨْﺼَﺢُ ﻋُﺜْﻤَﺎﻥَ ﺑْﻦَ ﻋَﻔّﺎﻥ ﻟِﻴُﻘِﻴْﻢَ ﺍﻟْﺤَﺪّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻮَﻟِﻴْﺪِ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺃُﺳَﺎﻣَﺔُ: ﻫَﻞْ ﺗَﻈُﻦُّ ﺃَﻧِّﻲ ﻻَ ﺃُﻧَﺎﺻِﺤُﻪُ ﺇِﻻّ ﺃَﻣَﺎﻣَﻚَ؟ ﻭَﺍﷲِ، ﻟَﻘَﺪْ ﻧَﺼِﺤْﺘُﻪُ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺑَﻴْﻨِﻲ ﻭَﺑَﻴْﻨَﻪُ، ﻭَﻟَﻢْ ﺃَﻛُﻦْ ﻷَﻓْﺘَﺢُ ﺑَﺎﺑًﺎ ﻟِﻠﺸَﺮِّ ﺃَﻛُﻮﻥُ ﺃَﻥَ ﺃَﻭّﻝَ ﻣَﻦْ ﻓَﺘَﺤَﻪُ ﴿ ﺃﺛﺮ ﺻﺤﻴﺢ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺸﻴﺨﺎﻥ ﴾

"Kenapa engkau tidak menasihati Utsman bin Affan untuk menegakkan hukum had atas Al Walid?” Maka Usamah berkata :“Apakah kamu mengira aku tidak menasihatinya kecuali harus dihadapanmu? Demi Allah sungguh aku telah menasihatinya secara sembunyi-sembunyi antara aku dan ia saja. Dan aku tidak ingin membuka pintu kejelekan dan aku bukanlah orang yang pertama kali membukanya.” (HR.  Bukhari dan Muslim)

Berkata Al-Imam Al-Muhallab rahimahullah :

أرادوا من أسامة ان يكلم عثمان وكان من خاصته وممن يخف عليه في شأن الوليد بن عقبة لأنه كان ظهر عليه ريح نبيذ وشهر أمره وكان أخا عثمان لأمه وكان يستعمله فقال أسامة قد كلمته سرا دون أن أفتح بابا أي باب الإنكار على الأئمة علانية خشية ان تفترق الكلمة

“Mereka menginginkan dari Usamah agar beliau berbicara kepada ‘Utsman dan Usamah adalah orang dekat dan disegani oleh ‘Utsman dalam perkara Al-Walid bin ‘Uqbah, karena muncul darinya bau nabidz (khamar) dan telah ramai dibicarakan, sedang ia adalah saudara ‘Utsman seibu dan beliau tugaskan sebagai gubernurnya. Maka Usamah berkata, “Sungguh aku telah berbicara kepadanya secara rahasia tanpa aku membuka pintu” maknanya adalah pintu mengingkari pemimpin secara terang-terangan, karena dikhawatirkan akan terpecahnya persatuan.” [Fathul Bari, 13/52].

Maka tidak pantas seseorang yang menisbatkan dirinya ke manhaj salaf menasehati pemimpin di mimbar-mimbar bebas, di depan umum, di medsos, media masa dan media elektronik, di tabligh-tabligh akbar, di mimbar khutbah, mimbar demontrasi, mimbar kampaye dan lain sebagainya.

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

ليس من منهج السلف التشهير بعيوب الولاة , وذكر ذلك على المنابر; لأن ذلك يفضي إلى الفوضى وعدم السمع والطاعة في المعروف , ويفضي إلى الخوض الذي يضر ولا ينفع , ولكن الطريقة المتبعة عند السلف : النصيحة فيما بينهم وبين السلطان , والكتابة إليه , أو الاتصال بالعلماء الذين يتصلون به حتى يوجه إلى الخير

“Bukan termasuk manhaj Salaf, menasihati dengan cara menyebarkan aib-aib penguasa dan menyebutkannya di mimbar-mimbar, sebab yang demikian itu mengantarkan kepada kekacauan dan tidak mendengar dan taat kepada penguasa dalam perkara yang ma’ruf, dan mengantarkan kepada provokasi yang berbahaya dan tidak bermanfaat. Akan tetapi tempuhlah jalan yang telah dilalui oleh Salaf, yaitu nasihat antara mereka dan pemerintah (secara rahasia), dan menulis surat kepada penguasa, atau menghubungi ulama yang memiliki akses kepadanya, sehingga ia bisa diarahkan kepada kebaikan.” [Majmu’ Al-Fatawa, 8/210].

Ada lagi diantara para pengkritik yang mengatakan bahwa ini merupakan jihad yang utama dengan mengutip sebuah hadits nabi tentang ini sebagai pembenaran atas ulahnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).

Kalau mereka memahami hadits ini sebagaimana yang dipahami oleh para salaf, tentulah mereka akan mengatakan kebenaran dihadapan pemimpin, bukan di depan umum dan khalayak ramai. 

Lihatlah Imam Ahmad rahimahullah ketika diinterogasi oleh raja yang zalim, dipaksa dan disiksa untuk mengatakan alquran makhluk, namun Imam Ahmad rahimahullah tetap berkata yang benar di hadapan raja, bahwa alquran kalamallah, bukan makhluk, inilah jihad yang paling utama.

Bahkan mereka bukan lagi menasehati di depan umum, bahkan mereka mencela, mencaci maki dan membuka aib-aib pemimpin di khalayak ramai.

Untuk itu, berhentilah wahai para pengkritik dan pencela pemimpin dihadapkan khalayak ramai sebelum Allah Ta'ala timpakan kehinaan.

Berkata Ziyad bin Kusaib Al-Adawi rahimahullah : 

*كُنْتُ مَعَ أَبِيْ بَكْرَةَ تَحْتَ مِنْبَرِ أَبِيْ عَامِرٍ وَهُوَ يَخْطُبُ وَعَلَيْهِ ثِيَابٌ رِقَاقٌ, فَقَالَ أَبُوْ بِلاَلٍ: انْظُرُوْا إِلَى أَمِيْرِنَا يَلْبَسُ لِبَاسَ الْفُسَّاقِ, فَقَالَ أَبُوْ بَكْرَةَ : اسْكُتْ! سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللهِ فِيْ الأَرْضِ أَهَانَهُ اللهُ

“Saya pernah bersama Abu Bakrah di bawah mimbar Ibnu Amir yang sedang berkhutbah sambil mengenakan pakaian tipis. Abu Bilal berkata: Lihatlah pemimipin kita, dia mengenakan pakaian orang-orang fasiq. Abu Bakrah menegurnya seraya berkata: Diamlah, saya mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang menghina pemimpin di muka bumi, niscaya Allah akan menghinakannya." (HR. Tirmdzi:  Berkata Syekh Al Albani : Hadits Shahih).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?