Tidak Bisa Bayar Qadha Puasa
WANITA HAMIL DAN MENYUSUI TIDAK BISA BAYAR QADHA PUASA
Seorang wanita hamil atau menyusui karena ada udzur, dikarenakan sakit atau dia kembali hamil atau kembali menyusui maka dia tidak sanggup membayar puasa di tahun itu, maka dia harus membayarnya setelah ramadhan berikutnya. Namun apabila karena malas atau mengganggap sepele, maka dia harus qadha dan membayar kaffarah.
Berkata Syeikh Ibnu Baz rahimahullah :
ليس عليها إطعام إذا كان تأخيرها للقضاء بسبب المرض حتى جاء رمضان آخر ، أما إن كانت أخرت ذلك عن تساهل ، فعليها مع القضاء إطعام مسكين عن كل يوم. (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 15/ 350).
Dia tidak wajib membayar kaffarah, jika dia mengakhirkan qadha disebabkan sakitnya hingga datang ramadhan berikutnya. Namun jika dia mengakhirkan qadha karena menganggap remeh, maka dia wajib qadha dan bayar kaffarah dengan memberi makan orang miskin sejumlah hari utang puasanya. (Majmu Fatawa 15/350).
Wanita hamil dan menyusui wajib mengqadha puasanya jika udzurnya sudah tidak ada, walaupun dia menyelesaikannya dalam beberapa tahun, inilah kemudahan dalam islam. Seandainya dia hanya membayar fidyah karena mengikuti pendapat yang membolehkan, padahal dia kuat dan tidak ada kemudharatan yang menimpa dirinya atau bayinya, maka ini mendorong orang untuk tidak mengqadha puasanya. Bahkan tidak mengqadha selamanya, karena cukup dengan hanya mengeluarkan uang untuk fidyah.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah Ta'ala ditanya :
إذا أفطرت الحامل أو المرضع بدون عذر وهي قوية ونشيطة ولا تتأثر بالصيام فما حكم ذلك ؟
"Jika seorang wanita hamil dan menyusui tidak berpuasa tanpa uzur, sementara dirinya kuat dan giat dan tidak ada pengaruhnya dengan berpuasa, apa hukumnya?"
لا يحل للحامل أو المرضع أن تفطرا في نهار رمضان إلا للعذر، فإذا أفطرتا للعذر وجب عليهما قضاء الصوم ، لقول الله تعالى في المريض : ( وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ) .
Tidak dibolehkan bagi wanita hamil dan menyusui untuk berbuka di siang hari bulan Ramadan kecuali ada uzur. Jika keduanya berbuka karena uzur, maka keduanya harus mengqadha puasanya. Berdasarkan firman Allah Ta'ala:
"Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184).
وهما بمعنى المريض وإذا كان عذرهما الخوف على الولد فعليهما مع القضاء عند بعض أهل العلم إطعام مسكين لكل يوم من البر (القمح) ، أو الرز، أو التمر، أو غيرها من قوت الاۤدميين ، وقال بعض العلماء: ليس عليهما سوى القضاء على كل حال ؛ لأنه ليس في إيجاب الإطعام دليل من الكتاب والسنة ، والأصل براءة الذمة حتى يقوم الدليل على شغلها ، وهذا مذهب أبي حنيفة رحمه الله ، وهو قوي اهـ
Keduanya (wanita hamil dan menyusui) dapat dianggap orang yang sakit. Jika alasannya karena khawatir terhadap anaknya, maka dia harus mengqadha dan memberi makan satu orang miskin untuk satu hari berupa gandum, atau beras atau korma atau apa saja berupa makanan pokok, menurut sebagian pendapat ulama.
Sebagian ulama berpendapat bahwa keduanya hanya wajib qadha saja, apapun kondisiya. Karena perintah memberi makan tidak terdapat dalam Al-Quran dan Sunah. Hukum asal adalah bahwa seseorang terbebas dari setiap beban kecuali jika terdapat nash yang memerintahkannya. Dan ini merupakan pendapat Abu Hanifa. Ini merupakan pendapat yang kuat." (Fatawa Shiyam (hal. 161)).
Dan Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah Ta'ala ditanya :
عن الحامل إذا خافت على نفسها أو خافت على ولدها وأفطرت فما الحكم ؟
Tentang wanita hamil jika dia khawatir terhadap dirinya atau khawatir terhadap anaknya. Jika dia berbuka, apa hukumnya?
جوابنا على هذا أن نقول : الحامل لا تخلو من حالين :
إحداهما : أن تكون نشيطة قوية لا يلحقها مشقة ولا تأثير على جنينها ، فهذه المرأة يجب عليها أن تصوم ؛ لأنها لا عذر لها في ترك الصيام .
"Jawaban kami terhadap pertanyaan ini adalah bahwa kondisi wanita hamil itu ada dua;
Pertama, dia giat dan kuat, tidak merasa payah dan tidak ada pengaruhnya terhadap janin. Maka wanita seperti ini wajib baginya berpuasa. Karena tidak ada uzur baginya untuk meninggalkan berpuasa.
والحال الثانية : أن تكون الحامل غير متحملة للصيام : إما لثقل الحمل عليها ، أو لضعفها في جسمها ، أو لغير ذلك ، وفي هذه الحال تفطر ، لاسيما إذا كان الضرر على جنينها ، فإنه قد يجب الفطر عليها حينئذ .
Kedua, kondisi kehamilannya membuat dia tidak kuasa menanggung puasa. Apakah karena hamilnya yang berat, atau karena fisiknya yang lemah, atau sebab selain itu. Dalam kondisi ini sebaiknya dia berbuka, khususnya jika bahayanya dikhawatirkan menimpa sang janin. Ketika itu, berbuka baginya dapat menjadi wajib.
وإذا أفطرت فإنها كغيرها ممن يفطر لعذر يجب عليها قضاء الصوم متى زال ذلك العذر عنها ، فإذا وضعت وجب عليها قضاء الصوم بعد أن تطهر من النفاس ، ولكن أحياناً يزول عذر الحمل ويلحقه عذر آخر وهو عذر الإرضاع ، وأن المرضع قد تحتاج إلى الأكل والشرب لاسيما في أيام الصيف الطويلة النهار ، الشديدة الحر، فإنها قد تحتاج إلى أن تفطر لتتمكن من تغذية ولدها بلبنها، وفي هذه الحال نقول لها أيضاً: أفطري فإذا زال عنك العذر فإنك تقضين ما فاتك من الصوم اهـ .
Jika dia berbuka, maka sebagaimana lainnya yang berbuka karena uzur, wajib baginya mengqadha puasanya kapan saja jika sebabnya telah sirna. Jika dia melahirkan, maka wajib baginya mengqadha puasanya setelah suci dari nifas. Akan tetapi, kadang uzur karena kehamilan selesai, datang uzur baru lagi, yaitu menyusui. Karena wanita menyusui, kadang butuh makan dan minum khususnya pada musim panas yang siang harinya panjang dan panas yang terik. Boleh jadi dia butuh untuk berbuka agar dapat memberi makan anaknya dengan ASI. Dalam kondisi seperti ini juga kita katakan kepadanya, 'Berbukalah, jika sudah hilang uzurnya, maka anda hendaknya mengqadha puasa yang tertinggal." (Fatawa As-Shiyam (hal. 162)).
Dari berbagai sumber
AFM
Seorang wanita hamil atau menyusui karena ada udzur, dikarenakan sakit atau dia kembali hamil atau kembali menyusui maka dia tidak sanggup membayar puasa di tahun itu, maka dia harus membayarnya setelah ramadhan berikutnya. Namun apabila karena malas atau mengganggap sepele, maka dia harus qadha dan membayar kaffarah.
Berkata Syeikh Ibnu Baz rahimahullah :
ليس عليها إطعام إذا كان تأخيرها للقضاء بسبب المرض حتى جاء رمضان آخر ، أما إن كانت أخرت ذلك عن تساهل ، فعليها مع القضاء إطعام مسكين عن كل يوم. (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 15/ 350).
Dia tidak wajib membayar kaffarah, jika dia mengakhirkan qadha disebabkan sakitnya hingga datang ramadhan berikutnya. Namun jika dia mengakhirkan qadha karena menganggap remeh, maka dia wajib qadha dan bayar kaffarah dengan memberi makan orang miskin sejumlah hari utang puasanya. (Majmu Fatawa 15/350).
Wanita hamil dan menyusui wajib mengqadha puasanya jika udzurnya sudah tidak ada, walaupun dia menyelesaikannya dalam beberapa tahun, inilah kemudahan dalam islam. Seandainya dia hanya membayar fidyah karena mengikuti pendapat yang membolehkan, padahal dia kuat dan tidak ada kemudharatan yang menimpa dirinya atau bayinya, maka ini mendorong orang untuk tidak mengqadha puasanya. Bahkan tidak mengqadha selamanya, karena cukup dengan hanya mengeluarkan uang untuk fidyah.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah Ta'ala ditanya :
إذا أفطرت الحامل أو المرضع بدون عذر وهي قوية ونشيطة ولا تتأثر بالصيام فما حكم ذلك ؟
"Jika seorang wanita hamil dan menyusui tidak berpuasa tanpa uzur, sementara dirinya kuat dan giat dan tidak ada pengaruhnya dengan berpuasa, apa hukumnya?"
لا يحل للحامل أو المرضع أن تفطرا في نهار رمضان إلا للعذر، فإذا أفطرتا للعذر وجب عليهما قضاء الصوم ، لقول الله تعالى في المريض : ( وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ) .
Tidak dibolehkan bagi wanita hamil dan menyusui untuk berbuka di siang hari bulan Ramadan kecuali ada uzur. Jika keduanya berbuka karena uzur, maka keduanya harus mengqadha puasanya. Berdasarkan firman Allah Ta'ala:
"Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184).
وهما بمعنى المريض وإذا كان عذرهما الخوف على الولد فعليهما مع القضاء عند بعض أهل العلم إطعام مسكين لكل يوم من البر (القمح) ، أو الرز، أو التمر، أو غيرها من قوت الاۤدميين ، وقال بعض العلماء: ليس عليهما سوى القضاء على كل حال ؛ لأنه ليس في إيجاب الإطعام دليل من الكتاب والسنة ، والأصل براءة الذمة حتى يقوم الدليل على شغلها ، وهذا مذهب أبي حنيفة رحمه الله ، وهو قوي اهـ
Keduanya (wanita hamil dan menyusui) dapat dianggap orang yang sakit. Jika alasannya karena khawatir terhadap anaknya, maka dia harus mengqadha dan memberi makan satu orang miskin untuk satu hari berupa gandum, atau beras atau korma atau apa saja berupa makanan pokok, menurut sebagian pendapat ulama.
Sebagian ulama berpendapat bahwa keduanya hanya wajib qadha saja, apapun kondisiya. Karena perintah memberi makan tidak terdapat dalam Al-Quran dan Sunah. Hukum asal adalah bahwa seseorang terbebas dari setiap beban kecuali jika terdapat nash yang memerintahkannya. Dan ini merupakan pendapat Abu Hanifa. Ini merupakan pendapat yang kuat." (Fatawa Shiyam (hal. 161)).
Dan Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah Ta'ala ditanya :
عن الحامل إذا خافت على نفسها أو خافت على ولدها وأفطرت فما الحكم ؟
Tentang wanita hamil jika dia khawatir terhadap dirinya atau khawatir terhadap anaknya. Jika dia berbuka, apa hukumnya?
جوابنا على هذا أن نقول : الحامل لا تخلو من حالين :
إحداهما : أن تكون نشيطة قوية لا يلحقها مشقة ولا تأثير على جنينها ، فهذه المرأة يجب عليها أن تصوم ؛ لأنها لا عذر لها في ترك الصيام .
"Jawaban kami terhadap pertanyaan ini adalah bahwa kondisi wanita hamil itu ada dua;
Pertama, dia giat dan kuat, tidak merasa payah dan tidak ada pengaruhnya terhadap janin. Maka wanita seperti ini wajib baginya berpuasa. Karena tidak ada uzur baginya untuk meninggalkan berpuasa.
والحال الثانية : أن تكون الحامل غير متحملة للصيام : إما لثقل الحمل عليها ، أو لضعفها في جسمها ، أو لغير ذلك ، وفي هذه الحال تفطر ، لاسيما إذا كان الضرر على جنينها ، فإنه قد يجب الفطر عليها حينئذ .
Kedua, kondisi kehamilannya membuat dia tidak kuasa menanggung puasa. Apakah karena hamilnya yang berat, atau karena fisiknya yang lemah, atau sebab selain itu. Dalam kondisi ini sebaiknya dia berbuka, khususnya jika bahayanya dikhawatirkan menimpa sang janin. Ketika itu, berbuka baginya dapat menjadi wajib.
وإذا أفطرت فإنها كغيرها ممن يفطر لعذر يجب عليها قضاء الصوم متى زال ذلك العذر عنها ، فإذا وضعت وجب عليها قضاء الصوم بعد أن تطهر من النفاس ، ولكن أحياناً يزول عذر الحمل ويلحقه عذر آخر وهو عذر الإرضاع ، وأن المرضع قد تحتاج إلى الأكل والشرب لاسيما في أيام الصيف الطويلة النهار ، الشديدة الحر، فإنها قد تحتاج إلى أن تفطر لتتمكن من تغذية ولدها بلبنها، وفي هذه الحال نقول لها أيضاً: أفطري فإذا زال عنك العذر فإنك تقضين ما فاتك من الصوم اهـ .
Jika dia berbuka, maka sebagaimana lainnya yang berbuka karena uzur, wajib baginya mengqadha puasanya kapan saja jika sebabnya telah sirna. Jika dia melahirkan, maka wajib baginya mengqadha puasanya setelah suci dari nifas. Akan tetapi, kadang uzur karena kehamilan selesai, datang uzur baru lagi, yaitu menyusui. Karena wanita menyusui, kadang butuh makan dan minum khususnya pada musim panas yang siang harinya panjang dan panas yang terik. Boleh jadi dia butuh untuk berbuka agar dapat memberi makan anaknya dengan ASI. Dalam kondisi seperti ini juga kita katakan kepadanya, 'Berbukalah, jika sudah hilang uzurnya, maka anda hendaknya mengqadha puasa yang tertinggal." (Fatawa As-Shiyam (hal. 162)).
Dari berbagai sumber
AFM
Komentar
Posting Komentar