Haram Menikahi Wanita Yang Telah Dizinahinya ?
Edisi Fiqh
HARAM MENIKAHI WANITA YANG TELAH DIZINAHINYA ?
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Secara hukum agama, seseorang tidak boleh menikahi wanita pezina walaupun dia sendiri yang menzinahinya.
Allah ta’ala berfirman :
الزَّانِي لا يَنكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ ) النور/ 3
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”. (QS. An Nur : 3).
Namun, kalau dia bertaubat dengan sungguh-sungguh, dan wanita yang dizinahinya juga bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka boleh mereka menikah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah :
نِكَاحُ الزَّانِيَةِ حَرَامٌ حَتَّى تَتُوبَ سَوَاءٌ كَانَ زَنَى بِهَا هُوَ أَوْ غَيْرُهُ ، هَذَا هُوَ الصَّوَابُ بِلَا رَيْبٍ وَهُوَ مَذْهَبُ طَائِفَةٍ مِنْ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ : مِنْهُمْ أَحْمَد بْنُ حَنْبَلٍ وَغَيْرُهُ
“Menikahi seorang pezina diharamkan sebelum dia bertaubat, baik dia yang menzinahinya atau orang lain. Inilah pendapat yang benar tak diragukan lagi dan ini merupakan mazhab sejumlah ulama kalangan salaf (dahulu) dan kholaf (belakangan). Di antaranya adalah Ahmad bin Hambal dan selainnya. (Majmu Al-Fatawa, 32/110).
Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:
Apa makna ayat mulia (QS. An-Nur : 3).
الزَّانِي لا يَنْكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
Dan apakah keimanan terangkat dari diri seseorang serta ia menuju kemusyrikan bila ia melakukan dosa ini?
Beliau menjawab:
Apabila kita membaca ayat ini (yang ditutup oleh Allah dengan: dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin) kita bisa mengambil sebuah hukum, yaitu haramnya menikahi pezina wanita dan haramnya menikahi pezina laki-laki. Maksudnya seseorang tidak boleh menikahi pezina wanita dan seorang laki-laki tidak boleh menikahkan putrinya dengan pezina laki-laki....Akan tetapi hukum ini hilang dengan taubat. Apabila seorang pezina laki-laki atau perempuan bertaubat dari zinanya maka akan hilanglah darinya pensifatan tersebut darinya, yakni pensifatan sebagai seorang pezina.
Apabila pezina laki-laki telah bertaubat dari perbuatan zinanya atau pezina wanita dari perbuatan zinanya maka boleh menikahinya. (Fatawa Islamiah syaikh Utsaimin 3/246-247).
Berkata Syeikh Muhammad Sholeh Al Munajed hafidzohullôh :
الأصل أنه لا يجوز للزاني أن ينكح الزانية إلا بعد التوبة الصادقة ؛ لقوله تعالى: ( الزَّانِي لا يَنكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ ) النور/ 3 .
والتوبة تحصل بالندم والعزم على عدم العودة إلى المعصية ، وما داما أنهما قد تابا وندما على ما وقع فيه من معصية صح نكاحهما عند أكثر العلماء .
Hukum asal orang yang berzina tidak boleh menikahi wanita yang telah dinodainya, kecuali setelah bertaubat dengan sejujurnya, berdasarkan firman Allah –ta’ala-:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”. (QS. An Nur: 3)
Taubat itu terjadi dengan penyesalan dan bertekad untuk tidak kembali melakukan kemaksiatan, selama keduanya sudah bertaubat dan menyesal dengan apa yang telah terjadi sebelumnya, maka pernikahan keduanya adalah sah menurut mayoritas para ulama. (Al Islam As Sual Wa Jawab No 201510).
Syarat berikutnya selain bertaubat adalah menunggu masa iddah, untuk memastikan apakah dia hamil atau tidak. Jika tidak hamil, bisa menikahinya.
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah :
" وإذا زنت المرأة , لم يحل لمن يعلم ذلك نكاحها إلا بشرطين:
أحدهما: انقضاء عدتها ..
والشرط الثاني: أن تتوب من الزنا ..
..وإذا وجد الشرطان حل نكاحها للزاني وغيره , في قول أكثر أهل العلم , منهم أبو بكر , وعمر , وابنه , وابن عباس , وجابر , وسعيد بن المسيب , وطاوس , وجابر بن زيد , وعطاء , والحسن , وعكرمة , والزهري , والثوري , والشافعي , وابن المنذر , وأصحاب الرأي .
وروي عن ابن مسعود , والبراء بن عازب , وعائشة , أنها لا تحل للزاني بحال , قالوا: لا يزالان زانيين ما اجتمعا ; لعموم الآية والخبر.
ويحتمل أنهم أرادوا بذلك ما كان قبل التوبة , أو قبل استبرائها , فيكون كقولنا.
فأما تحريمها على الإطلاق فلا يصح ; لقوله تعالى: ( وأحل لكم ما وراء ذلكم أن تبتغوا بأموالكم ).
ولأنها محللة لغير الزاني , فحلت له , كغيرها " انتهى من "المغني"(7/108).
“Jika seorang wanita telah melakukan zina, tidak dihalalkan bagi seseorang yang mengetahui hal tersebut untuk menikahinya kecuali dengan dua syarat: 1. Masa iddahnya telah berakhir. 2. Ia bertaubat dari dosa zina
Jika kedua syarat di atas terpenuhi maka halal dinikahi baik bagi seorang laki-laki yang berzina juga atau tidak, menurut kebanyakan para ulama, di antaranya adalah: Abu Bakar, Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Jabir, Sa’id bin Musayyib, Thawus, Jabir bin Zaid, ‘Atha’, al Hasan, ‘Ikrimah, Zuhri, ats Tsauri, Asy Syafi’i, Ibnul Mundzir dan para pendukung mazhab Hanafi (logika).
Dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, al Barra’ bin ‘Azib dan ‘Aisyah bahwa ia tidak menghalalkan bagi pezina laki-laki (untuk menikahinya) dalam keadaan bagaimanapun, mereka berkata: “Keduanya masih tetap berzina selama mereka berkumpul, karena keumuman ayat dan hadits.
Namun ada kemungkinan mereka maksud adalah sebelum bertaubat, atau sebelum pembebasan rahim (dengan masa iddah) maka menjadi seperti pendapat kami:
“Sedangkan pengharamannya secara mutlak, maka tidak sah, berdasarkan firman Allah:
( وأحل لكم ما وراء ذلكم أن تبتغوا بأموالكم (
“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu…”. (QS. Al Nisa’: 24)
Karena wanita tersebut (yang sudah bertaubat) menjadi halal bagi laki-laki yang tidak berzina, ia pun menjadi halal baginya seperti wanita lain”. (Al Mughni: 7/108)
Ulama Al Lajnah Daimah ditanya :
Apabila seorang laki-laki berzina dengan seorang wanita kemudian ia menikahinya. Setelah 4 bulan laki-laki itu bertaubat kepada Allah ta'ala. Apakah akad nikahnya sah?
Mereka menjawab:
Tidak boleh menikahi pezina wanita dan tidak sah menikahinya sampai dia bertaubat dan masa iddahnya telah berlalu. (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 18/383-384. Pertanyaan ke 3 dari fatwa no 17776).
Namun jika wanita yang dizinahinya hamil, maka tidak boleh menikahinya, sampai dia melahirkan. Karena menikahi wanita hamil terlarang dalam syariat agama, walaupun dia sendiri yang menghamilinya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَ تُوْطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَسْتَبْرِأَ بِحَيْضَةٍ
Tidak boleh digauli yang sedang hamil sampai ia melahirkan, dan (tidak boleh digauli) yang tidak hamil sampai dia beristibra’ (kosong rahim) dengan satu kali haidl. (HR. Abu Daud. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَحِلُّ ِلامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ يَسْقِيْ مَاءَه ُزَرْعَ غَيْرِهِ
Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dia menuangkan air (maninya) pada persemaian orang lain. (HR. Tirmidzi. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Hasan).
Berkata Ulama Al Lajnah Ad Daimah :
وإذا كانت حاملا من الزنى، فلا تتزوج لا بالزاني ولا بغيره حتى تضع؛ لأن رحمها مشغول بنطفة لا تنسب للزاني، ولا لغيره تنسب لأمه، فالزاني لا ينسب إليه الطفل، مثلما قال النبي صلى الله عليه وسلم : الولد للفراش وللعاهر الحجر
“Jika ada wanita yang hamil karena zina maka dia tidak boleh dinikahkan dengan lelaki yang menzinainya maupun lelaki lainnya, sampai si wanita melahirkan. Karena rahimnya sedang ada isinya, berupa janin yang tidak boleh dinasabkan kepada lelaki yang menzinainya, tidak pula kepada orang lain, tetapi dia dinasabkan ke ibunya. Lelaki pezina tidak diberi nasab hasil zinanya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Anak itu milik yang punya kasur (suami), sementara lelaki yang berzina terhalang.'” (Fatwa Lajnah Daimah, 21:46).
Kesimpulannya
1. Boleh menikahi wanita yang dizinahinya selama keduanya bertaubat dan menunggu masa iddahnya.
2. Jika wanita yang dizinahinya hamil atau hamil bukan dia yang menzinahinya, maka tidak boleh menikahinya sampai dia melahirkan, disamping syarat bertaubat tadi.
HARAM MENIKAHI WANITA YANG TELAH DIZINAHINYA ?
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Secara hukum agama, seseorang tidak boleh menikahi wanita pezina walaupun dia sendiri yang menzinahinya.
Allah ta’ala berfirman :
الزَّانِي لا يَنكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ ) النور/ 3
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”. (QS. An Nur : 3).
Namun, kalau dia bertaubat dengan sungguh-sungguh, dan wanita yang dizinahinya juga bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka boleh mereka menikah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah :
نِكَاحُ الزَّانِيَةِ حَرَامٌ حَتَّى تَتُوبَ سَوَاءٌ كَانَ زَنَى بِهَا هُوَ أَوْ غَيْرُهُ ، هَذَا هُوَ الصَّوَابُ بِلَا رَيْبٍ وَهُوَ مَذْهَبُ طَائِفَةٍ مِنْ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ : مِنْهُمْ أَحْمَد بْنُ حَنْبَلٍ وَغَيْرُهُ
“Menikahi seorang pezina diharamkan sebelum dia bertaubat, baik dia yang menzinahinya atau orang lain. Inilah pendapat yang benar tak diragukan lagi dan ini merupakan mazhab sejumlah ulama kalangan salaf (dahulu) dan kholaf (belakangan). Di antaranya adalah Ahmad bin Hambal dan selainnya. (Majmu Al-Fatawa, 32/110).
Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:
Apa makna ayat mulia (QS. An-Nur : 3).
الزَّانِي لا يَنْكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
Dan apakah keimanan terangkat dari diri seseorang serta ia menuju kemusyrikan bila ia melakukan dosa ini?
Beliau menjawab:
Apabila kita membaca ayat ini (yang ditutup oleh Allah dengan: dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin) kita bisa mengambil sebuah hukum, yaitu haramnya menikahi pezina wanita dan haramnya menikahi pezina laki-laki. Maksudnya seseorang tidak boleh menikahi pezina wanita dan seorang laki-laki tidak boleh menikahkan putrinya dengan pezina laki-laki....Akan tetapi hukum ini hilang dengan taubat. Apabila seorang pezina laki-laki atau perempuan bertaubat dari zinanya maka akan hilanglah darinya pensifatan tersebut darinya, yakni pensifatan sebagai seorang pezina.
Apabila pezina laki-laki telah bertaubat dari perbuatan zinanya atau pezina wanita dari perbuatan zinanya maka boleh menikahinya. (Fatawa Islamiah syaikh Utsaimin 3/246-247).
Berkata Syeikh Muhammad Sholeh Al Munajed hafidzohullôh :
الأصل أنه لا يجوز للزاني أن ينكح الزانية إلا بعد التوبة الصادقة ؛ لقوله تعالى: ( الزَّانِي لا يَنكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ ) النور/ 3 .
والتوبة تحصل بالندم والعزم على عدم العودة إلى المعصية ، وما داما أنهما قد تابا وندما على ما وقع فيه من معصية صح نكاحهما عند أكثر العلماء .
Hukum asal orang yang berzina tidak boleh menikahi wanita yang telah dinodainya, kecuali setelah bertaubat dengan sejujurnya, berdasarkan firman Allah –ta’ala-:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”. (QS. An Nur: 3)
Taubat itu terjadi dengan penyesalan dan bertekad untuk tidak kembali melakukan kemaksiatan, selama keduanya sudah bertaubat dan menyesal dengan apa yang telah terjadi sebelumnya, maka pernikahan keduanya adalah sah menurut mayoritas para ulama. (Al Islam As Sual Wa Jawab No 201510).
Syarat berikutnya selain bertaubat adalah menunggu masa iddah, untuk memastikan apakah dia hamil atau tidak. Jika tidak hamil, bisa menikahinya.
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah :
" وإذا زنت المرأة , لم يحل لمن يعلم ذلك نكاحها إلا بشرطين:
أحدهما: انقضاء عدتها ..
والشرط الثاني: أن تتوب من الزنا ..
..وإذا وجد الشرطان حل نكاحها للزاني وغيره , في قول أكثر أهل العلم , منهم أبو بكر , وعمر , وابنه , وابن عباس , وجابر , وسعيد بن المسيب , وطاوس , وجابر بن زيد , وعطاء , والحسن , وعكرمة , والزهري , والثوري , والشافعي , وابن المنذر , وأصحاب الرأي .
وروي عن ابن مسعود , والبراء بن عازب , وعائشة , أنها لا تحل للزاني بحال , قالوا: لا يزالان زانيين ما اجتمعا ; لعموم الآية والخبر.
ويحتمل أنهم أرادوا بذلك ما كان قبل التوبة , أو قبل استبرائها , فيكون كقولنا.
فأما تحريمها على الإطلاق فلا يصح ; لقوله تعالى: ( وأحل لكم ما وراء ذلكم أن تبتغوا بأموالكم ).
ولأنها محللة لغير الزاني , فحلت له , كغيرها " انتهى من "المغني"(7/108).
“Jika seorang wanita telah melakukan zina, tidak dihalalkan bagi seseorang yang mengetahui hal tersebut untuk menikahinya kecuali dengan dua syarat: 1. Masa iddahnya telah berakhir. 2. Ia bertaubat dari dosa zina
Jika kedua syarat di atas terpenuhi maka halal dinikahi baik bagi seorang laki-laki yang berzina juga atau tidak, menurut kebanyakan para ulama, di antaranya adalah: Abu Bakar, Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Jabir, Sa’id bin Musayyib, Thawus, Jabir bin Zaid, ‘Atha’, al Hasan, ‘Ikrimah, Zuhri, ats Tsauri, Asy Syafi’i, Ibnul Mundzir dan para pendukung mazhab Hanafi (logika).
Dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, al Barra’ bin ‘Azib dan ‘Aisyah bahwa ia tidak menghalalkan bagi pezina laki-laki (untuk menikahinya) dalam keadaan bagaimanapun, mereka berkata: “Keduanya masih tetap berzina selama mereka berkumpul, karena keumuman ayat dan hadits.
Namun ada kemungkinan mereka maksud adalah sebelum bertaubat, atau sebelum pembebasan rahim (dengan masa iddah) maka menjadi seperti pendapat kami:
“Sedangkan pengharamannya secara mutlak, maka tidak sah, berdasarkan firman Allah:
( وأحل لكم ما وراء ذلكم أن تبتغوا بأموالكم (
“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu…”. (QS. Al Nisa’: 24)
Karena wanita tersebut (yang sudah bertaubat) menjadi halal bagi laki-laki yang tidak berzina, ia pun menjadi halal baginya seperti wanita lain”. (Al Mughni: 7/108)
Ulama Al Lajnah Daimah ditanya :
Apabila seorang laki-laki berzina dengan seorang wanita kemudian ia menikahinya. Setelah 4 bulan laki-laki itu bertaubat kepada Allah ta'ala. Apakah akad nikahnya sah?
Mereka menjawab:
Tidak boleh menikahi pezina wanita dan tidak sah menikahinya sampai dia bertaubat dan masa iddahnya telah berlalu. (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 18/383-384. Pertanyaan ke 3 dari fatwa no 17776).
Namun jika wanita yang dizinahinya hamil, maka tidak boleh menikahinya, sampai dia melahirkan. Karena menikahi wanita hamil terlarang dalam syariat agama, walaupun dia sendiri yang menghamilinya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَ تُوْطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَسْتَبْرِأَ بِحَيْضَةٍ
Tidak boleh digauli yang sedang hamil sampai ia melahirkan, dan (tidak boleh digauli) yang tidak hamil sampai dia beristibra’ (kosong rahim) dengan satu kali haidl. (HR. Abu Daud. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَحِلُّ ِلامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ يَسْقِيْ مَاءَه ُزَرْعَ غَيْرِهِ
Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dia menuangkan air (maninya) pada persemaian orang lain. (HR. Tirmidzi. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Hasan).
Berkata Ulama Al Lajnah Ad Daimah :
وإذا كانت حاملا من الزنى، فلا تتزوج لا بالزاني ولا بغيره حتى تضع؛ لأن رحمها مشغول بنطفة لا تنسب للزاني، ولا لغيره تنسب لأمه، فالزاني لا ينسب إليه الطفل، مثلما قال النبي صلى الله عليه وسلم : الولد للفراش وللعاهر الحجر
“Jika ada wanita yang hamil karena zina maka dia tidak boleh dinikahkan dengan lelaki yang menzinainya maupun lelaki lainnya, sampai si wanita melahirkan. Karena rahimnya sedang ada isinya, berupa janin yang tidak boleh dinasabkan kepada lelaki yang menzinainya, tidak pula kepada orang lain, tetapi dia dinasabkan ke ibunya. Lelaki pezina tidak diberi nasab hasil zinanya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Anak itu milik yang punya kasur (suami), sementara lelaki yang berzina terhalang.'” (Fatwa Lajnah Daimah, 21:46).
Kesimpulannya
1. Boleh menikahi wanita yang dizinahinya selama keduanya bertaubat dan menunggu masa iddahnya.
2. Jika wanita yang dizinahinya hamil atau hamil bukan dia yang menzinahinya, maka tidak boleh menikahinya sampai dia melahirkan, disamping syarat bertaubat tadi.
Komentar
Posting Komentar