Kecantikan Atau Agamanya

KECANTIKAN ATAU AGAMANYA

Oleh : Abu Fadhel Majalengka

Jumhur ulama, ketika seorang laki-laki mau menikahi seorang wanita, maka yang menjadi ukuran utamanya adalah agamanya. Pendapat mereka berdasarkan dalil berikut ini.

Berkata Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

تنكح المرأة لأربع : لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك  (رواه البخاري، رقم 4802 ، ومسلم، رقم  1466)

"Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; Karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah yang memiliki agama, semoga engkau beruntung." (HR. Bukhari, no. 4802, Muslim, no 1466)

Berkata Syekh Abdul Ghani Ad-Dahlawi rahimahullah :

"Pilihlah wanita-wanita yang memiliki agama dan shalehah serta keturunan mulia agar  jangan sampai  wanita tersebut  merupakan anak hasil zina, karena kehinaan perbuatan zina dapat menular kepada anak-anaknya.

Allah Ta'ala berfirman :

الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زان أو مشرك  (سورة النور: 3)

"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik." (QS. An-Nur: 3)

Sesungguhnya tuntutan sekufu (isteri yang sesuai berdasarkan agama dan akhlak) adalah untuk kesesuaian dan agar tidak mendapatkan kehinaan." (Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/141).

Ada hadits yang lain yang mendukung pendapat ini, namun Syeikh Al Albani mendhoifkan hadits ini.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda

لَا تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُرْدِيهِنَّ ، وَلَا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيهِنَّ ، وَانْكِحُوهُنَّ لِلدِّينِ ، وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْقَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ

“Janganlah kalian menikahi perempuan karena cantiknya. Boleh jadi kecantikan tersebut akan membinasakannya. Jangan pula karena hartanya karena harta boleh jadi akan menyebabkannya melampaui batas. Menikahlah karena agama. Sungguh budak hitam yang cacat namun baik agamannya itu yang lebih baik” (HR. Ibnu Majah. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Dhoif).

Imam Ahmad berpendapat, yang pertama kali dilihat adalah kecantikannya, baru dilihat agamanya.

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah :

إذَا خَطَبَ رَجُلٌ امْرَأَةً سَأَلَ عن جَمَالِهَا أَوَّلًافَإِنْ حُمِدَ سَأَلَ عن دِينِهَا فَإِنْ حُمِدَ تَزَوَّجَ وَإِنْلم يُحْمَدْ يَكُونُ رَدُّهُ لِأَجْلِ الدِّينِ وَلَا يَسْأَلُ أَوَّلًاعن الدِّينِ فَإِنْ حُمِدَ سَأَلَ عن الْجَمَالِ فَإِنْ لميُحْمَدْ رَدَّهَا فَيَكُونُ رَدُّهُ لِلْجَمَالِ لَا لِلدِّينِ.

Apabila pria ingin meminang wanita, hendaknya hal pertama yang ditanyakan adalah mengenai kecantikannya sang wanita. Jika wanita tersebut dipuji akan kecantikannya, bertanyalah lebih lanjut mengenai agamanya. Jika wanita tersebut baik agamanya, hendaklah ia menikahinya. Dan jika sebaliknya (agama jelek) dapat ditolak, sehingga alasan penolakan terkait karena agama sang wanita.

Jangan hal pertama yang ditanyakan adalah mengenai agama sang wanita, yang jika ternyata baik agamanya, kemudian pria tersebut bertanya mengenai kecantikannya, dan wanita itu tidak dipuji akan kecantikannya, kemudian dia tolak, maka alasan penolakan adalah karena kecantikan bukan karena agama,” (Al-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rajih minal Khilaf 12/206).

Memang idealnya, yang cantik dan bagus agamanya. Kalau ada dua pilihan, satunya berparas cantik, namun buruk agamanya dan yang satu lagi, berparas biasa, namun baik agamanya, maka pilihlah yang baik agamanya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menyatakan :

“Disenangi menikahi wanita yang cantik terkecuali jika ada dua pilihan, yang satu cantik tetapi tidak ada agamanya (cantik tetapi tidak salehah), sedangkan yang satunya lagi berparas biasa tetapi taat beragama. Dalam keadaan ini tentu dipilih yang taat beragama. Namun, apabila sama kadar agama dua orang wanita, yang diutamakan yang lebih cantik di antara keduanya. Termasuk dalam hal kebagusan lahiriah adalah keindahan sifat seorang wanita, di antaranya ringan maharnya (tidak memberatkan lelaki yang hendak menikahinya).” (Fathul Bari, 9/169).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?