Setelah Mandi, Langsung Shalat, Tanpa Berwudhu Lagi
Edisi Fiqh
SETELAH MANDI, LANGSUNG SHALAT, TANPA BERWUDHU LAGI
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Jika seseorang junub atau bersih dari haid dan nifas diwajibkan untuk mandi. Jika mandinya diniatkan untuk menghilangkan hadats besar dan sesuai dengan yang disunnahkan, maka tidak perlu wudhu lagi, bisa langsung shalat.
Diantara tata cara mandi wajib yang disunnahkan adalah sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Berkata Aisyah radhiyallahu anha :
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ، فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّ
Bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Jika wudhunya seperti hadits diatas, maka jika mau shalat tidak perlu wudhu lagi.
Aisyah radhiyallahu anha berkata :
كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ يغتسلُ ويصلِّي الرَّكعتينِ وصلاةَ الغداةِ ولا أراهُ يحدِثُ وضوءًا بعدَ الغُسلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi, lalu shalat dua rakaat, dan saya tidak melihat beliau berwudhu lagi setelah mandi.” (HR. Abu Daud dan Ahmad. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih).
Dan berkata Aisyah radhiyallahu anha :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ لاَ يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الْغُسْلِ وَزَادَ ابْنُ مَاجَه : مِنَ الْجَنَابَةِ
“Adalah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidak berwudhu lagi sesudah mandi. Dan ditambahkan oleh Ibnu Majah : Dari mandi janabah”. (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Hasan Shahih).
قَالَ لَمَّا سُئِلَ عَنِ الْوُضُوءِ بَعْدَ الْغُسْلِ وَأَيُّ وُضُوْءٍ أَعَمُّ مِنَ الْغُسْلِ رَوَاهُ بْنُ أَبِي شَيْبَة
“Ketika (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) ditanya terkait wudhu setelah mandi, (beliau menjawab) adakah wudhu yang lebih umum daripada mandi” (HR. Ibnu Abi Syaibah).
Berkata Abu Ishaq rahimahullah :
إني أتوضأ بعد الغسل قال : لقد تعمقت.
“Sesungguhnya saya berwudhu setelah mandi (janabah).” Ibnu Umar menjawab: “Engkau telah berlebihan.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf No. 750)
Berkata Alqomah rahimahullah bahwa beliau berkata :
ذُكِرَتْ لَهُ امْرَأَةٌ تَوَضَّأَتْ بَعْدَ الْغُسْلِ قَالَ: «لَوْ كَانَتْ عِنْدِي مَا فَعَلَتْ ذَلِكَ، وَأَيُّ وُضُوءٍ أَعَمُّ مِنَ الْغُسْلِ»
“Disebutkan kepada Ibnu Umar rodhiyallahu anhu seorang wanita yang berwudhu setelah mandi, maka Beliau rodhiyallahu anhu berkata : “sekiranya ia istriku, niscaya ia tidak akan melakukan hal tersebut, wudhu apa yang lebih umum dari mandi” (HR. Abdur Rozaq dengan sanad shahih).
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah ditanya :
هل الغسل يجزئ عن الوضوء؟
“Apakah mandi itu sudah mencukupi sehingga tidak perlu berwudhu?”
Beliau menjawab :
الغسل المشروع كغسل الجنابة يجزئ عن الوضوء لأن الله تبارك وتعالى يقول (وإن كنتم جنباً فاطهروا) ولم يذكر وضوءً فالجنابة إذا اغتسل الإنسان عنها أجزأته عن الوضوء وجاز أن يصلي وإن لم يتوضأ
وأما إذا كان الغسل غير مشروع كالغسل للتبرد ونحوه فإنه لا يجزئ عن الوضوء لأنه ليس بعبادة.
“Mandi yang dituntunkan oleh syariat semisal mandi junub itu sudah mencukupi sehingga tidak perlu berwudhu karena Allah berfirman (yang artinya), “Dan jika kalian dalam keadaan junub maka mandilah” [QS al Maidah:6]. Dalam ayat tersebut Allah tidak menyebutkan adanya kewajiban berwudhu setelah mandi. Sehingga jika seorang itu mandi junub maka itu sudah mencukupinya sehingga tidak perlu berwudhu. Setelah mandi junub, boleh langsung shalat tanpa perlu berwudhu lagi.
Adapun mandi yang tidak dituntunkan oleh syariat semisal mandi dalam rangka menyegarkan badan atau semisalnya maka mandi tersebut tidaklah mencukupi sebagai sekaligus pengganti wudhu karena mandi tersebut tersebut bukanlah ibadah”. Sumber: http://majles.alukah.net/ t78129/
Namun jika mandinya bukan mandi wajib, tetapi mandi biasa, untuk menghilangkan gerah misalkan atau mandi sunnah (mandi jumat atau mandi ihram), tidak mencukupi untuk langsung shalat. Tetapi dia harus wudhu lagi.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya :
Beliau Menjawab :
التبرد ليس عبادة وليس طاعة ، فإذا اغتسل للتبرد لم يجزئه عن الوضوء ، الذي يجزئ عن الوضوء هو الغسل من الجنابة ، أو غسل المرأة من الحيض والنفاس ؛ لأنه عن حدث ، وأما الغسل المستحب كالغسل عند الإحرام مثلاً ، فإنه لا يجزئ عن الوضوء ، وكذلك الغسل الواجب لغير حدث ، كغسل يوم الجمعة لا يجزئ عن الوضوء .
فلا يجزئ عن الوضوء إلا الغسل الذي يكون عن حدث ، جنابةً أو حيضاً أو نفاساً .
Mendinginkan badan bukan termasuk ibadah dan ketaatan. Jika seesorang mandi sekedar untuk mendinginkan badan, maka dia tidak dianggap berwudhu. Mandi yang dapat dianggap sudah berwudhu adalah mandi junub atau wanita yang mandi dari haidh dan nifas. Karena mandinya untuk menghilangkan hadats. Adapun mandi sunah seperti mandi untuk ihram misalnya, maka mandi tersebut tidak dianggap berwudhu, begitupula mandi wajib jika bukan karena hadats, seperti mandi Jumat, maka tidak dianggap sudah berwudhu.
Maka mandi tidak dianggap sudah berwudhu kecuali jika mandi untuk menghilangkan hadats, baik junub, haid dan nifas.
ولو نوى ؛ لأنه لابد من الترتيب .
Walaupun dia niatkan (tidak dianggap berwudhu), karena (berwudhu) harus tertib.
Jika dia telah niat mandi junub, maka dia tidak perlu niat berwudhu, berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Jika kalian junub, maka bersucilah." Tidak disebutkan wudhu di sana." (Liqaat Bab Maftuh).
SETELAH MANDI, LANGSUNG SHALAT, TANPA BERWUDHU LAGI
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Jika seseorang junub atau bersih dari haid dan nifas diwajibkan untuk mandi. Jika mandinya diniatkan untuk menghilangkan hadats besar dan sesuai dengan yang disunnahkan, maka tidak perlu wudhu lagi, bisa langsung shalat.
Diantara tata cara mandi wajib yang disunnahkan adalah sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Berkata Aisyah radhiyallahu anha :
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ، فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّ
Bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Jika wudhunya seperti hadits diatas, maka jika mau shalat tidak perlu wudhu lagi.
Aisyah radhiyallahu anha berkata :
كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ يغتسلُ ويصلِّي الرَّكعتينِ وصلاةَ الغداةِ ولا أراهُ يحدِثُ وضوءًا بعدَ الغُسلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi, lalu shalat dua rakaat, dan saya tidak melihat beliau berwudhu lagi setelah mandi.” (HR. Abu Daud dan Ahmad. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih).
Dan berkata Aisyah radhiyallahu anha :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ لاَ يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الْغُسْلِ وَزَادَ ابْنُ مَاجَه : مِنَ الْجَنَابَةِ
“Adalah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidak berwudhu lagi sesudah mandi. Dan ditambahkan oleh Ibnu Majah : Dari mandi janabah”. (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Hasan Shahih).
Berkata Ibnu Umar radhiyallahu anhuma :
قَالَ لَمَّا سُئِلَ عَنِ الْوُضُوءِ بَعْدَ الْغُسْلِ وَأَيُّ وُضُوْءٍ أَعَمُّ مِنَ الْغُسْلِ رَوَاهُ بْنُ أَبِي شَيْبَة
“Ketika (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) ditanya terkait wudhu setelah mandi, (beliau menjawab) adakah wudhu yang lebih umum daripada mandi” (HR. Ibnu Abi Syaibah).
Amalan seperti itu, yakni shalat setelah mandi wajib tanpa berwudhu lagi diamalkan oleh para salaf.
Berkata Abu Ishaq rahimahullah :
Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma:
إني أتوضأ بعد الغسل قال : لقد تعمقت.
“Sesungguhnya saya berwudhu setelah mandi (janabah).” Ibnu Umar menjawab: “Engkau telah berlebihan.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf No. 750)
Berkata Alqomah rahimahullah bahwa beliau berkata :
ذُكِرَتْ لَهُ امْرَأَةٌ تَوَضَّأَتْ بَعْدَ الْغُسْلِ قَالَ: «لَوْ كَانَتْ عِنْدِي مَا فَعَلَتْ ذَلِكَ، وَأَيُّ وُضُوءٍ أَعَمُّ مِنَ الْغُسْلِ»
“Disebutkan kepada Ibnu Umar rodhiyallahu anhu seorang wanita yang berwudhu setelah mandi, maka Beliau rodhiyallahu anhu berkata : “sekiranya ia istriku, niscaya ia tidak akan melakukan hal tersebut, wudhu apa yang lebih umum dari mandi” (HR. Abdur Rozaq dengan sanad shahih).
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah ditanya :
هل الغسل يجزئ عن الوضوء؟
“Apakah mandi itu sudah mencukupi sehingga tidak perlu berwudhu?”
Beliau menjawab :
الغسل المشروع كغسل الجنابة يجزئ عن الوضوء لأن الله تبارك وتعالى يقول (وإن كنتم جنباً فاطهروا) ولم يذكر وضوءً فالجنابة إذا اغتسل الإنسان عنها أجزأته عن الوضوء وجاز أن يصلي وإن لم يتوضأ
وأما إذا كان الغسل غير مشروع كالغسل للتبرد ونحوه فإنه لا يجزئ عن الوضوء لأنه ليس بعبادة.
“Mandi yang dituntunkan oleh syariat semisal mandi junub itu sudah mencukupi sehingga tidak perlu berwudhu karena Allah berfirman (yang artinya), “Dan jika kalian dalam keadaan junub maka mandilah” [QS al Maidah:6]. Dalam ayat tersebut Allah tidak menyebutkan adanya kewajiban berwudhu setelah mandi. Sehingga jika seorang itu mandi junub maka itu sudah mencukupinya sehingga tidak perlu berwudhu. Setelah mandi junub, boleh langsung shalat tanpa perlu berwudhu lagi.
Adapun mandi yang tidak dituntunkan oleh syariat semisal mandi dalam rangka menyegarkan badan atau semisalnya maka mandi tersebut tidaklah mencukupi sebagai sekaligus pengganti wudhu karena mandi tersebut tersebut bukanlah ibadah”. Sumber: http://majles.alukah.net/
Namun jika mandinya bukan mandi wajib, tetapi mandi biasa, untuk menghilangkan gerah misalkan atau mandi sunnah (mandi jumat atau mandi ihram), tidak mencukupi untuk langsung shalat. Tetapi dia harus wudhu lagi.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya :
إذا اغتسل شخص للتبرد غسلاً مجزئاً ، فهل يكفيه عن الوضوء ؟ وإن لم يكفه ، فما هو الغسل الذي يكفي عن الوضوء ؟ وهل لا بد فيه من نية ؟
Jika seseorang mandi untuk mendingin tubuhnya, apakah dia tidak perlu berwudhu? Jika hal tersebut tidak dianggap, maka apakah mandi yang tidak perlu berwudhu lagi? Apakah harus dengan nait?
Beliau Menjawab :
التبرد ليس عبادة وليس طاعة ، فإذا اغتسل للتبرد لم يجزئه عن الوضوء ، الذي يجزئ عن الوضوء هو الغسل من الجنابة ، أو غسل المرأة من الحيض والنفاس ؛ لأنه عن حدث ، وأما الغسل المستحب كالغسل عند الإحرام مثلاً ، فإنه لا يجزئ عن الوضوء ، وكذلك الغسل الواجب لغير حدث ، كغسل يوم الجمعة لا يجزئ عن الوضوء .
فلا يجزئ عن الوضوء إلا الغسل الذي يكون عن حدث ، جنابةً أو حيضاً أو نفاساً .
Mendinginkan badan bukan termasuk ibadah dan ketaatan. Jika seesorang mandi sekedar untuk mendinginkan badan, maka dia tidak dianggap berwudhu. Mandi yang dapat dianggap sudah berwudhu adalah mandi junub atau wanita yang mandi dari haidh dan nifas. Karena mandinya untuk menghilangkan hadats. Adapun mandi sunah seperti mandi untuk ihram misalnya, maka mandi tersebut tidak dianggap berwudhu, begitupula mandi wajib jika bukan karena hadats, seperti mandi Jumat, maka tidak dianggap sudah berwudhu.
Maka mandi tidak dianggap sudah berwudhu kecuali jika mandi untuk menghilangkan hadats, baik junub, haid dan nifas.
Penanya, bagaimana kalau diniatkan ?
Beliau menjawab :
ولو نوى ؛ لأنه لابد من الترتيب .
Walaupun dia niatkan (tidak dianggap berwudhu), karena (berwudhu) harus tertib.
Penanya, mandi untuk menghilangkan hadats, apakah harus niat (wudhu)?
Beliau menjawab :
إذا نوى الغسل عن الجنابة كفى عن الوضوء ؛ لقول الله تعالى : (وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُوا) ، ولم يذكر الوضوء " انتهى من "لقاءات الباب المفتوح" .
Jika dia telah niat mandi junub, maka dia tidak perlu niat berwudhu, berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Jika kalian junub, maka bersucilah." Tidak disebutkan wudhu di sana." (Liqaat Bab Maftuh).
Komentar
Posting Komentar