ALLAH TURUN KE LANGIT DUNIA DI MALAM NISFU SYA’BAN

ALLAH TURUN KE LANGIT DUNIA

Sebagian orang, menolak dan mengingkari hadits shahih tentang Allah turun ke langit dunia, maka mereka bisa jatuh kepada kekafiran. Dan sebagian yang lain hanya menta'will, maka mereka menyimpang dari aqidah ahlussunnah waljamaah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

”Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ’Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berkata Adz Dzahabi rahimahullah :

 "روى شيخ الْإِسْلَام أَبُو الْحسن الهكاري والحافظ أَبُو مُحَمَّد الْمَقْدِسِي بإسنادهم إِلَى أبي ثَوْر وَأبي شُعَيْب كِلَاهُمَا عَن الإِمَام مُحَمَّد بن إِدْرِيس الشَّافِعِي نَاصِر الحَدِيث رَحمَه الله تَعَالَى قَالَ القَوْل فِي السّنة الَّتِي أَنا عَلَيْهَا وَرَأَيْت عَلَيْهَا الَّذين رَأَيْتهمْ مثل سُفْيَان وَمَالك وَغَيرهمَا الْإِقْرَار بِشَهَادَة أَن لَا إِلَه إِلَّا الله وَأَن مُحَمَّدًا رَسُول الله وَأَن الله على عَرْشه فِي سمائه يقرب من خلقه كَيفَ شَاءَ وَينزل إِلَى السَّمَاء الدُّنْيَا كَيفَ شَاءَ وَذكر سَائِر الِاعْتِقَاد.

“Syeikhul Islam Abul Hasan al Hakâri dan al Hafidz Abu Muhammad al Maqdisi dengan sanad mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syu’aib keduanya dari Imam Muhammad bin Idris asy Syafi’i –pembela Sunnah- semoga rahmat Allah atasnya, ia berkata, ““Pendapat (yang benar) yang sesuai dengan Sunnah yang saya yakini dan saya saksikan para ulama kami dan para Ahli Hadis yang saya belajar (agama) dari mereka seperti Sufyan ats Tsawri, Malik dan lainnya meyakininya adalah: Bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Dan sesungguhnya Allah –Ta’âla- di atas Arsy-Nya di atas langit sana, Dia mendekat dari ciptaan-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Dan bahwa Allah turun ke langit dunia sesuai dengan yang Dia kehendaki.” (Al 'Uluw - Adz Dzahabi 165). Sumber : Al Islam Sual Wa Jawab 291050. 

Berkata Imam Syafii rahimahullah :

القول في السنة التى أنا عليها ورأيت أصحابنا عليها أهل الحديث الذين رأيتهم وأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وأن الله تعالى على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وأن الله تعالى ينزل إلى سماء الدنيا كيف شاء

“Pendapat dalam sunnah yang aku di atasnya dan aku melihat para shahabat kami juga di atasnya yaitu ahlul hadits yang aku melihat mereka dan mengambil ilmu dari mereka seperti Sufyan, Malik dan lainnya adalah menetapkan syahadat laa ilaaha illallah wa anna muhammadan rosulullah dan bahwasannya Allah di atas Arasnya di langit, Dia mendekat kepada makhluknya dengan apa yang ia kehendaki. Dan bahwa Allah Ta’ala turun ke langit dunia dengan cara yang Dia kehendaki”. Mukhtashar Al-‘Uluw - hal. 176). Sumber : Al Islam Sual Wa Jawab 228372. 

Para ahli takwil untuk membantah dalil tentang AllahTa’ala turun ke langit dunia, mereka mengunakan akal logikanya yang sempit, bahwa kalau Allah turun ke langit dunia di setiap malam, berarti arsynya Allah kosong. Dan waktu sepertiga malam terakhir itu berbeda-beda, berarti Allah keliling terus setiap malam. Inilah logika dangkal, karena berfikirnya dengan dimensi makhluk. Dan para ulama terdahulu maupun ulama sekarang telah membantah argumennya. 

Berkata Syekh Abdul Aziz Bin Marzuq rahimahullah dalam kitabnya Syarah Akidah Salaf Ashabul Hadist :

...محمد بن سلام سألت عبد الله بن المبارك عن نزول ليلة النصف من شعبان، فقال عبد الله: يا ضعيف في كل ليلة ينزل].

...Berkata Muhammad Bin Salam rahimahullah, aku bertanya kepada Abdullah bin Mubarak tentang turunnya (Allah) di malam pertengahan bulan Sya'ban (nisfu syaban).

Maka berkata Abdullah, Wahai dho'iif (orang yang lemah), di setiap malam Dia (Allah) turun.

وفي نسخة: [يا ضعيف ليلة النصف، ينزل في كل ليلة].

Di dalam salinan (nuskhoh yang lain) : Wahai dho'iif (orang yang lemah), di malam nisfu (saja ?), (bahkan) Dia (Allah) turun di setiap malam.

قال المؤلف رحمه الله تعالى: [فقال الرجل: يا أبا عبد الرحمن كيف ينزل؟ أليس يخلو ذلك المكان منه؟ فقال عبد الله: ينزل كيف شاء].

Berkata penulis Rahimahullah Ta'ala : Lalu seorang laki-laki berkata : Wahai Aba Abdirrahman bagaimana Dia turun? Bukankah tempatnya itu menjadi kosong? Maka berkata Abdullah, Dia turun sebagaimana Dia kehendaki.

وفي رواية أخرى لهذه الحكاية: أن عبد الله بن المبارك قال للرجل: إذا جاءك الحديث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم فاخضع له. شرح عقيدة السلف أصحاب الحديث - (للشيخ : عبد العزيز بن مرزوق الطريفي)

Dan dalam riwayat lain tentang hikayat ini. Bahwasanya Abdullah Bin Mubarak Dia berkata kepada seseorang: Apabila datang kepadamu sebuah hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, maka tunduklah padanya. (Syarah Akidah Salaf Ashabul Hadist). Sumber : https://al-maktaba.org/book/32180/82

Syeikh Bin Baz rahimahullah ditanya, 

كيف نرد على من قال: إنكم تقولون: أن الله ينزل إلى السماء الدنيا بالثلث الأخير من الليل فإن ذلك يقتضي تركه العرش؛ لأن ثلث الليل الأخير ليس في وقت واحد على أهل الأرض؟

Bagaimana menjawab pertanyaan seseorang yang berkata: “Anda mengatakan bahwa Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam akhir. Berarti ketika itu Allah meninggalkan Arsy? Selain itu sepertiga malam akhir itu tidak sama waktunya di semua belahan bumi.”

Beliau menjawab, 

هذا كلام رسول الله ﷺ فهو القائل عليه الصلاة والسلام: ينزل ربنا تبارك وتعالي إلى السماء الدنيا كل ليلة حين يبقي ثلث الليل الآخر؛ فيقول: من يدعوني فأستجيب له؟ من يسألني فأعطيه؟ من يستغفرني فأغفر له؟ حتى ينفجر الفجر 

Ini kalam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Beliau yang mengatakan alaihiishsholatu wasallam. 

“Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia setiap sepertiga malam akhir. Ia lalu berkata: ‘Barangsiapa yang berdoa, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri. Siapa yang memohon ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni. Hingga terbit fajar‘ ” (HR. Bukhari 1145, Muslim 758). 

متفق على صحته، وقد بين العلماء أنه نزول يليق بالله وليس مثل نزولنا، لا يعلم كيفيته إلا هو سبحانه وتعالى، فهو ينزل كما يشاء، ولا يلزم من ذلك خلو العرش فهو نزول يليق به ، والثلث يختلف في أنحاء الدنيا وهذا شيء يختص به تعالى لا يشابه خلقه في شيء من صفاته 

Hadits ini disepakati keshahihannya. Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud nuzul (turun) di sini adalah sifat nuzul yang layak bagi Allah bukan sebagaimana kita turun. Tidak ada yang mengetahui bagaimana bentuk turunnya kecuali Allah. Allah Ta’ala turun ketika Ia menginginkannya, dan ini tidak berarti ketika itu Arsy kosong, karena sifat nuzul di sini adalah nuzul yang layak bagi Allah Jalla Jalaluhu.

Juga masalah sepertiga malam akhir itu tidak sama waktunya di semua belahan bumi, nuzul Allah itu khusus bagi Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya sedikitpun. 

كما قال سبحانه: لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ [الشورى: 11] وقال جل وعلا: يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا [طه: 110] وقال في آية الكرسي: وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ [البقرة: 255] 

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)

Allah Jalla Jalaluhu juga berfirman:

“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya” (QS. Thaha: 110)

Allah Azza Wa Jalla juga berfirman dalam ayat kursi:

“Mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya” (QS. Al Baqarah: 255)

والآيات في هذا المعنى كثيرة، وهو سبحانه أعلم بكيفية نزوله، فعلينا أن نثبت النزول على الوجه الذي يليق بالله، ومع كونه استوى على العرش، فهو ينزل كما يليق به  ليس كنزولنا إذا نزل فلان من السطح خلا منه السطح، وإذا نزل من السيارة خلت منه السيارة فهذا قياس فاسد له، لأنه سبحانه لا يقاس بخلقه، ولا يشبه خلقه في شيء من صفاته. 

Ayat-ayat yang semakna dengan ini banyak sekali. Hanya Allah yang tahu bagaimana bentuk nuzul-Nya. Yang wajib bagi kita adalah menetapkan sifat nuzul bagi Allah sesuai apa yang layak bagi-Nya, dalam keadaan Ia berada di atas Arsy. Karena yang dimaksud nuzul di sini adalah sifat nuzul yang layak bagi Allah bukan sebagaimana kita turun. Yaitu jika seseorang turun dari suatu tempat yang tinggi, maka tempat tersebut akan kosong. Atau jika seseorang turun dari mobil maka mobil tersebut akan kosong. Ini adalah qiyas (analogi) yang rusak. Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak boleh dianalogikan dengan makhluk-Nya. Dan tidak menyerupai sifat makhluk-Nya sedikitpun... Majmu Fatawa. Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/4233  

Syekh Utsaimin rahimahullah ditanya :

ولكن هل يستلزم نزول الله عز وجل خلو العرش منه أو لا ؟

Akan tetapi, apakah turunnya Allah Azza wa Jalla berarti dia harus meninggalkan Arasy-Nya atau tidak?

Beliau menjawab : 

نقول أصل هذا السؤال تنطُّعٌ وإيراده غير مشكور عليه مورده ، لأننا نسأل هل أنت أحرص من الصحابة على فهم صفات الله ؟ إن قال : نعم . فقد كذب . وإن قال : لا . قلنا فلْيَسَعْكَ ما وسعهم ، فهم ما سألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وقالوا : يارسول الله إذا نزل هل يخلو منه العرش ؟ وما لك ولهذا السؤال ، قل ينزل واسكت يخلو منه العرش أو ما يخلو ، هذا ليس إليك ، أنت مأمور بأن تصدِّق الخبر ، لا سيما ما يتعلق بذات الله وصفاته لأنه أمر فوق العقول .

 "Kami katakan bahwa soal seperti ini sebenarnya soal yang berlebih-lebihan dan tidak layak disampaikan. Karena kita dapat balik bertanya, 'Apakah anda lebih bersungguh-sungguh dari para shahabat dalam memahami sifat Allah?' Jika dia mengatakan, 'Ya', maka sungguh dia telah dusta. Jika dia katakan, 'Tidak' maka kita katakan, 'Bersikaplah lapang seperti mereka bersikap lapang, mereka tidak menanyakan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, misalnya dengan berkata, 'Wahai Rasulullah, jika Dia turun, apakah berarti Dia meninggalkan Arasy-Nya?' Untuk apa anda bertanya seperti ini. Katakan saja 'Dia turun' lalu diam, apakah Dia meninggalkan Arasy-Nya atau tidak, itu bukan urusan anda. Anda hanya diperintahkan untuk membenarkan kabar yang disampaikan, khususnya yang berurusan dengan dzat Allah dan sifat-sifat-Nya. Karena ini adalah perkara di luar kemampuan akal." (Majmu Fatawa Syekh Muhammad Al-Utsaimin, 1/204-205).

AFM

Copas dari berbagai sumber


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hasil Dari Demonstrasi Dan Pemberontakan

KENAPA KAMU DIAM?

Royalti Di Akhirat