PENDAPAT WAHABI, LAKI-LAKI DEWASA BOLEH NENEN IBU ANGKATNYA SUPAYA MENJADI MAHRAM?
PENDAPAT WAHABI, LAKI-LAKI DEWASA BOLEH NENEN IBU ANGKATNYA SUPAYA MENJADI MAHRAM?
Fitnah, tuduhan dan hoax ahlul bid'ah, bahwa ahlussunnah (yang mereka gelari wahabi), membolehkan laki-laki dewasa NENEN ibu angkatnya supaya menjadi mahram.
Padahal perkara ini, sudah ada ikhtilaf para ulama sejak dahulu. Terjadinya perbedaan pendapat karena adanya dalil yang shahih yang mereka pegang.
PENDAPAT PERTAMA, ini pendapat Aisyah radhiyallahu anha dan madzhab zhohiri, mereka berpendapat, seseorang bisa menjadi mahram ibu angkatnya, dengan cara menyusui ibu angkatnya sekalipun sudah dewasa, dalilnya berikut ini.
Berkata Aisyah radhiyallahu anha,
جَاءَتْ سَهْلَةُ بِنْتُ سُهَيْلٍ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى أَرَى فِى وَجْهِ أَبِى حُذَيْفَةَ مِنْ دُخُولِ سَالِمٍ – وَهُوَ حَلِيفُهُ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَرْضِعِيهِ ». قَالَتْ وَكَيْفَ أُرْضِعُهُ وَهُوَ رَجُلٌ كَبِيرٌ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَ « قَدْ عَلِمْتُ أَنَّهُ رَجُلٌ كَبِيرٌ ». زَادَ عَمْرٌو فِى حَدِيثِهِ وَكَانَ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا. وَفِى رِوَايَةِ ابْنِ أَبِى عُمَرَ فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“SAHLAH binti Suhail pernah mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah! Aku melihat kecemburuan pada wajah Abu Khuzaifat ketika (keluar) masuknya Salim (ke rumah) padahal ia adalah pelayannya.” Nabi Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun bersabda, “Susuilah dia”. Sahlah berkata, “Bagaimana aku menyusuinya sedangkan ia adalah orang dewasa”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun tersenyum dan bersabda, “Aku tahu bahwa dia adalah orang dewasa”. Amr menambahkan dalam haditsnya, “Sedangkan dia (Salim) pernah mengikuti perang Badar”. Di dalam riwayat Ibnu Abi ‘Umar terdapat tambahan, “Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun tertawa”. (Riwayat Muslim).
Dan berkata Aisyah radhiyallahu anha,
جَاءَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ سَالِمًا – لِسَالِمٍ مَوْلَى أَبِى حُذَيْفَةَ – مَعَنَا فِى بَيْتِنَا وَقَدْ بَلَغَ مَا يَبْلُغُ الرِّجَالُ وَعَلِمَ مَا يَعْلَمُ الرِّجَالُ. قَالَ « أَرْضِعِيهِ تَحْرُمِى عَلَيْهِ
“Sungguh Sahlah binti Suhail bin ‘Amr pernah mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Salim –Salim mantan hamba sahaya Huzaifah- dari dulu hidup bersama di rumah kami dan setelah ia balig sebagaimana balignya orang dewasa dan setelah ia tahu seperti tahunya orang dewasa”. Nabi bersabda, “Susuilah dia, maka kamu akan menjadi mahramnya”. (Riwayat Muslim).
Berkata Sahlal istrinya Abu Hudzaifah radhiyallahu anhu,
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ سَالِمًا مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ يَدْخُلُ عَلَيَّ، وَهُوَ ذُو لِحْيَةٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَرْضِعِيهِ» . فَقَالَتْ: كَيْفَ أُرْضِعُهُ وَهُوَ ذُو لِحْيَةٍ؟ فَأَرْضَعَتْهُ، فَكَانَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا
“Aku pernah berkata, “Wahai Rasulullah! Sungguh Salim mantan hamba sahaya Abu Hudzaifah masuk ke rumahku, sedangkan dia sudah berjenggot”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Susuilah dia”. Sahlah berkata, “Bagaimana aku menyusuinya sedangka dia telah berjenggot”. Maka akhirnya Sahlah menyusuinya. Ia (Salim) pun akhirnya masuk ke rumahnya”. (Musnad Ahmad).
PENDAPAT KEDUA, ini pendapat isteri-isteri Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang lain dan pendapat mayoritas ulama. Bahwa anak yang disusui bisa menjadi mahram, adalah anak yang disusui sebelum umur dua tahun. Mereka berhujjah dengan dalil-dalil berikut ini,
Berkata Ummu Salamah radhiyallahu anha,
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يُحَرِّمُ مِنَ الرَّضَاعِ اِلاَّ مَا فَتَقَ اْلاَمْعَاءَ فِى الثَّدْيِ، وَ كَانَ قَبْلَ اْلفِطَامِ.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak dapat menjadikan mahram melainkan susuan yang memberi bekas pada perut dengan susuan itu, dan hal itu terjadi pada waktu anak tersebut belum disapih”. (Riwayat Tirmidzi).
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma,
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ رَضَاعَ اِلاَّ مَا كَانَ فِى اْلحَوْلَيْنِ.
“Rasulullah shallallahu alaihi bersabda, “Tidak ada susuan melainkan yang berlangsung dalam (usia) dua tahun”. (Riwayat Daruquthni).
Berkata Jarir radhiyallahu anhu,
النَّبِيِّ صلى الله عليه قَالَ: لاَ رَضَاعَ بَعْدَ فِصَالٍ وَ لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ. ابو داود و الطياليسى فى مسنده
Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Tidak ada susuan sesudah disapih dan tidak ada yatim sesudah baligh”. (Riwayat Abu Dawud).
Dan para ulama Saudi anggota Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Ifta’ berpendapat dengan pendapat kedua, pendapatnya jumhur ulama, begitu pula pendapat, Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Abdullah Al-Fauzan. Jadi merupakan salah besar dan tuduhan, fitnah dan hoax tidak berdasar bahwa ulama Saudi yang mereka gelari ulama WAHABI, membolehkan laki-laki dewasa menyusu kepada ibu angkatnya agar menjadi mahram.
Dan sebagian ulama dalam mengkompromikan kedua pendapat ini yang masing-masing berhujjah dengan dalil-dalil yang shahih, bahwa dalil laki-laki dewasa boleh menyusu kepada ibu angkatnya itu khusus RUKHSHOH (KERINGANAN) hanya untuk Salim rahimahullah semata, bukan untuk selainnya. Dalilnya berikut ini,
Ummu Salamah radliyallahu 'anha,
أَبَى سَائِرُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُدْخِلْنَ عَلَيْهِنَّ أَحَدًا بِتِلْكَ الرَّضَاعَةِ وَقُلْنَ لِعَائِشَةَ وَاللَّهِ مَا نَرَى هَذَا إِلَّا رُخْصَةً أَرْخَصَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِسَالِمٍ خَاصَّةً فَمَا هُوَ بِدَاخِلٍ عَلَيْنَا أَحَدٌ بِهَذِهِ الرَّضَاعَةِ وَلَا رَائِينَا
"Para istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam enggan (menolak) memberi kebebasan masuk rumah mereka bagi anak-anak yang telah dijadikan mahram karena susuan. Dan kami berkata kepada Aisyah; “Demi Allah kami tidak melihat hal ini, kecuali hanya sekedar KERINGANAN yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam khusus untuk SALIM, oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang mahram kerena susuan yang boleh masuk ke rumah kami dan melihat kami.” (Riwayat Muslim).
Berkata Ummu Salamah radhiyallahu anha,
اَبَى سَائِرُ اَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم اَنْ يُدْخِلْنَ عَلَيْهِنَّ اَحَدًا بِتِلْكَ الرَّضَاعَةِ وَ قُلْنَ لِعَائِشَةَ: مَا نَرَى هذَا اِلاَّ رُخْصَةً اَرْخَصَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص لِسَالِمٍ خَاصَّةً، فَمَا هُوَ بِدَاخِلٍ عَلَيْنَا اَحَدٌ بِهذِهِ الرَّضَاعَةِ، وَ لاَ رَائِيْنًا. احمد و مسلم و النسائى و ابن ماجه
“Seluruh istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam menolak keluar-masuk (rumah) mereka dengan (cara) susuan seperti itu, dan mereka (juga) pernah menyanggah Aisyah, “Tidakkah engkau tahu, bahwa itu hanya suatu KERINGANAN yang dikhususkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam buat Salim saja?”. Maka tidaklah seseorang (boleh) masuk (rumah) kami dengan susuan seperti itu dan (juga) tidak (boleh) melihat kami”. (Riwayat Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Berkata Urwah rahimahullah,
أَبَى سَائِرُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيْهِنَّ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ بِتِلْكَ الرَّضَاعَةِ يُرِيدُ رَضَاعَةِ الْكَبِيرِ ، وَقُلْنَ لِعَائِشَةَ ، وَاللَّهِ مَا نَرَى الَّذِي أَمَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَهْلَةَ بِنْتَ سُهَيْلٍ ، إِلاَّ رُخْصَةً فِي رَضَاعَةِ سَالِمٍ ، وَحْدَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ لاَ يَدْخُلُ عَلَيْنَا أَحَدٌ بِهَذِهِ الرَّضْعَةِ ، وَلاَ يَرَانَا.
“Seluruh istri-istri Nabi menolak memasukan seseorang (yang sudah dewasa) ke rumah mereka dengan cara penyusuan seperti itu, yaitu penyusuan anak yang sudah dewasa”. Kami berkata kepada Aisyah, “Demi Allah kami tidak memandang perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Sahlah melainkan sebagai KERINGANAN dalam penyusuan Salim aja yang didapat dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Seseorang tidak akan masuk rumah kami dengan semacam penyusuan ini dan seseorang tidak akan dapat melihat kami”. (Riwayat Sunan an-Nasa’i).
Tuduhan, fitnah dan hoax ahlu bid'ah terhadap ulama ahlussunnah (yang mereka gelari wahabi) tentang membolehkan laki-laki dewasa nenen kepada ibu angkatnya supaya mahram, tidaklah benar, karena mereka berpendapat sebagaimana pendapat mayoritas ulama.
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar