PESANTREN SALAF (SALAFIYYAH) DAN PESANTREN MODERN
PESANTREN SALAF (SALAFIYYAH) DAN PESANTREN MODERN
Dulu yang namanya pesantren salafiyyah adalah pesantren tradisional istilahnya. Yakni pesantren yang hanya mengajarkan pelajaran yang berhubungan dengan agama. Seperti tauhid, fiqh, tafsir, nahwu sharaf dan semisalnya. Dan sistem atau metode pembelajarannya adalah sistem sorogan atau bandongan.
Metode Sorogan adalah metode di mana santri membaca langsung kitab di hadapan kiai. Santri akan menerjemahkan dan menjelaskan isi kitab, kemudian kiai mengoreksi atau menambahkan penjelasan.
Sedangkan metode bandongan adalah cara pembelajaran di mana kiai membaca, menerjemahkan, dan menjelaskan isi kitab kuning secara langsung kepada santri yang menyimak. Santri biasanya hanya mendengarkan sambil mencatat bagian penting atau makna kata-kata dalam kitab.
Belajarnya duduk melantai. Santri dan kiyainya biasanya bersongkok hitam nasional atau bersorban, pakai baju koko dan sarungan. Kalau sudah selesai mondok, tidak mendapatkan ijazah formal.
Sedangkan pesantren non salafiyyah, disebut juga pesantren modern, yang pelajaran umumnya sudah masuk, seperti matematika, IPA, bahasa Indonesia (Inggris), hampir berimbang dengan pelajaran agamanya. Sistem pembelajaran sudah sistem kelas, santri dan gurunya pakai kursi dan meja. Guru dan santrinya pakai celana panjang dan baju yang dimasukkan ke dalam celana. Jika selesai mondok mendapatkan ijazah formal.
Sebagian pesantren salaf tradisional di zaman dulu, juga terkenal dengan ilmu kedigjayaan. Belajar silat dan tenaga dalam. Bahkan ilmu sambatan. Yakni ilmu yang bisa memanggil makhluk halus. Sehingga orang bisa jurus harimau, karena yang dipanggil adalah harimau. Ada juga jurus monyet, macan dan lain sebagainya.
Waktu saya masih SMP, di mushollah kampung banyak yang mempraktekan tenaga dalam dan ilmu sambatan dari tetangga-tetangga alumni pesantren salafiyyah tradisional. Dan saya sendiri menyaksikan orang yang belajar silat dan tenaga dalam di beberapa pesantren, yang kiyainya masih ada hubungan keluarga dari pihak ibu.
Pesantren-pesantren salafiyyah tradisional di zaman dulu, banyak yang antipati dengan pesantren modern yang ada pelajaran formalnya, sistem kelas, pakai kursi meja dan pakai celana panjang, dianggap itu meniru orang-orang barat.
Namun di zaman sekarang ini, kalau orang mengatakan pesantren salaf atau salafiyyah, langsung saja anggapannya itu pesantren wahabi. Mendengar pesantren salaf atau salafi, sebagian orang langsung kegerahan dan kepanasan dan mewanti-wanti saudaranya, tetangganya atau temannya, untuk tidak memasukkan anaknya ke pesantren salaf atau salafi.
Dibuatlah framing, bahwa pesantren salaf atau salafi itu pesantren yang membawa paham wahabi yang sesat, yang suka mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum muslimin yang bukan golongannya.
Padahal isu wahabi itu, adalah isu kadaluarsa. Yang menurut Hamka (ulama Muhammadiyah) adalah isu yang digemboskan oleh kolonial Belanda dan orang-orang PKI. Karena orang-orang yang belajar ilmu agama dari kalangan wahabi, pasti akan mengadakan perlawanan dan pemberontakan terhadap penjajah. Dan dipastikan juga anti komunisme yang diusung PKI.
Di zaman dulu, laqob wahabi itu disematkan kepada orang-orang Muhammadiyyah yang pada saat itu gencar memberantas TBC (tahayul, bidah dan churafat). Kalau orang tidak tahlilan, tidak qunut subuh, tidak merayakan maulid dan yang semacamnya, pasti dikatakan orang Muhammadiyah, orang wahabi.
Namun saat ini gelar wahabi itu ditujukan kepada orang-orang salafi. Yang inti dakwahnya mengajak kepada tauhid dan menjauhi kesyirikan. Mengajak kepada sunnah dan menjauhi bid'ah.
AFM
Komentar
Posting Komentar