TURUN HUJAN, KADANG SEBAGAI RAHMAT DAN KADANG AZAB

TURUN HUJAN, KADANG SEBAGAI RAHMAT DAN KADANG AZAB


Ada seorang ustadz, sebelum terjadi banjir bandang di Sumbar baru-baru ini, mengabarkan bahwa hujan turun selama 15 hari berturut-turut. Inilah salah satu sebab terjadinya banjir besar yang sangat dahsyat. 

Dahulu, di zaman Nabi Nuh alaihi salam turun hujan begitu lama, hingga seluruh belahan bumi tenggelam, sampai puncak gunung tertinggi pun ikut tenggelam. Ada banyak versi berapa lama turun hujan berlangsung pada saat itu, ada yang yang mengatakan selama 40 hari 40 malam. Menurut Ibnu Majid, yang paling shahih adalah 70 hari. Sementara Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah menyatakan lamanya 150 hari.

Memang kadang, hujan turun sebagai rahmat, yang tadinya bumi kering dan gersang, kembali menghijau. Tumbuh-tumbuhan pun kembali tumbuh.

Allah Ta’ala berfirman,

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy Syuura: 28).

Disebutkan dalam tafsir Al Mukhtashar,

 "وهو الذي ينزل المطر على عباده من بعد ما يئسوا من نزوله، وينشر هذا المطر فتنبت الأرض، وهو المتولّي شؤون عباده، المحمود على كل حال."


"Dia lah yang menurunkan hujan kepada hamba-hamba-Nya setelah mereka putus asa dari turunnya hujan, dan menyebarkan rahmat-Nya dengan hidupnya bumi setelah turun hujan, dan Dia lah yang mengatur semua urusan hamba-hamba-Nya dan Dia Maha Terpuji atas segala hal." (Tafsir Mukhtashar).

Namun kadang juga hujan turun sebagai azab, bukan sebagai rahmat. Yakni turun hujan yang sangat deras yang berlangsung lama, mungkin berhari-hari, bahkan sampai sebulan lebih.

Allah Ta’ala berfirman tentang peristiwa banjir yang menenggelamkan bumi di zaman Nabi Nuh alaihi salam.

Allah Ta'ala berfirman, 

وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim.“” (QS. Hud: 44).

Hujan turun sebagai azab, juga menimpa kaum Aad yang durhaka dan banyak berbuat dosa. 

Allah Ta'ala berfirman, 

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ (24) تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (25)

“Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.” (QS. Al Ahqaf: 24-25)

Sebagian orang, kalau melihat langit mendung, riang gembira karena pertanda akan turunnya hujan, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam justru khawatir, jangan-jangan itu turun azab. Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

وَكَانَ إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ رِيحًا عُرِفَ فِى وَجْهِهِ . قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْغَيْمَ فَرِحُوا ، رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ فِيهِ الْمَطَرُ ، وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عُرِفَ فِى وَجْهِكَ الْكَرَاهِيَةُ . فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ مَا يُؤْمِنِّى أَنْ يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ ، وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا ( هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا ) »

“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat mendung atau angin, maka raut wajahnya pun berbeda.” ‘Aisyah berkata, “Wahai Rasululah, jika orang-orang melihat mendung, mereka akan begitu girang. Mereka mengharap-harap agar hujan segera turun. Namun berbeda halnya dengan engkau. Jika melihat mendung, terlihat wajahmu menunjukkan tanda tidak suka.” Beliau pun bersabda, “Wahai ‘Aisyah, apa yang bisa membuatku merasa aman? Siapa tahu ini adaah azab. Dan pernah suatu kaum diberi azab dengan datangnya angin (setelah itu). Kaum tersebut (yaitu kaum ‘Aad) ketika melihat azab, mereka mengatakan, “Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, ketika hujan turun, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdoa, agar hujan yang turun itu bermanfaat.

Berkata Aisyah radhiyallahu ’anha,

إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ  اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً

Sesungguhnya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”. (HR. Bukhari).

Namun ketika hujan semakin deras, dan dalam waktu yang lama, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdoa,

"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turunkanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].” (HR. Bukhari).

AFM

Copas dari berbagai sumber 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hasil Dari Demonstrasi Dan Pemberontakan

KENAPA KAMU DIAM?

Royalti Di Akhirat