Berjalan Tanpa Penuntun
BERJALAN TANPA PENUNTUN
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Seseorang yang berjalan tanpa penuntun akan mendapatkan kesulitan, kesusahan dan tidak sampai ke tujuan. Begitu pula orang yang beramal tanpa petunjuk dalil alquran dan as sunnah, bagaikan orang berjalan tanpa penuntun, dia akan menyimpang dari jalan yang lurus.
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
مَنْ فَارَقَ الدَّلِيْلَ ضَلَّ السَّبِيْل وَلاَ دَلِيْلَ إِلاَّ بِمَا جَاءَ بِهِ الرَّسُوْلُ
“Siapa yang meninggalkan dalil, dia sesat dari jalan (jalan yang lurus) dan tidak ada dalil kecuali dengan apa yang Rasul datang dengannya. (Miftah Daris Sa’adah 1.204).
Berkata Imam Ibnu Qoyim rahimahullah :
«وَمَنْ أَحَالَكَ عَلَى غَيْرِ «أَخْبَرَنَا» وَ«حَدَّثَنا» فَقَدْ أَحَالَكَ: إِمَّا عَلَى خَيَالٍ صُوفِيٍّ أَوْ قِيَاسٍ فَلْسَفِيٍّ، أَوْ رَأْيٍ نَفْسِيٍّ، فَلَيْسَ بَعْدَ القُرْآنِ وَ«أَخْبَرَنَا» وَ«حَدَّثَنَا» إِلاَّ شُبُهَاتُ المُتَكَلِّمِينَ، وَآرَاءُ المُنْحَرِفِينَ وَخَيَالاَتُ المُتَصَوِّفِينَ وَقِيَاسُ المُتَفَلْسِفِينَ، وَمَنْ فَارَقَ الدَّلِيلَ ضَلَََّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ، وَلاَ دَلِيلَ إِلَى اللهِ وَالجَنَّةِ سِوَى الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَكُلُّ طَرِيقٍ لَمْ يَصْحَبْهَا دَلِيلُ القُرْآنِ وَالسُّنَّةِ، فَهِيَ مِنْ طُرُقِ الجَحِيمِ وَالشَّيْطَانِ ِالرَّجِيمِ».
Dan barang siapa yang menyampaikan ilmu padamu pada selain akhbarona (mengabarkan pada kami) dan haddatsana (menceritakan pada kami), maka sungguh ia telah menyampaikan kerancuan, adakalanya atas khayalan sufi, qiyasnya filsafat, atau pendapat pribadi.
العَامِلُ بِلاَ عِلْمٍ كَالسَّائِرِ بِلاَ دَلِيْلٍ وَمَعْلُوْمٌ أنَّ عَطَبَ مِثْلِ هَذَا أَقْرَبُ مِنْ سَلاَمَتِهِ وَإِنْ قُدِّرَ سَلاَمَتُهُ اِتِّفَاقًا نَادِرًا فَهُوَ غَيْرُ مَحْمُوْدٍ بَلْ مَذْمُوْمٌ عِنْدَ العُقَلاَءِ
“Orang yang beramal tanpa ilmu bagaikan orang yang berjalan tanpa ada penuntun. Sudah dimaklumi bahwa orang yang berjalan tanpa penuntun akan mendapatkan kesulitan dan sulit untuk selamat. Taruhlah ia bisa selamat, namun itu jarang. Menurut orang yang berakal, ia tetap saja tidak dipuji bahkan dapat celaan.” (Miftah Daris Sa’adah 1-135).
Seseorang yang berjalan tanpa penuntun akan mendapatkan kesulitan, kesusahan dan tidak sampai ke tujuan. Begitu pula orang yang beramal tanpa petunjuk dalil alquran dan as sunnah, bagaikan orang berjalan tanpa penuntun, dia akan menyimpang dari jalan yang lurus.
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
مَنْ فَارَقَ الدَّلِيْلَ ضَلَّ السَّبِيْل وَلاَ دَلِيْلَ إِلاَّ بِمَا جَاءَ بِهِ الرَّسُوْلُ
“Siapa yang meninggalkan dalil, dia sesat dari jalan (jalan yang lurus) dan tidak ada dalil kecuali dengan apa yang Rasul datang dengannya. (Miftah Daris Sa’adah 1.204).
Berkata Imam Ibnu Qoyim rahimahullah :
«وَمَنْ أَحَالَكَ عَلَى غَيْرِ «أَخْبَرَنَا» وَ«حَدَّثَنا» فَقَدْ أَحَالَكَ: إِمَّا عَلَى خَيَالٍ صُوفِيٍّ أَوْ قِيَاسٍ فَلْسَفِيٍّ، أَوْ رَأْيٍ نَفْسِيٍّ، فَلَيْسَ بَعْدَ القُرْآنِ وَ«أَخْبَرَنَا» وَ«حَدَّثَنَا» إِلاَّ شُبُهَاتُ المُتَكَلِّمِينَ، وَآرَاءُ المُنْحَرِفِينَ وَخَيَالاَتُ المُتَصَوِّفِينَ وَقِيَاسُ المُتَفَلْسِفِينَ، وَمَنْ فَارَقَ الدَّلِيلَ ضَلَََّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ، وَلاَ دَلِيلَ إِلَى اللهِ وَالجَنَّةِ سِوَى الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَكُلُّ طَرِيقٍ لَمْ يَصْحَبْهَا دَلِيلُ القُرْآنِ وَالسُّنَّةِ، فَهِيَ مِنْ طُرُقِ الجَحِيمِ وَالشَّيْطَانِ ِالرَّجِيمِ».
Dan barang siapa yang menyampaikan ilmu padamu pada selain akhbarona (mengabarkan pada kami) dan haddatsana (menceritakan pada kami), maka sungguh ia telah menyampaikan kerancuan, adakalanya atas khayalan sufi, qiyasnya filsafat, atau pendapat pribadi.
Maka tidaklah ada setelah Al-Quran dan akhbarona (mengabarkan pada kami) serta haddatsana (menceritakan pada kami) kecuali syubhatnya orang-orang yang berbicara, pendapat-pendapat orang yang merubah-rubah pengertian ayat, hadits atau hukum, khayalan-khayalan orang-orang shufi, dan qiyasnya filsuf-filsuf, dan barang siapa yang meninggalkan dalil maka ia sesat dari lurusnya jalan. Dan tidak ada dalil menuju kepada Allah dan surga selain Al-Quran dan As-Sunnah, dan setiap jalan yang dalil Quran dan Sunnah tidak menyertainya maka itu termasuk jalannya (menuju) neraka jahim dan syaithan yang terkutuk. (Miftah Daris Sa’adah 2/468).
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah :
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah :
العَامِلُ بِلاَ عِلْمٍ كَالسَّائِرِ بِلاَ دَلِيْلٍ وَمَعْلُوْمٌ أنَّ عَطَبَ مِثْلِ هَذَا أَقْرَبُ مِنْ سَلاَمَتِهِ وَإِنْ قُدِّرَ سَلاَمَتُهُ اِتِّفَاقًا نَادِرًا فَهُوَ غَيْرُ مَحْمُوْدٍ بَلْ مَذْمُوْمٌ عِنْدَ العُقَلاَءِ
“Orang yang beramal tanpa ilmu bagaikan orang yang berjalan tanpa ada penuntun. Sudah dimaklumi bahwa orang yang berjalan tanpa penuntun akan mendapatkan kesulitan dan sulit untuk selamat. Taruhlah ia bisa selamat, namun itu jarang. Menurut orang yang berakal, ia tetap saja tidak dipuji bahkan dapat celaan.” (Miftah Daris Sa’adah 1-135).
Komentar
Posting Komentar