Mendiamkan Kemungkaran
MENDIAMKAN KEMUNGKARAN
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ada seseorang yang melihat, mengetahui dan menyaksikan kemaksiatan dan kemungkaran namun diam saja, tidak merubahnya, tinggal tunggu saja ketika azab turun, dia pun akan mendapatkannya. Dia akan celaka dan binasa bersama-sama orang yang berbuat kemaksiatan dan dosa.
Allah Ta'ala berfirman :
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah diri kalian dari fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian, dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfaal : 25)
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :
يحذر تعالى عباده المؤمنين فتنة أي : اختبارا ومحنة ، يعم بها المسيء وغيره ، لا يخص بها أهل المعاصي ولا من باشر الذنب ، بل يعمهما ، حيث لم تدفع وترفع
Peringatan dari Allah ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman tentang fitnah, yaitu ujian dan bencana, yang tidak hanya dikhususkan bagi ahli maksiat dan pelaku dosa saja, namun berlaku umum, terhadap orang yang melakukan kemaksiatan ataupun tidak. Hal ini terjadi karena orang-orang yang tidak melakukan perbuatan dosa tadi tidak berupaya mencegah dan menghentikan kemaksiatan para ahli maksiat. (Tafsir Ibnu Katsir).
Berkata At-Thabari rahimahullah menyampaikan sebuah riwayat dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu anhu tentang ayat ini. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata :
أمر الله المؤمنين أن لا يقرُّوا المنكر بين أظهرهم، فيعمَّهم الله بالعذاب.
“Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk tidak mendiamkan kemungkaran yang tampak di hadapan mereka, jika demikian (tetap mendiamkan) maka Allah akan menimpakan azab yang berlaku umum.” (Tafsir Thabari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ القَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالوَاقِعِ فِيهَا، كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ المَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا، وَنَجَوْا جَمِيعًا
“Perumpamaan orang yang komitmen terhadap ketentuan-ketentuan Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti sekelompok orang yang menumpangi sebuah kapal. Sebagian mereka berada di bagian atas, dan sebagian yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang yang di bawah ingin mengambil air, mereka harus melewati orang-orang yang di atas mereka. Lalu mereka berkata: ‘Seandainya kita lubangi saja (kapal ini) pada bagian kita, kita tentu tidak akan menyusahkan orang-orang yang di atas kita’. Jika hal tersebut dibiarkan oleh orang-orang yang di atas, padahal mereka tidak menghendakinya, niscaya binasalah mereka semua, dan jika mereka mencegahnya, maka selamatlah semuanya.” (HR. Bukhari).
Untuk itu, jika terjadi kemungkaran, kemaksiatan dan perbuatan dosa terjadi dihadapkan seseorang, maka hendaklah rubah dan peringatkan sekemampuannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah ia dengan tangan, jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisan, jika tidak mampu, maka dengan hati (dengan menunjukkan ketidak ridhaan terhadap kemungkaran tersebut), dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Manusia yang membiarkan kemungkaran terjadi dan hanya diam saja, tidak memperingatkan dan tidak mencegahnya, itu seperti syetan bisu.
Abu Ali Ad-Daqaq rahimahullah berkata:
الساكت عن الحق شيطان أخرس, والمتكلم بالباطل شيطان ناطق
"Orang yang diam dari kebenaran, dialah setan yang bisu. Sedangkan, orang berbicara dengan kebatilan, maka dialah setan yang berbicara." (Sittu Durar Min Ushuli Ahlil Atsar, hal. 109).
Berkata Ibnu Qoyyim rahimahullah, berkata Abu 'Ali Ad-Daqqaaq rahimahullah :
المتكلم بالباطل شيطان ناطق و الساكت عن الحق شيطان أخرس
Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah syaithan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah syaithan yang bisu. (Ibnul Qayyim di dalam Ad-Daa' wad Dawaa', hlm. 155).
Untuk itu peringatkanlah dan cegahlah kemungkaran dan kemaksiatan baik yang dilakukan oleh karib kerabat sendiri (orang tua, kakak, adik, isteri, anak-anak dan kerabat lainnya) maupun oleh teman, sahabat, tetangga dan yang lainnya.
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ada seseorang yang melihat, mengetahui dan menyaksikan kemaksiatan dan kemungkaran namun diam saja, tidak merubahnya, tinggal tunggu saja ketika azab turun, dia pun akan mendapatkannya. Dia akan celaka dan binasa bersama-sama orang yang berbuat kemaksiatan dan dosa.
Allah Ta'ala berfirman :
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah diri kalian dari fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian, dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfaal : 25)
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :
يحذر تعالى عباده المؤمنين فتنة أي : اختبارا ومحنة ، يعم بها المسيء وغيره ، لا يخص بها أهل المعاصي ولا من باشر الذنب ، بل يعمهما ، حيث لم تدفع وترفع
Peringatan dari Allah ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman tentang fitnah, yaitu ujian dan bencana, yang tidak hanya dikhususkan bagi ahli maksiat dan pelaku dosa saja, namun berlaku umum, terhadap orang yang melakukan kemaksiatan ataupun tidak. Hal ini terjadi karena orang-orang yang tidak melakukan perbuatan dosa tadi tidak berupaya mencegah dan menghentikan kemaksiatan para ahli maksiat. (Tafsir Ibnu Katsir).
Berkata At-Thabari rahimahullah menyampaikan sebuah riwayat dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu anhu tentang ayat ini. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata :
أمر الله المؤمنين أن لا يقرُّوا المنكر بين أظهرهم، فيعمَّهم الله بالعذاب.
“Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk tidak mendiamkan kemungkaran yang tampak di hadapan mereka, jika demikian (tetap mendiamkan) maka Allah akan menimpakan azab yang berlaku umum.” (Tafsir Thabari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ القَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالوَاقِعِ فِيهَا، كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ المَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا، وَنَجَوْا جَمِيعًا
“Perumpamaan orang yang komitmen terhadap ketentuan-ketentuan Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti sekelompok orang yang menumpangi sebuah kapal. Sebagian mereka berada di bagian atas, dan sebagian yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang yang di bawah ingin mengambil air, mereka harus melewati orang-orang yang di atas mereka. Lalu mereka berkata: ‘Seandainya kita lubangi saja (kapal ini) pada bagian kita, kita tentu tidak akan menyusahkan orang-orang yang di atas kita’. Jika hal tersebut dibiarkan oleh orang-orang yang di atas, padahal mereka tidak menghendakinya, niscaya binasalah mereka semua, dan jika mereka mencegahnya, maka selamatlah semuanya.” (HR. Bukhari).
Untuk itu, jika terjadi kemungkaran, kemaksiatan dan perbuatan dosa terjadi dihadapkan seseorang, maka hendaklah rubah dan peringatkan sekemampuannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah ia dengan tangan, jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisan, jika tidak mampu, maka dengan hati (dengan menunjukkan ketidak ridhaan terhadap kemungkaran tersebut), dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Manusia yang membiarkan kemungkaran terjadi dan hanya diam saja, tidak memperingatkan dan tidak mencegahnya, itu seperti syetan bisu.
Abu Ali Ad-Daqaq rahimahullah berkata:
الساكت عن الحق شيطان أخرس, والمتكلم بالباطل شيطان ناطق
"Orang yang diam dari kebenaran, dialah setan yang bisu. Sedangkan, orang berbicara dengan kebatilan, maka dialah setan yang berbicara." (Sittu Durar Min Ushuli Ahlil Atsar, hal. 109).
Berkata Ibnu Qoyyim rahimahullah, berkata Abu 'Ali Ad-Daqqaaq rahimahullah :
المتكلم بالباطل شيطان ناطق و الساكت عن الحق شيطان أخرس
Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah syaithan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah syaithan yang bisu. (Ibnul Qayyim di dalam Ad-Daa' wad Dawaa', hlm. 155).
Untuk itu peringatkanlah dan cegahlah kemungkaran dan kemaksiatan baik yang dilakukan oleh karib kerabat sendiri (orang tua, kakak, adik, isteri, anak-anak dan kerabat lainnya) maupun oleh teman, sahabat, tetangga dan yang lainnya.
Komentar
Posting Komentar