Perbedaan Dalam Mencari Rizki
PERBEDAAN DALAM MENCARI RIZKI
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ketika ada salah satu tokoh yang berasal dari ormas tertentu menjadi tersangka korupsi oleh KPK, ormasnya tetap membelanya dengan mengatakan, dia adalah kebanggaan kami dan korupsi itu perbedaan dalam mencari rezeki.
Perkataan tersebut benar adanya. Tidak ada yang salah sedikit pun. Karena dalam mencari rizki itu ada yang mencarinya dengan cara yang halal dan ada yang mencarinya dengan cara yang haram. Dan sang tersangka itu mencari rizki dengan cara yang haram.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai manusia bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, karena tidaklah suatu jiwa akan mati hingga terpenuhi rezekinya, walau lambat rezeki tersebut sampai kepadanya, maka bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, ambillah rezeki yang halal dan tinggalkanlah rezeki yang haram” (HR. Ibnu Majah. Berkata Syaikh Al-Albani : Hadits Shahih).
يَأْتِي عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ أَمِنَ الْحَلَالِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak peduli apa yang dia ambil, apakah dari hasil yang halal atau yang haram.” (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa’i. Shahih At-Targhib no. 1722).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari dan Muslim).
Diantara salah satu sebab seseorang melakukan korupsi atau mencuri adalah dorongan dari keluarga, terutama isteri. Mungkin karena permintaan isteri yang melebihi penghasilannya, akhirnya dia nekad untuk mencuri atau korupsi.
إِيَّاكَ وَكَسْبَ الْحَرَامِ، فَإِنَّا نَصْبِرُ عَلَى الْجُوْعِ وَلاَ نَصْبِرُ عَلىَ النَّارِ
“Jauhi olehmu penghasilan yang haram, karena kami mampu bersabar atas rasa lapar tapi kami tak mampu bersabar atas neraka.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin).
Perkataan tersebut benar adanya. Tidak ada yang salah sedikit pun. Karena dalam mencari rizki itu ada yang mencarinya dengan cara yang halal dan ada yang mencarinya dengan cara yang haram. Dan sang tersangka itu mencari rizki dengan cara yang haram.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai manusia bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, karena tidaklah suatu jiwa akan mati hingga terpenuhi rezekinya, walau lambat rezeki tersebut sampai kepadanya, maka bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, ambillah rezeki yang halal dan tinggalkanlah rezeki yang haram” (HR. Ibnu Majah. Berkata Syaikh Al-Albani : Hadits Shahih).
Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda :
نَفَثَ رُوحُ الْقُدُسِ فِي رَوْعِي أَنَّ نفْسًا لَنْ تَخْرُجَ مِنَ الدُّنْيَا حَتَّى تَسْتَكْمِلَ أَجَلَهَا، وَتَسْتَوْعِبَ رِزْقَهَا، فَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ، وَلا يَحْمِلَنَّكُمِ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ تَطْلُبُوهُ بِمَعْصِيَةِ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ لا يُنَالُ مَا عِنْدَهُ إِلا بِطَاعَتِهِ”.
“Ruh Kudus (Malaikat Jibril) membisikkan di dadaku bahwa ‘tidaklah suatu jiwa meninggal dunia sampai disempurnakan baginya ajal dan dipenuhi rezekinya. Oleh karenanya perbaguslah di dalam mencari rezeki. Janganlah ia merasa lambatnya rezeki, menyebabkan ia mencari rezeki tersebut dengan bermaksiat kepada Allah, karena sesungguhnya Allah tidak dapat dicapai kecuali dengan mentaati-Nya’” (HR.Thabrani dalam Mu’jam Kabiir. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih).
Dalil di atas merupakan perintah untuk mencari rizki dengan cara yang halal, sedangkan mencuri atau korupsi merupakan cara mencari rizki dengan cara yang haram.
نَفَثَ رُوحُ الْقُدُسِ فِي رَوْعِي أَنَّ نفْسًا لَنْ تَخْرُجَ مِنَ الدُّنْيَا حَتَّى تَسْتَكْمِلَ أَجَلَهَا، وَتَسْتَوْعِبَ رِزْقَهَا، فَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ، وَلا يَحْمِلَنَّكُمِ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ تَطْلُبُوهُ بِمَعْصِيَةِ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ لا يُنَالُ مَا عِنْدَهُ إِلا بِطَاعَتِهِ”.
“Ruh Kudus (Malaikat Jibril) membisikkan di dadaku bahwa ‘tidaklah suatu jiwa meninggal dunia sampai disempurnakan baginya ajal dan dipenuhi rezekinya. Oleh karenanya perbaguslah di dalam mencari rezeki. Janganlah ia merasa lambatnya rezeki, menyebabkan ia mencari rezeki tersebut dengan bermaksiat kepada Allah, karena sesungguhnya Allah tidak dapat dicapai kecuali dengan mentaati-Nya’” (HR.Thabrani dalam Mu’jam Kabiir. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih).
Allah Ta'ala pun melarang memakan harta sebagian yang lain atas sebagian yang lain dengan jalan yang batil. Dan termasuk memakan harta dengan cara yang batil adalah mencuri atau korupsi.
Allah Ta'ala berfirman :
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (Surah Al-Baqarah: 188).
Namun manusia kadang tidak peduli, apakah rizkinya di dapat dengan cara yang halal atau dengan cara yang haram, yang terpenting hawa nafsunya terpuaskan.
Padahal hawa nafsu dan rakus terhadap harta selamanya tidak akan terpuaskan sampai jasad masuk ke lubang kubur.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
يَأْتِي عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ أَمِنَ الْحَلَالِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak peduli apa yang dia ambil, apakah dari hasil yang halal atau yang haram.” (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa’i. Shahih At-Targhib no. 1722).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari dan Muslim).
Tidak sebagaimana isteri para salaf terdahulu, mereka sering mengatakan ketika suaminya pergi untuk mencari nafkah, "Jauhi penghasilan yang haram, wahai suamiku."
Berkata salah seorang isteri para salaf kepada suaminya.
إِيَّاكَ وَكَسْبَ الْحَرَامِ، فَإِنَّا نَصْبِرُ عَلَى الْجُوْعِ وَلاَ نَصْبِرُ عَلىَ النَّارِ
“Jauhi olehmu penghasilan yang haram, karena kami mampu bersabar atas rasa lapar tapi kami tak mampu bersabar atas neraka.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin).
Untuk itu, tidak perlu ada yang dibanggakan dari tercelanya perbuatan mencuri atau korupsi dan tidak perlu membabi-buta membela kejahatan. Kebenaran yang harus dibela dan kebatilan harus dicegah dan diingkari.
Komentar
Posting Komentar