BAHAYA MENGIKUTI AKAL DAN PERASAAN
BAHAYA MENGIKUTI AKAL DAN PERASAAN
Ada sebagian orang dalam beramal dan beribadah ukurannya perasaan dan akalnya. Kalau menurut perasaannya enak dan tercerna akalnya, mereka amalkan, kalau tidak, mereka tidak amalkan. Padahal sebenarnya perasaan dan akal itu harus mengikuti syariat, bukan sebaliknya.
Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah,
"لا تأخذك العاطفة، فالعاطفة إن لم تكن مبنية على العقل والشرع صارت عاصفة تعصف بك وتُطيح بك في الهاوية" مجموع فتاوى ابن عثيمين (24/532)
Janganlah kamu ambil (turuti) perasaanmu. Maka perasaan itu jika tidak dibangun diatas akal dan syariat, ia akan menjadi badai yang menerbangkan dan menghempaskan dirimu ke dalam neraka hawiyah." (Majmu' Fatawa Ibnu 'Utsaimin 24/532).
Dan Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah,
ولو أن الإنسان فيما يتقرب به إلى الله اتبع ذوقه أو اتبع رأيه لأصبح بلا دين؛ لأنه إنما يتبع هواه.
Seandainya seseorang ketika bertaqarub kepada Allah mengikuti perasaannya atau mengikuti akalnya (pikirannya), niscaya dia telah menjadi tidak terikat dengan agama, karena sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa nafsunya." (Al-Liqa'us Syahry, no. 40).
Berkata Syeikh Al-Albani rahimahullah,
الدين ليس بالعقل ولا بالعاطفة إنما بإتباع أحكام الله في كتابه وأحكام رسوله في سنته وفي حديثة (سلسلة الهدي والنور٥٣٠).
Agama itu bukan dengan akal dan bukan dengan perasaan, akan tetapi dengan mengikuti hukum-hukum Allah di dalam kitab-Nya, dan hukum-hukum rasul-Nya di dalam sunnahnya, dan di dalam haditsnya. (Kaset Silsilah Al Huda Wannur No 530).
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar