Agar Hijrah Istiqomah
AGAR HIJRAH ISTIQOMAH
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Seseorang yang dulunya banyak melakukan dosa dan maksiat dan melakukan kebid'ahan dan kesyirikan, lantas dia bertaubat (istilah sekarang hijrah), hendaklah melakukan sekurangnya tiga hal ini agar hijrah bisa istiqomah.
Pertama, Menghadiri Majlis Ilmu
Majlis ilmu, adalah majlis yang di dalamnya dibacakan ayat-ayat Allah, sunnah-sunnah Rasulullah dan perkataan-perkataan para salaf. Selain itu, bukan majlis ilmu, hanya majlis kesia-siaan dan buang-buang waktu.
Dengan majlis ilmu seperti itu, ilmu akan bertambah, kebodohan akan hilang dan syubhat (keraguan) akan lenyap.
Namun sebaliknya, jika tidak menghadiri atau jarang menghadiri majlis ilmu, ilmu tidak akan bertambah, kebodohan tidak akan hilang dan kembali syubhat akan menggulungnya, yang akhirnya hijrahnya tinggal kenangan.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika sedang duduk bermajelis di Masjid bersama para sahabat datanglah tiga orang. Yang dua orang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan yang seorang lagi pergi, yang dua orang terus duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dimana satu diantaranya nampak berbahagia bermajelis bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sedang yang kedua duduk di belakang mereka, sedang yang ketiga berbalik pergi, Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai bermajelis, Beliau bersabda : Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tadi ? Adapun seorang diantara mereka, dia meminta perlindungan kepada Allah, maka Allah lindungi dia. Yang kedua, dia malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya. Sedangkan yang ketiga berpaling dari Allah maka Allah pun berpaling darinya [HR Bukhori Muslim]
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah :
Hadits di atas menerangkan tiga tipe sikap orang terhadap majlis ilmu. Yang pertama orang yang sangat haus akan ilmu. Di saat menjumpai majlis ilmu ia segera memasukinya. Ia berusaha duduk paling depan. Yang kedua yang memiliki semangat untuk tholabul ilmi, namun masih ada rasa malu pada dirinya. Ia tetap memasukinya namun karena rasa malunya menyebabkan ia duduk di belakang. Adapun yang ketiga adalah orang yang berpaling dari majlis ilmu. Enggan mendatanginya meski majlis itu ada di depan matanya. Inilah sikap munafiq.
Orang seperti ini akhirnya tidak tahu kebatilan sehingga terjerumus ke dalamnya dan tidak mengetahui perintah sehingga tidak melaksanakannya. Kesemuanya berakibat neraka. Di situlah orang tersebut mengungkapkan penyesalannya :
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
فإن الإنسان إذا كان ﻻ يحضر حلقات العلم وﻻ يسمع الخطب وﻻ يعتني بما ينقل عن أهل العلم فإنه تزداد غفلته وربما يقسو قلبه حتى يطبع عليه ويختم عليه فيكون من الغافلين. مجموع فتاوى (324/12)
Sungguh seseorang apabila terbiasa tidak menghadiri majelis-majelis ilmu, tidak mendengar khutbah-khutbah, dan tidak perhatian terhadap ilmu/faidah yang dinukil dari para ‘ulama, maka akan semakin bertambah parah kelalaiannya, bahkan hatinya bisa mengeras, sehingga ditutup dan dikunci hatinya. Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang lalai. (Majmu’ Fatawa Ibn Baz 12/324).
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berkata Imam An Nawawi rahimahullah :
فِيهِ تَمْثِيله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجَلِيس الصَّالِح بِحَامِلِ الْمِسْك, وَالْجَلِيس السُّوء بِنَافِخِ الْكِير, وَفِيهِ فَضِيلَة مُجَالَسَة الصَّالِحِينَ وَأَهْل الْخَيْر وَالْمُرُوءَة وَمَكَارِم الأَخْلاَق وَالْوَرَع وَالْعِلْم وَالأَدَب, وَالنَّهْي عَنْ مُجَالَسَة أَهْل الشَّرّ وَأَهْل الْبِدَع, وَمَنْ يَغْتَاب النَّاس, أَوْ يَكْثُر فُجْرُهُ وَبَطَالَته, وَنَحْو ذَلِكَ مِن الأَنْوَاع الْمَذْمُومَة
Hadits ini terdapat permisalan teman yang shalih dengan seorang penjual minyak wangi dan teman yang jelek dengan seorang pandai besi. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap wara’, ilmu, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman (HR Abu Dâwud no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2378. (ash-Shahîhah no. 927)).
Ketiga, Berdoa
Setiap shalat wajib seseorang membaca 17 kali ihdinash shiroothol mustaqim (tunjuki kami ke jalan yang lurus).
Ini maknanya, seseorang seharusnya senantiasa berdoa kepada Allah Ta'ala agar diberikan petunjuk dan hidayah kepada jalan yang lurus.
Teruslah berdoa kepada Allah Ta'ala agar memberinya petunjuk dan istiqomah di atas petunjuk.
Berkata Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu anhu :
قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : قُلْ : اللَّهُمَّ اهْدِنِي ، وَسَدِّدْنِي وَفِي رِوَايَةٍ : (( اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الهُدَى وَالسَّدَادَ )) . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku: “Ya Allah, berilah aku hidayah dan berilah aku kebenaran.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Ya Allah, aku meminta kepada-Mu hidayah dan kebenaran.” (HR. Muslim).
Berkata Imam Nawawi rahimahullah :
هذا الدعاء المبارك يتضمن أهم المطالب، وأشرف المواهب، ولا يحصل الفلاح والسعادة إلا بهما، وهما الهداية والسداد، فسؤال اللَّه الهُدَى وهو المعرفة بالحق تفصيلاً وإجمالاً, والتوفيق لاتباعه ظاهراً وباطناً .
Ini doa yang berkah, mengandung permintaan yang sangat penting dan pemberian yang paling mulia.
Dan tidak akan diperoleh keburuntungan dan kebahagiaan, kecuali dengan keduanya. Dan keduanya adalah al-huda (hidayah petunjuk) dan as-sadaad (istiqamah di atas kebenaran). Meminta kepada Allah petunjuk berarti kita meminta agar diberi petunjuk kebenaran secara global dan terperinci, juga diberi taufik untuk mengikuti kebenaran tersebut secara lahir dan batin. (Syarah Shahih Muslim).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
سَلِ اللهَ تَعَالَى الْهُدَى، وَالسَّدَادَ ، وَاذْكُرْ بِالْهُدَى هِدَايَتَكَ الطَّرِيقَ، وَاذْكُرْ بِالسَّدَادِ تَسْدِيدَكَ السَّهْمَ
“Mintalah kepada Allah hidayah (petunjuk) dan istiqamah di atas kebenaran. Sebutlah al-huda (petunjuk), maka engkau akan mendapatkan hidayah petunjuk. Sebutlah as-sadaad, maka arah panahmu akan lurus sampai tujuan.” (HR. Ahmad, 2:91; Al-Hakim, 4:268; Al-Bazar, 2:119. Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam Shahih Al-Jami’, no. 3046).
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Seseorang yang dulunya banyak melakukan dosa dan maksiat dan melakukan kebid'ahan dan kesyirikan, lantas dia bertaubat (istilah sekarang hijrah), hendaklah melakukan sekurangnya tiga hal ini agar hijrah bisa istiqomah.
Pertama, Menghadiri Majlis Ilmu
Majlis ilmu, adalah majlis yang di dalamnya dibacakan ayat-ayat Allah, sunnah-sunnah Rasulullah dan perkataan-perkataan para salaf. Selain itu, bukan majlis ilmu, hanya majlis kesia-siaan dan buang-buang waktu.
Dengan majlis ilmu seperti itu, ilmu akan bertambah, kebodohan akan hilang dan syubhat (keraguan) akan lenyap.
Namun sebaliknya, jika tidak menghadiri atau jarang menghadiri majlis ilmu, ilmu tidak akan bertambah, kebodohan tidak akan hilang dan kembali syubhat akan menggulungnya, yang akhirnya hijrahnya tinggal kenangan.
Berkata Abu Waqid Al Laitsi radhiyallahu anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika sedang duduk bermajelis di Masjid bersama para sahabat datanglah tiga orang. Yang dua orang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan yang seorang lagi pergi, yang dua orang terus duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dimana satu diantaranya nampak berbahagia bermajelis bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sedang yang kedua duduk di belakang mereka, sedang yang ketiga berbalik pergi, Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai bermajelis, Beliau bersabda : Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tadi ? Adapun seorang diantara mereka, dia meminta perlindungan kepada Allah, maka Allah lindungi dia. Yang kedua, dia malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya. Sedangkan yang ketiga berpaling dari Allah maka Allah pun berpaling darinya [HR Bukhori Muslim]
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah :
Hadits di atas menerangkan tiga tipe sikap orang terhadap majlis ilmu. Yang pertama orang yang sangat haus akan ilmu. Di saat menjumpai majlis ilmu ia segera memasukinya. Ia berusaha duduk paling depan. Yang kedua yang memiliki semangat untuk tholabul ilmi, namun masih ada rasa malu pada dirinya. Ia tetap memasukinya namun karena rasa malunya menyebabkan ia duduk di belakang. Adapun yang ketiga adalah orang yang berpaling dari majlis ilmu. Enggan mendatanginya meski majlis itu ada di depan matanya. Inilah sikap munafiq.
Orang seperti ini akhirnya tidak tahu kebatilan sehingga terjerumus ke dalamnya dan tidak mengetahui perintah sehingga tidak melaksanakannya. Kesemuanya berakibat neraka. Di situlah orang tersebut mengungkapkan penyesalannya :
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
Dan mereka berkata, “Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk : 10). (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al atsqolani 1/197).
Berkata Asy-Syaikh al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah :
فإن الإنسان إذا كان ﻻ يحضر حلقات العلم وﻻ يسمع الخطب وﻻ يعتني بما ينقل عن أهل العلم فإنه تزداد غفلته وربما يقسو قلبه حتى يطبع عليه ويختم عليه فيكون من الغافلين. مجموع فتاوى (324/12)
Sungguh seseorang apabila terbiasa tidak menghadiri majelis-majelis ilmu, tidak mendengar khutbah-khutbah, dan tidak perhatian terhadap ilmu/faidah yang dinukil dari para ‘ulama, maka akan semakin bertambah parah kelalaiannya, bahkan hatinya bisa mengeras, sehingga ditutup dan dikunci hatinya. Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang lalai. (Majmu’ Fatawa Ibn Baz 12/324).
Kedua, Berteman Dengan Orang Shaleh
Jika seseorang telah hijrah, namun berteman akrab dengan ahlul maksiat, ahlul bid'ah dan ahlul syirik, lambat laun dia akan kembali seperti semula.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Jika seseorang telah hijrah, namun berteman akrab dengan ahlul maksiat, ahlul bid'ah dan ahlul syirik, lambat laun dia akan kembali seperti semula.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berkata Imam An Nawawi rahimahullah :
فِيهِ تَمْثِيله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجَلِيس الصَّالِح بِحَامِلِ الْمِسْك, وَالْجَلِيس السُّوء بِنَافِخِ الْكِير, وَفِيهِ فَضِيلَة مُجَالَسَة الصَّالِحِينَ وَأَهْل الْخَيْر وَالْمُرُوءَة وَمَكَارِم الأَخْلاَق وَالْوَرَع وَالْعِلْم وَالأَدَب, وَالنَّهْي عَنْ مُجَالَسَة أَهْل الشَّرّ وَأَهْل الْبِدَع, وَمَنْ يَغْتَاب النَّاس, أَوْ يَكْثُر فُجْرُهُ وَبَطَالَته, وَنَحْو ذَلِكَ مِن الأَنْوَاع الْمَذْمُومَة
Hadits ini terdapat permisalan teman yang shalih dengan seorang penjual minyak wangi dan teman yang jelek dengan seorang pandai besi. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap wara’, ilmu, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman (HR Abu Dâwud no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2378. (ash-Shahîhah no. 927)).
Ketiga, Berdoa
Setiap shalat wajib seseorang membaca 17 kali ihdinash shiroothol mustaqim (tunjuki kami ke jalan yang lurus).
Ini maknanya, seseorang seharusnya senantiasa berdoa kepada Allah Ta'ala agar diberikan petunjuk dan hidayah kepada jalan yang lurus.
Teruslah berdoa kepada Allah Ta'ala agar memberinya petunjuk dan istiqomah di atas petunjuk.
Berkata Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu anhu :
قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : قُلْ : اللَّهُمَّ اهْدِنِي ، وَسَدِّدْنِي وَفِي رِوَايَةٍ : (( اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الهُدَى وَالسَّدَادَ )) . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku: “Ya Allah, berilah aku hidayah dan berilah aku kebenaran.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Ya Allah, aku meminta kepada-Mu hidayah dan kebenaran.” (HR. Muslim).
Berkata Imam Nawawi rahimahullah :
هذا الدعاء المبارك يتضمن أهم المطالب، وأشرف المواهب، ولا يحصل الفلاح والسعادة إلا بهما، وهما الهداية والسداد، فسؤال اللَّه الهُدَى وهو المعرفة بالحق تفصيلاً وإجمالاً, والتوفيق لاتباعه ظاهراً وباطناً .
Ini doa yang berkah, mengandung permintaan yang sangat penting dan pemberian yang paling mulia.
Dan tidak akan diperoleh keburuntungan dan kebahagiaan, kecuali dengan keduanya. Dan keduanya adalah al-huda (hidayah petunjuk) dan as-sadaad (istiqamah di atas kebenaran). Meminta kepada Allah petunjuk berarti kita meminta agar diberi petunjuk kebenaran secara global dan terperinci, juga diberi taufik untuk mengikuti kebenaran tersebut secara lahir dan batin. (Syarah Shahih Muslim).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
سَلِ اللهَ تَعَالَى الْهُدَى، وَالسَّدَادَ ، وَاذْكُرْ بِالْهُدَى هِدَايَتَكَ الطَّرِيقَ، وَاذْكُرْ بِالسَّدَادِ تَسْدِيدَكَ السَّهْمَ
“Mintalah kepada Allah hidayah (petunjuk) dan istiqamah di atas kebenaran. Sebutlah al-huda (petunjuk), maka engkau akan mendapatkan hidayah petunjuk. Sebutlah as-sadaad, maka arah panahmu akan lurus sampai tujuan.” (HR. Ahmad, 2:91; Al-Hakim, 4:268; Al-Bazar, 2:119. Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam Shahih Al-Jami’, no. 3046).
Allah Ta'ala berfirman :
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ، إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali-‘Imran : 8)
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali-‘Imran : 8)
Komentar
Posting Komentar