Mentaati Pemimpin, Antara Syiah, Khawarij dan Ahlussunnah

MENTAATI PEMIMPIN, ANTARA SYIAH, KHAWARIJ DAN AHLUSSUNNAH

Oleh : Abu Fadhel Majalengka

Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai taat kepada pemimpin menurut SYIAH RAFIDHAH, KHAWARIJ DAN AHLUSSUNNAH

SYIAH RAFIDHAH berpendapat, mentaati pemimpin hanya kepada pemimpin yang ma'shum (yang terbebas dari berbuat dosa), kalau pemimpin itu tidak ma'shum, maka tidak ada kewajiban mentaatinya. Mereka berdalil dengan dalil berikut ini.

Allah Ta'ala berfirman :

قال لا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim." (Surah Al Baqarah : 124).

Ayat ini menunjukkan bahwa yang menjadi imam adalah yang ma'shum, sebab jika tidak ma'shum, berarti dia zalim. (M. Husain Aal Kasyif, Ashl Al Syi’ah wa Ushuluha, hlm. 98). 

Dan Allah Ta'ala berfirman :

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمْ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً

”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Surah Al Ahzab : 33).

Ayat ini menunjukkan para imam Syiah (ahlul bait) adalah ma'shum dari segala keburukan (ma’shumuna min jamii’ al qaba`ih). (Thabrasi, Majma’ul Bayan, 22/138-139).

KHAWARIJ berpendapat, bahwa mentaati pemimpin hanya mentaati pemimpin yang adil dan memerintah dengan kitab Allah. Tidak ada ketaatan kepada pemimpin yang zalim dan yang tidak memerintah dengan kitab Allah. Mereka berhujjah dengan dalil berikut ini.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

إِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ مُجَدَّعٌ - حَسِبْتُهَا قَالَتْ - أَسْوَدُ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا

“Apabila seorang budak yang cacat anggota tubuhnya dan sangat hitam kulitnya ditunjuk untuk memerintah kalian dengan Kitâb Allôh Yang Maha Tinggi, maka dengarkanlah dan ta'atilah dia.” (HR Muslim dan Ahmad).

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ

“Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Allôh meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak hitam dari Habasyah yang cacat hidung atau telinganya, maka dengarlah dan ta'atilah dia selama ia memimpin kalian dengan Kitâbullôh.” (HR at-Tirmidzî, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah dan Ahmad).

AHLUSSUNNAH, mereka berpendapat mentaati pemimpin muslim hanya kepada perkara yang makruf, baik itu pemimpin yang zalim maupun pemimpin yang adil. Silahkan baca disini mengenai pembahasan mentaati pemimpin yang adil maupun yang zalim.
(https://abufadhelmajalengka.blogspot.com/2018/08/mentaati-pemimpin-zalim.html?m=1).

Bantahan untuk sekte SYIAH RAFIDHAH yang berpendapat bahwa mentaati pemimpin khusus bagi pemimpin yang ma'shum. 

AHLUSSUNNAH berkeyakinan, bahwa setiap anak adam itu berdosa, tidak ada yang ma'shum.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Setiap anak Adam itu berdosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat. (HR. Ibnu Mâjah. Syaikh al-Albâni : Hadits Hasan).

Bahkan para Nabi pun tidak ma'shum dari dosa-dosa kecil, namun dosa kecil yang mereka lakukan tidak terus menerus dan langsung diingatkan, mereka pun segera meninggalkan. 

Berkata Syeikh Bin Baz rahimahullah :

قد أجمع المسلمون قاطبة على أن الأنبياء عليهم الصلاة والسلام ولاسيما خاتمهم محمد معصومون من الخطأ فيما يبلغونه عن الله عز وجل من أحكام؛ كما قال عز وجل: وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى * مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى * وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى * إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى * عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى. فنبينا محمد صلى الله عليه وسلم معصوم في كل ما يبلغ عن الله من الشرائع قولا وعملا وتقريرا، هذا لا نزاع فيه بين أهل العلم، وقد ذهب جمهور أهل العلم أيضا إلى أنه معصوم من المعاصي الكبائر دون الصغائر، وقد تقع منه الصغيرة لكن لا يقر عليها، بل ينبه عليها فيتركها،

Kaum muslimin semuanya telah sepakat kalau para Nabi Alaihim Ash-Shalatu was-Salam, lebih-lebih penutup mereka, Nabi Muhammad semuanya itu ma’shum (terjaga) dari kesalahan dalam apa yang mereka sampaikan dari Allah Azza wa Jalla berupa hukum-hukum. Sebagaimana Allah berfirman :

Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut keinginannya. Tidak lain itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. (Surah An Najm 1-5).

Maka Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihi wasallam itu terjaga dari kesalahan dalam setiap apa yang beliau sampaikan dari Allah berupa syariat, baik ucapan, amalan maupun persetujuan (taqrir). Ini tidak ada perselisihan diantara para ulama. Jumhur ulama juga berpendapat kalau Beliau itu ma’shum (terjaga) dari dosa-dosa besar, selain dosa kecil. Terkadang terjadi dosa kecil pada beliau akan tetapi tidak terus menerus, bahkan beliau kemudian diingatkan lalu meninggalkannya...Sumber :http://www.binbaz.org.sa/node/293

Bantahan untuk sekte KHAWARIJ yang berpendapat bahwa mentaati pemimpin, khusus untuk pemimpin yang adil, bukan pemimpin yang zalim. 

Pertanyaannya, siapakah pemimpin yang tidak pernah melakukan kezaliman? Okelah mereka tidak berbuat zalim dengan tidak berbuat syirik atau tidak menzalimi orang lain, namun mereka pasti berbuat zalim terhadap diri sendiri dengan berbuat dosa. Maka syarat ini tidak bisa terealisasikan. Karena manusia tidak ada yang ma'shum. Tentang jenis kezaliman, bisa dibaca disini (https://abufadhelmajalengka.blogspot.com/2018/09/jenis-kezaliman.html?m=1).

Kemudian tentang syarat yang kedua, bahwa pemimpin yang wajib ditaati adalah pemimpin yang berhukum dengan hukum Allah, kalau tidak berhukum dengan hukum Allah tidak wajib ditaati.

Kalau mereka konsisten dengan dalil yang dibawakan, mereka pun seharusnya tidak mentaati budak hitam yang cacat, karena menurut syariat, budak dan cacat lagi tidak berhak menjadi pemimpin. Bahkan pemimpin islam itu harus dari suku Quraish.

Jadi yang dimaksud hadist di atas bukan syarat sahnya pemimpin yang harus ditaati mesti memerintahkan dengan kitab Allah, tetapi syarat kesempurnaan. 

Kenapa demikian? Karena ada hadits lain yang menerangkan bahwa nanti ada pemimpin yang memimpin bukan dengan syariat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk mentaatinya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

« يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».

“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku dan tidak pula melaksanakan sunnahku. Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?” Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim).

Semoga tercerahkan dan menjadi hujjah dari berbagai syubhat yang menyambar-nyambar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?