Pantaskah Gelar Khalifah Amirul Mukminin

PANTASKAH GELAR KHALIFAH AMIRUL MUKMININ ?

Oleh : Abu Fadhel Majalengka

Di zaman Rasulullah, khalifah yang empat dan penguasa-penguasa di zaman bani umayah, sepengetahuan penulis, tidak ditemukan riiwayat bahwa mereka mengangkat pejabat atau orang kepercayaan, yang memegang posisi-posisi strategis yang bersangkutan dengan kepentingan kaum muslimin dari orang-orang kafir.

Bahkan ketika Umar Bin Khattab radhiyallahu anhu menjadi seorang khalifah, ada gubernur yang mengangkat seorang pejabat dari agama nasrani, beliau pun memerintahkan untuk memecat pejabat tersebut.

Dari Abu Musa radhiyallahu anhu :

أَنَّ عُمَرَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ أَمَرَهُ أَنْ يَرْفَعَ إِلَيْهِ مَا أَخَذَ وَمَا أَعْطَى فِى أَدِيمٍ وَاحِدٍ وَكَانَ لأَبِى مُوسَى كَاتِبٌ نَصْرَانِىٌّ يَرْفَعَ إِلَيْهِ ذَلِكَ فَعَجَبَ عُمَرُ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ وَقَالَ : إِنَّ هَذَا لَحَافِظٌ وَقَالَ : إِنَّ لَنَا كِتَابًا فِى الْمَسْجِدِ وَكَانَ جَاءَ مِنَ الشَّامِ فَادْعُهُ فَلْيَقْرَأْ قَالَ أَبُو مُوسَى : إِنَّهُ لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ. فَقَالَ عُمَرُ : أَجُنُبٌ هُوَ؟ قَالَ : لاَ بَلْ نَصْرَانِىٌّ قَالَ : فَانْتَهَرَنِى وَضَرَبَ فَخِذِى وَقَالَ : أَخْرَجَهُ وَقَرَأَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ) وَذَكَرَ الْحَدِيثَ.  (رواه البيهقي). 

Bahwasanya Umar radhiyallahu anhu pernah memerintahkan untuk mencatat pemasukan dan pengeluarannya dalam suatu catatan lengkap. Dan tersebutlah bahwa yang menjadi sekretaris Abu Musa saat itu adalah seorang Nasrani. Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada Khalifah Umar radhiyallahu anhu. Maka Khalifah Umar radhiyallahu anhu merasa heran akan hal tersebut, lalu ia berkata, "Sesungguhnya orang ini benar-benar pandai, apakah kamu dapat membacakan untuk kami sebuah surat di dalam masjid yang datang dari negeri Syam?'" Abu Musa Al Asy'ari radhiyallahu anhu menjawab, "Dia tidak dapat melakukannya." Khalifah Umar bertanya, "Apakah dia sedang mempunyai jinabah?" Abu Musa Al-Asy'ari berkata, "Tidak, tetapi dia adalah seorang Nasrani." Maka Khalifah Umar membentakku dan memukul pahaku, lalu berkata, "Pecatlah dia." Selanjutnya Khalifah Umar membacakan firman Allah Ta’ala : Hai orang-orang  yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (AlMaidah: 51), hingga akhir ayat. (Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al Maidah 51).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum menjelaskan tentang firman Allah Ta’ala: 

"لا يتخذ المؤمنون الكافرين أولياء من دون المؤمنين"، قال: نهى الله سبحانه المؤمنين أن يُلاطفوا الكفار أو يتخذوهم وليجةً من دون المؤمنين.

Tidak boleh orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir auliya (pemimpin, penolong, teman setia atau teman kepercayaan) dari selain orang mukmin. Dia berkata : Allah subhanallahu melarang orang-orang mukmin untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai walijah (teman setia atau teman kepercayaan) dari selain orang-orang mukmin. (Tafsir Thabari Ali Imran ayat 28).

Jika ada seorang raja atau seorang presiden mengangkat pejabatnya atau orang-orang kepercayaannya dari orang-orang non muslim yang jumlahnya cukup banyak, maka pantaskah gelar khalifah amirul mukminin dia sandang? 

Padahal ini jelas-jelas melanggar syariat Allah. Karena sesungguhnya seorang amirul mukminin adalah seorang pemimpin yang menjalankan roda pemerintahannya dengan syariat Allah, termasuk tidak akan mengangkat pejabat atau orang kepercayaannya dari non muslim.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah juga berkata:

كما أنه ليس كل حاكم - سواء كان ملكا أو رئيس جمهورية - يسمى أمير المؤمنين, وإنما أمير المؤمنين من يحكم بينهم بشرع الله ويلزمهم به, ويمنعهم من مخالفته, هذا هو المعلوم بين علماء الإسلام والمعروف بينهم

“Sebagaimana tidak semua hakim, baik itu raja atau presiden, bisa dikatakan sebagai amirul mkminin. Karena sesungguhnya, yang dikatakan sebagai amirul mukminin hanyalah pemimpin yang berhukum diantara manusia dengan syariat Allah, mewajibkan rakyatnya syariat itu dan melarang mereka menyelisihinya. Ini adalah perkara yang maklum diantara ulama dan telah makruf diantara mereka”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz) Sumber : https://al-maktaba.org/book/10165/33

Atau cukup kita katakan, dia adalah pemimpin muslim yang sah, yang memimpin negeri yang mayoritas muslim, yang wajib ditaati, selama tidak memerintahkan untuk maksiat, tidak perlu digelari khalifah amirul mukminin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?