Keburukan Penguasa
KEBURUKAN PENGUASA
Kalau ada keburukan, kejelekan, kekeliruan, kesalahan atau ketergelinciran penguasa, bila mampu menasehati, maka nasehati dengan benar, sesuai yang disyariatkan. Namun jika tidak memungkinkan, maka bersabarlah dan berdoalah, jangan mencela dan mencaci maki, apalagi di media terbuka.
Ini bukan artian mendukung dan membiarkan kezaliman yang ada. Namun cara ahlussunnah berbeda dengan khawarij atau neo khawarij dalam menasehati dan mengingkari penguasa.
Berkata Ibnu Abdil Barr Umar bin Abdillah rahimahullah :
إن لم يتمكن من نصح السلطان فالصبر والدعاء، فإنهم كانوا ينهون عن سب الأمراء.
"Jika tidak memungkinkan untuk menasehati pemerintah, maka bersabar dan berdoa, karena sesungguhnya mereka (para salaf) dahulu melarang dari mencela pemerintah." (At-Tamhid, jilid 21 hlm. 278).
Kalau terus mencela dan mengghibahi keburukan penguasa, maka dosanya akan lebih besar, karena hal ini akan menjatuhkan kewibawaan penguasa. Jika sudah jatuh kewibawaan penguasa, nanti akan timbul perlawanan dari masyarakat. Yang akhirnya jika tidak bisa dikendalikan, terjadilah huru hara, kekacauan dan kerusuhan. Yang ujung-ujungnya darah pun tertumpah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata,
«ﻏﻴﺒﺔ ﻭﻻﺓ اﻷﻣﻮﺭ ﺗﺘﻀﺎﻋﻒ، ﻷﻥ ﻏﻴﺒﺘﻬﻢ ﺗﻮﺟﺐ ﺳﻘﻮﻁ ﻫﻴﺒﺘﻬﻢ،
وإذا سقطت هيبة السلطان فسدت البلدان، وحلَّت الفوضى والفتن، والشر، والفساد»
"Menggibahi (menggunjing) keburukan pemerintah dosanya berlipat ganda. Sebab, menggibahi pemerintah akan menjatuhkan kewibawaan mereka.
Jika kewibawaan pemerintah telah jatuh, negeri akan hancur. Akan terjadi kekacauan, muncul berbagai keburukan, kejahatan, dan kerusakan." (Majmu'ul Fatawa, jilid 21 hlm. 43).
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar