TAUHID RUBUBIYYAH
TAUHID RUBUBIYYAH
Sebelum membahas masalah tauhid rububiyyah, maka yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah makna dari kata tauhid secara bahasa dan secara istilah (syar'i).
Tauhid secara bahasa :
هو مصدر وحَّد يوحد توحيدًا؛ أي: جعل الشيء واحدًا
Adalah kata dasar dari wahhada yuwahhidu tauhiidan yakni menjadikan sesuatu menjadi satu.
Tauhid secara istilah :
هو إفراد الله تعالى في ألوهيته، وربوبيته، وأسمائه وصفاته.
Adalah mengesakan Allah Ta'ala di dalam uluhiyyah, rububiyyah dan asma wasifat.
Tauhid rububiyyah adalah menyakini hanya Allah Ta'ala yang menciptakan, memberikan rizki, mematikan, menghidupkan, memberikan manfaat dan mudharat dan mengatur segala urusan. Hanya Allah Ta'ala yang bisa berbuat seperti itu, sedangkan yang lainnya tidak memiliki kekuasaan dan kemampuan.
Berkata sebagian ulama salaf tentang tauhid rububiyyah :
هو إفراد الله تعالى بالخلق، والرزق، والإحياء، والإماتة، وتدبير الأمر .
لا خالق، ولا رازق، ولا محيى, ولا مميت, ولا ضار، ولا نافع و غير ذلك إلا الله سبحانه وتعالى
Adalah mengesakan Allah Ta'ala dalam menciptakan, memberikan rizki, mematikan, menghidupkan dan mengatur segala urusan.
Tidak ada yang menciptakan, tidak ada yang memberikan rizki, tidak ada yang menghidupkan, tidak ada yang mematikan, tidak ada yang memberikan mudharat, tidak ada yang memberikan manfaat dan lain sebagainya kecuali Allah Subhannallahu Wa Ta'ala.
Tauhid rububiyah, sungguh orang-orang musyrik di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengikrarkan dan menyakininya, namun tidak memasukkan mereka kedalam islam.
Perhatikan ayat-ayat dibawah ini tentang keyakinan orang-orang musyrik terhadap rububiyahnya Allah Ta'ala.
Allah Ta’ala berfirman :
{وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, "Allah.” Katakanlah, "Segala puji bagi Allah, " tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Luqman 25,, lihat pula dalam surah Az Zumar 38 dan Az Zukhruf 9).
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ. اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ. وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ. (العنكبوت : 61-63).
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya). (QS. Al Ankabut 61-63).
Dan Allah Ta'ala berfirman:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ. (يونس : 31).
Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" (QS. Yunus 31).
Dan Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ. قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ. قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (المؤمنون:84-89).
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." "Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab) -Nya, jika kamu mengetahui?". Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" (QS. Al Mu’minun 84-89).
Masih banyak lagi ayat-ayat yang serupa dalam al Qur’an yang menunjukkan bahwa orang-orang jahiliyyah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyakini bahwa Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu, menerbitkan dan menenggelamkan matahari dan bulan, Allah lah yang mengatur rizki, menurunkan hujan, mematikan dan menghidupkan, memberikan manfaat dan mudharat, dan mengatur segala urusan.
Tetapi kenapa mereka disebut orang-orang musyrik? Karena mereka, selain menyakini Allah, meyakini juga selain Allah bisa berbuat sebagaimana Allah. Mereka menduakan keyakinannya, yakin kepada Allah, yakin juga kepada selain Allah.
Yakin kepada Allah yang mengatur rizki, yakin pula kepada selain Allah yang bisa mengatur rizki. Yakin kepada Allah yang mematikan dan menghidupkan, yakin pula kepada selain Allah yang bisa mematikan dan menghidupkan. Yakin kepada Allah yang bisa memberikan manfaat dan mudharat, namun yakin pula kepada selain Allah yang bisa memberikan manfaaat dan mudharat dan lain sebagainya.
Contoh misalkan, ketika mereka orang-orang jahiliyyah mau pergi berniaga ke negeri Yaman atau Syam atau ke negeri yang lain, mereka menerbangkan dulu seekor burung, kalau burung tersebut terbang ke arah kanan, mereka memutuskan untuk pergi berdagang, karena ini tanda keberuntungan, namun apabila burung tersebut terbang ke arah kiri, maka mereka menunda keberangkatan, karena ini pertanda kerugian.
Padahal mereka yakin Allah yang mengatur rizki dan memeberikan keamanan, namun mereka juga yakin kepada seekor burung yang bisa mengatur rizki dan memeberikan keamanan.
Begitu pula apabila mereka berangkat berniaga, mereka membawa berhala-berhala mereka dan jimat-jimat mereka karena yakin bahwa berhala tersebut bisa memberikan keamanan dan mengundang datangnya rizki. Padahal mereka juga yakin kepada Allah yang bisa memberikan keamanan dan memberikan rizki. Mereka juga yakin kepada Allah, bahwa Allah-lah yang menentukan untung atau rugi atau sial, mereka juga yakin kepada selain Allah yang menentukan untung rugi dan kesialan.
Allah Ta’ala berfirman:
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Kakbah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Al Quraisy 1-4).
Mereka pun ketika berangkat berperang, mereka gantungkan pedang-pedang mereka di sebuah pohon, dimana mereka menyakini bahwa dengan perbuatannya tersebut peperangannya bisa meraih kemenangan.
Abi Waqid Al Laitsi menuturkan : “Suatu saat kami keluar bersama Rasulullah menuju Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran ( masuk Islam ), disaat itu orang-orang musyrik memiliki sebatang pohon bidara yang dikenal dengan dzatu anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon tersebut, disaat kami sedang melewati pohon bidara tersebut, kami berkata : “Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami dzat anwath sebagaimana mereka memilikinya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
الله أكبر إنها السنن، قلتم والذي نفسي بيده كما قالت اجعل لنا إلها كما لهم ءالهة، قال إنكم قوم _ بنو أسرائيل لموسىلتركبن سنن من كان قبلهم" رواه الترمذي وصححه.
“Allahu Akbar, itulah tradisi ( orang orang sebelum kalian ) demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, kalian benar-benar telah mangatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa :“buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan, Musa menjawab : sungguh kalian adalah kaum yang tidak mengerti ( faham )” kalian pasti akan mengikuti tradisi orang orang sebelum kalian.”(HR. Turmudzi, dan dinyatakan shoheh olehnya).
Mereka pun mengantungkan gelang atau benang pada anak-anak mereka atau ternak-ternak mereka, karena mereka yakin bahwa benda-benda tersebut bisa memberikan manfaat, bisa menghindari dari mara bahaya dan penyakit. Padahal mereka pun yakin bahwa Allah lah yang memberikan manfaat dan mudharat.
Imron bin Husain radhiyallahu anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki memakai gelang yang terbuat dari kuningan, kemudian beliau bertanya :
" ما هذه ؟، قال : من الواهنة، فقال : انزعها فإنها لا تزيدك إلا وهنا، فإنك لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا "
“Apakah itu ?”, Orang laki-laki itu menjawab : “Gelang penangkal penyakit”, lalu Nabi bersabda : “Lepaskan gelang itu, karena sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama lamanya.”( HR. Ahmad dengan sanad yang bisa diterima ).
Di riwayatkan oleh Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu, dalam hadits yang marfu’,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
" من تعلق تميمة فلا أتم الله له، ومن تعلق ودعة فلا ودع الله له"، وفي رواية :" من تعلق تميمة فقد أشرك".
“Barang siapa yang menggantungkan tamimah ( sesuatu yang dikalungkan di leher anak anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang, dan lain sebagainya). maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan barang siapa yang menggantungkan Wada’ah (sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang ; menurut anggapan orang orang jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit). Termasuk dalam pengertian ini adalah jimat) maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya” dan dalam riwayat yang lain Rasul bersabda : “Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat kemusyrikan”.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ia melihat seorang laki-laki yang ditangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah Ta’ala :
_ وما يؤمن أكثرهم بالله إلا وهم مشركون _
“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan sesembahan lain ). ( QS. Yusuf, 106 ).
Begitulah keadaannya orang-orang jahiliyyah di zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, menduakan keyakinnannya. Mereka meyakini Allah dan meyakini kepada selain Allah, karena itulah mereka disebut sebagai orang-orang musyrik.
Sekarang kita tengok kepada sebagian orang di zaman kita ini, kita lihat, apakah ada kesamaan dengan orang-orang musyrik di zaman jahiliyyah terdahulu atau tidak.
Ketika ada seseorang yang membawa sesajen ke sawah, ketika memulai tanam padi, kita tanyakan kepadanya, “Siapa yang menciptakan langit dan bumi, siapa yang memberikan rizki, siapa yang memberikan manfaat dan mudharat dan siapa yang mengatur segala urusan?” Pasti dia akan menjawab Allah.
Ketika ditanyakan lagi, “Untuk siapa sesajen itu dan untuk apa memberikan sesajaen?” Dia pun akan menjawab, untuk Dewi Sri atau Sangiang Sri, agar panennya bagus, agar hasilnya melimpah. Dia yakin kepada Allah, yakin pula kepada selain Allah.
Setiap tahun sebagian orang di pantai selatan jawa memberikan sedekah bumi kepada Nyi Roro Kidul, mereka meyakini bahwa dengan memberikan sesajen ke laut, hasil lautnya akan bagus, akan selamat dari mara bahaya, agar Nyai tidak marah dan lain sebagainya, padahal kalau kita katakan kepada mereka, siapa yang memeberi rizki, mematikan dan menghidupkan, memberi manfaat dan madharat pasti jawabannya Allah. Tetapi mereka menduakan Allah, yakin kepada Allah, yakin juga kepada Nyi Roro Kidul.
Dibeberapa daerah, ada sebagian pedagang, yang menempel foto-foto para wali, para syekh, kiyai, habaib, tuan guru dan sebagainya, mereka menyakini bahwa foto-foto tersebut membawa berkah, pengundang rizki dan menjaga keamanan, bahkan ada sebagian orang yang memasukkan foto-foto tersebut di dompet-dompet mereka, mereka yakin bahwa dengan foto tersebut bisa memberikan keselamatan dan terhindar dari bencana.
Dan yang lebih lucu lagi, mereka masukkan di laci-laci uang mereka, bawang merah, cabe merah dan sebagainya, untuk mengundang rizki. Padahal mereka juga yakin, Allah yang memberikan keberkahan, rizki dan keamanan.
Inilah sikap yang menduakan Allah, yakin kepada Allah, yakin juga kepada foto-foto, bawang merah, cabe merah dan lain sebagainya.
Sebagian orang lain mendatangi kubur-kubur para wali atau orang yang dianggap mempunyai kelebihan, mereka minta-minta ke para wali yang ada di dalam kubur. Mereka minta jodoh, rizki, kesuksesan, kemenangan pileg, pilkada dan lain sebagainya, padahal mereka juga yakin, Allah-lah yang bisa memenuhi hajat-hajat mereka, bukan orang yang di dalam kubur. Mereka menduakan Allah, yakin kepada Allah, yakin kepada selain Allah.
Contoh-contoh seperti itu banyak sekali dikalangan masyarakat kita, dimana perbuatan seperti itu merupakan sikap menduakan Allah Ta’ala, sama percis seperti orang-orang jahiliyyah terdahulu, menyakini Allah pemberi rizki, yang mematikan dan menghidupan, yang memberikan manfaaat dan mudharat, dan mengatur segala urusan, juga menyakini selain Allah yang bisa berbuat seperti itu, mereka tidak sadar, bahwa meraka jatuh pada perbuatan menyekutukan Allah.
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar