Makmum Qunut Dibelakang Imam Yang Qunut
Edisi Fiqh
MAKMUM QUNUT DIBELAKANG IMAM YANG QUNUT
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Perkara makmum qunut dibelakang imam yang qunut, para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa makmum mengikuti imam yang qunut, tidak disyariatkan, karena tidak boleh mengikuti imam yang salah, berdasarkan dalil dibawah ini.
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَمَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ قَالُواْ رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَلَامُ أَتَانِيْ فَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ فِيْهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى
Dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata: “Tatkala Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat dengan para Sahabat beliau, tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandal beliau, lalu meletakkan kedua sandal tersebut pada sebelah kiri beliau. Ketika para Sahabat melihat hal itu, mereka melepaskan sandal mereka. Setelah Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan shalatnya, beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kamu melepaskan sandal kamu? Mereka menjawab: “Kami melihat anda melepaskan kedua sandal anda, maka kamipun melepaskan sandal kami”. Maka Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Jibrîl Alaihissallam mendatangiku dan memberitahukan kepadaku bahwa pada kedua sandal (ku) itu ada kotoran”. [HR. Abu Dâwud, Berkata Syekh Al Albani : Hadits Shahîh].
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melepaskan sandalnya lantas diikuti oleh para sahabat, namun Rasulullah menegurnya, ini berarti kalau salah jangan diikuti. Sama halnya qunut subuh, itukan bid'ah tidak boleh dikuti, menurut pendapat yang membid'ahkan qunut subuh.
Namun pendapat ini dibantah, oleh para ulama, karena hukum qunut subuh juga berada diranah ikhtilaf para ulama sejak dulu, jadi bukan sesuatu yang pasti salah.
Ulama juga berpendapat bahwa disyariatkan untuk mengikuti imam. Kalau imam qunut ya ikut qunut, kalau imam tidak qunut, ya tidak qunut. Jika imam salah, itu kesalahannya untuk dirinya sendiri. Mereka berpendapat berdasarkan dalil-dalil berikut.
Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يصلون لكم فإن أصابوا فلكم وإن أخطؤوا فلكم وعليهم
“Mereka (imam-imam) tersebut shalat untuk kalian, kalau mereka benar maka kalian mendapat pahala, dan kalau mereka bersalah maka kalian mendapat pahala dan mereka menanggung kesalahannya.” (HR. Al-Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
إنما جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فإذا صلى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا فإذا رَكَعَ فَارْكَعُوا وإذا رَفَعَ فَارْفَعُوا وإذا قال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وإذا صلى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وإذا صلى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
"Hanyalah dijadikan imam adalah untuk diikuti, maka jika imam sholat berdiri maka sholatlah kalian (wahai para mekmum-pent) berdiri juga, jika imam ruku' maka ruku'lah kalian, dan jika imam bangkit maka bangkitlah, dan jika imam berkata "Sami'allahu liman hamidahu" ucapkanlah "Robbanaa wa lakalhamdu". Jika imam sholat berdiri maka sholatlah berdiri, dan jika imam sholat duduk maka sholatlah kalian seluruhnya dengan duduk" (HR Al-Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إنما جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فلا تَخْتَلِفُوا عليه فإذا رَكَعَ فَارْكَعُوا ...
"Hanyalah dijadikan imam untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya, jika ia ruku' maka ruku'lah kalian" (HR Al-Bukhari)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
وكذلك إذا اقتدى المأموم بمن يقنت في الفجر أو الوتر قنت معه سواء قنت قبل الركوغ أو بعده وإن كان لا يقنت لم يقنت معه ولو كان الإمام يرى استحباب شيء والمأمومون لا يستحبونه فتركه لأجل الاتفاق والائتلاف : كان قد أحسن
“Dan demikian pula jika makmum di belakang imam yang berqunut shubuh atau witir maka dia juga berqunut, sama saja apakah qunutnya sebelum ruku’ atau setelahnya, kalau imam tidak berqunut maka makmum juga tidak berqunut, dan seandainya imam berpendapat mustahabnya sebuah amalan, dan makmum tidak berpendapat demikian maka jika imam meninggalkan amalan tersebut untuk mewujudkan kesepakatan dan kerukunan sungguh dia telah berbuat baik.” (Majmu Al-Fatawa 22/267-268).
Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
ولهذا ينبغى للمأموم أن يتبع إمامه فيما يسوغ فيه الاجتهاد فاذا قنت قنت معه وإن ترك القنوت لم يقنت
“Oleh karena itu seyogyanya bagi seorang makmum mengikuti imam di dalam perkara yang boleh di dalamnya berijtihad, kalau imam qunut maka dia qunut, kalau imam meninggalkan qunut maka dia tidak qunut.” (Majmu Al-Fatawa 23/115)
Syeikh Al-Utsaimin rahimahullah ditanya:
“Kemudian apabila seseorang menjadi makmum apakah mengikuti imam dan mengangkat tangan serta mengamini atau melepas kedua tangannya ke samping?
والجواب على ذلك أن نقول: بل يؤمن على دعاء الإمام ويرفع يديه تبعاً للإمام خوفاً من المخالفة. وقد نص الإمام أحمد – رحمه الله – على أن الرجل إذا ائتم برجل يقنت في صلاة الفجر، فإنه يتابعه ويؤمن على دعائه، مع أن الإمام أحمد – رحمه الله – لا يرى مشروعية القنوت في صلاة الفجر في المشهور عنه، لكنه – رحمه الله – رخص في ذلك؛ أي في متابعة الإمام الذي يقنت في صلاة الفجر خوفاً من الخلاف الذي قد يحدث معه اختلاف القلوب
Jawabannya kita katakan: Hendaknya makmum mengamini doa imam dan mengangkat tangan untuk mengikuti imam, karena ditakutkan (kalau tidak mengikuti ) ini termasuk penyelisihan terhadap imam. Imam Ahmad rahimahullahu telah menegaskan bahwa seseorang jika bermakmum kepada seseorang yang melakukan qunut shubuh maka hendaklah mengikutinya dan mengamini doanya, padahal Imam Ahmad rahimahullah dikenal termasuk orang yang berpendapat tidak disyariatkannya qunut ketika sholat shubuh, akan tetapi beliau memberi keringanan dalam hal ini, yaitu dalam masalah mengikuti imam yang berqunut shubuh karena takut perselisihan yang akhirnya terjadi perselihan diantara hati.” (Majmu Fatawa wa Rasail Syeikh Muhammad Al-Utsaimin 14/133)
Berkata Syekh Rabi' rahimahullah :
إذا صلى الإمام وقنت فاقنت معه، مخالفة الإمام للمأموم حتى لو يرى أن صلاة الإمام ليست بصحيحة في مذهبه؛ هي صحيحة في مذهب هذا الإمام ولكنها ليست صحيحة عندك؛ صلّ وراءه، الرسول صلى الله عليه وسلم أمر بالصلاة وراءه
“Jika imam membaca doa qunut di shalat shubuh, maka ikutilah dia. Walau anda sebagai ma’mum berpendapat berbeda. Bahkan jika anda sebagai ma’mum menganggap shalat sang imam itu tidak sah menurut mazhab anda, namun sah menurut mazhab sang imam, anda tetap boleh berma’mum kepadanya. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan demikian, beliau bersabda:
يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أخطؤوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ
“Shalatlah kalian bersama imam, jika shalat imam itu benar, kalian mendapat pahala. Jika shalat imam itu salah, kalian tetap mendapat pahala dan sang imam yang menanggung kesalahnnya” (HR. Bukhari no.662)
Jika demikian, maka anda tetap boleh shalat bersama imam tersebut. Sumber :www.sahab.net/forums/index.php?app=forums&module=forums&controller=topic&id=104691
Kesimpulannya, makmum berqunut apabila imam berqunut, berdasarkan dalil yang kuat dan pendapat para ulama.
MAKMUM QUNUT DIBELAKANG IMAM YANG QUNUT
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Perkara makmum qunut dibelakang imam yang qunut, para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa makmum mengikuti imam yang qunut, tidak disyariatkan, karena tidak boleh mengikuti imam yang salah, berdasarkan dalil dibawah ini.
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَمَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ قَالُواْ رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَلَامُ أَتَانِيْ فَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ فِيْهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى
Dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata: “Tatkala Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat dengan para Sahabat beliau, tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandal beliau, lalu meletakkan kedua sandal tersebut pada sebelah kiri beliau. Ketika para Sahabat melihat hal itu, mereka melepaskan sandal mereka. Setelah Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan shalatnya, beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kamu melepaskan sandal kamu? Mereka menjawab: “Kami melihat anda melepaskan kedua sandal anda, maka kamipun melepaskan sandal kami”. Maka Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Jibrîl Alaihissallam mendatangiku dan memberitahukan kepadaku bahwa pada kedua sandal (ku) itu ada kotoran”. [HR. Abu Dâwud, Berkata Syekh Al Albani : Hadits Shahîh].
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melepaskan sandalnya lantas diikuti oleh para sahabat, namun Rasulullah menegurnya, ini berarti kalau salah jangan diikuti. Sama halnya qunut subuh, itukan bid'ah tidak boleh dikuti, menurut pendapat yang membid'ahkan qunut subuh.
Namun pendapat ini dibantah, oleh para ulama, karena hukum qunut subuh juga berada diranah ikhtilaf para ulama sejak dulu, jadi bukan sesuatu yang pasti salah.
Ulama juga berpendapat bahwa disyariatkan untuk mengikuti imam. Kalau imam qunut ya ikut qunut, kalau imam tidak qunut, ya tidak qunut. Jika imam salah, itu kesalahannya untuk dirinya sendiri. Mereka berpendapat berdasarkan dalil-dalil berikut.
Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يصلون لكم فإن أصابوا فلكم وإن أخطؤوا فلكم وعليهم
“Mereka (imam-imam) tersebut shalat untuk kalian, kalau mereka benar maka kalian mendapat pahala, dan kalau mereka bersalah maka kalian mendapat pahala dan mereka menanggung kesalahannya.” (HR. Al-Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
إنما جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فإذا صلى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا فإذا رَكَعَ فَارْكَعُوا وإذا رَفَعَ فَارْفَعُوا وإذا قال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وإذا صلى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وإذا صلى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
"Hanyalah dijadikan imam adalah untuk diikuti, maka jika imam sholat berdiri maka sholatlah kalian (wahai para mekmum-pent) berdiri juga, jika imam ruku' maka ruku'lah kalian, dan jika imam bangkit maka bangkitlah, dan jika imam berkata "Sami'allahu liman hamidahu" ucapkanlah "Robbanaa wa lakalhamdu". Jika imam sholat berdiri maka sholatlah berdiri, dan jika imam sholat duduk maka sholatlah kalian seluruhnya dengan duduk" (HR Al-Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إنما جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فلا تَخْتَلِفُوا عليه فإذا رَكَعَ فَارْكَعُوا ...
"Hanyalah dijadikan imam untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya, jika ia ruku' maka ruku'lah kalian" (HR Al-Bukhari)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
وكذلك إذا اقتدى المأموم بمن يقنت في الفجر أو الوتر قنت معه سواء قنت قبل الركوغ أو بعده وإن كان لا يقنت لم يقنت معه ولو كان الإمام يرى استحباب شيء والمأمومون لا يستحبونه فتركه لأجل الاتفاق والائتلاف : كان قد أحسن
“Dan demikian pula jika makmum di belakang imam yang berqunut shubuh atau witir maka dia juga berqunut, sama saja apakah qunutnya sebelum ruku’ atau setelahnya, kalau imam tidak berqunut maka makmum juga tidak berqunut, dan seandainya imam berpendapat mustahabnya sebuah amalan, dan makmum tidak berpendapat demikian maka jika imam meninggalkan amalan tersebut untuk mewujudkan kesepakatan dan kerukunan sungguh dia telah berbuat baik.” (Majmu Al-Fatawa 22/267-268).
Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
ولهذا ينبغى للمأموم أن يتبع إمامه فيما يسوغ فيه الاجتهاد فاذا قنت قنت معه وإن ترك القنوت لم يقنت
“Oleh karena itu seyogyanya bagi seorang makmum mengikuti imam di dalam perkara yang boleh di dalamnya berijtihad, kalau imam qunut maka dia qunut, kalau imam meninggalkan qunut maka dia tidak qunut.” (Majmu Al-Fatawa 23/115)
Syeikh Al-Utsaimin rahimahullah ditanya:
“Kemudian apabila seseorang menjadi makmum apakah mengikuti imam dan mengangkat tangan serta mengamini atau melepas kedua tangannya ke samping?
والجواب على ذلك أن نقول: بل يؤمن على دعاء الإمام ويرفع يديه تبعاً للإمام خوفاً من المخالفة. وقد نص الإمام أحمد – رحمه الله – على أن الرجل إذا ائتم برجل يقنت في صلاة الفجر، فإنه يتابعه ويؤمن على دعائه، مع أن الإمام أحمد – رحمه الله – لا يرى مشروعية القنوت في صلاة الفجر في المشهور عنه، لكنه – رحمه الله – رخص في ذلك؛ أي في متابعة الإمام الذي يقنت في صلاة الفجر خوفاً من الخلاف الذي قد يحدث معه اختلاف القلوب
Jawabannya kita katakan: Hendaknya makmum mengamini doa imam dan mengangkat tangan untuk mengikuti imam, karena ditakutkan (kalau tidak mengikuti ) ini termasuk penyelisihan terhadap imam. Imam Ahmad rahimahullahu telah menegaskan bahwa seseorang jika bermakmum kepada seseorang yang melakukan qunut shubuh maka hendaklah mengikutinya dan mengamini doanya, padahal Imam Ahmad rahimahullah dikenal termasuk orang yang berpendapat tidak disyariatkannya qunut ketika sholat shubuh, akan tetapi beliau memberi keringanan dalam hal ini, yaitu dalam masalah mengikuti imam yang berqunut shubuh karena takut perselisihan yang akhirnya terjadi perselihan diantara hati.” (Majmu Fatawa wa Rasail Syeikh Muhammad Al-Utsaimin 14/133)
Berkata Syekh Rabi' rahimahullah :
إذا صلى الإمام وقنت فاقنت معه، مخالفة الإمام للمأموم حتى لو يرى أن صلاة الإمام ليست بصحيحة في مذهبه؛ هي صحيحة في مذهب هذا الإمام ولكنها ليست صحيحة عندك؛ صلّ وراءه، الرسول صلى الله عليه وسلم أمر بالصلاة وراءه
“Jika imam membaca doa qunut di shalat shubuh, maka ikutilah dia. Walau anda sebagai ma’mum berpendapat berbeda. Bahkan jika anda sebagai ma’mum menganggap shalat sang imam itu tidak sah menurut mazhab anda, namun sah menurut mazhab sang imam, anda tetap boleh berma’mum kepadanya. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan demikian, beliau bersabda:
يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أخطؤوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ
“Shalatlah kalian bersama imam, jika shalat imam itu benar, kalian mendapat pahala. Jika shalat imam itu salah, kalian tetap mendapat pahala dan sang imam yang menanggung kesalahnnya” (HR. Bukhari no.662)
Jika demikian, maka anda tetap boleh shalat bersama imam tersebut. Sumber :www.sahab.net/forums/index.php?app=forums&module=forums&controller=topic&id=104691
Kesimpulannya, makmum berqunut apabila imam berqunut, berdasarkan dalil yang kuat dan pendapat para ulama.
Komentar
Posting Komentar