Dipaksa Kafir

DIPAKSA KAFIR ATAU DIPAKSA MELANGGAR ATURAN ALLAH DAN RASULNYA

Oleh : Abu Fadhel Majalengka

Jika seseorang dipaksa kafir atau dipaksa berbuat melanggar aturan Allah dan RasulNya oleh seseorang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan atau oleh siapa saja yang punya kemampuan untuk memaksa orang lain, jika tidak mau, akan terkena sangsi yang sangat berat. Mungkin hukuman fisik yang bengis atau bahkan sampai tingkat pembunuhan.

Maka disini ada dua pilihan, memilih disiksa dengan berbagai resiko yang harus ditanggung atau terpaksa mengikuti dengan hati yang mengingkari.

Seorang sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disiksa, dipukul dan ditindas dengan kejam agar dia kufur kepada agama yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Saking tidak kuat dengan siksaan, akhirnya sahabat tersebut terpaksa mengucapkan kata-kata kufur dalam lisannya, namun hatinya tetap tenang dengan keislamannya.

Allah Ta'ala berfirman :

مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ 

Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (Surah An-Nahl, ayat 106).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :

Hal ini merupakan pengecualian, ditujukan kepada orang yang kafir hanya dengan lisannya saja dan kata-katanya menuruti orang-orang musyrik, sebab ia dipaksa dan dalam keadaan tekanan, pukulan, dan penindasan, sedangkan hatinya menolak apa yang diucapkannya, serta dalam keadaan tetap tenang dalam beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir).

Berkata Amar radhiyallahu anhu :

يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا تُركتُ حَتَّى سَببتك وَذَكَرْتُ آلِهَتَهُمْ بِخَيْرٍ! قَالَ: "كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ؟ " قَالَ: مُطَمْئِنًا بِالْإِيمَانِ. فَقَالَ: "إِنْ عَادُوا فَعُدْ". وَفِي ذَلِكَ أَنْزَلَ اللَّهُ: {إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ

"Wahai Rasulullah, saya terus-menerus disiksa hingga saya terpaksa mencacimu dan menyebutkan tuhan-tuhan mereka dengan sebutan yang baik." Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya, "Bagaimanakah dengan hatimu?" Ammar menjawab bahwa hatinya tetap tenang dalam beriman. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Jika mereka (orang-orang musyrik) kembali menyiksamu, maka lakukan pula hal itu. Sehubungan dengan peristiwa ini Allah menurunkan firman-Nya: kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman. (An-Nahl: 106). Riwayat Al Baihaqi. (Tafsir Ibnu Katsir).

Lain lagi dengan sikap sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang lain, seperti Bilal Bin Rabbah, beliau memilih disiksa daripada mengucapkan kata-kata kufur.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :

Karena itulah para ulama sepakat bahwa orang yang dipaksa untuk melakukan kekufuran diperbolehkan berpura-pura menuruti kemauan si pemaksa demi menjaga keselamatan jiwanya. Ia diperbolehkan pula tetap menolak, seperti apa yang pernah dilakukan oleh sahabat Bilal radhiyallahu anhu, dia menolak keinginan mereka yang memaksanya untuk kafir. Karena itulah mereka menyiksanya dengan berbagai macam siksaan, sehingga mereka meletakkan batu besar di atas dadanya di hari yang sangat panas. Mereka memerintahkan Bilal untuk musyrik (mempersekutukan Allah), tetapi Bilal menolak seraya mengucapkan, "Esa, Esa (yakni Allah Maha Esa)."

Bilal radhiyallahu anhu mengatakan, "Demi Allah, seandainya saya mengetahui ada kalimat yang lebih membuat kalian marah, tentulah aku akan mengatakannya." Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada Bilal dan memberinya pahala yang memuaskannya. (Tafsir Ibnu Katsir).

Begitu pula apa yang dilakukan oleh seorang tabi'in ketika Musailamah (nabi palsu) memaksanya untuk mengakui bahwa dirinya adalah nabi, dia memilih disiksa dari pada mengikuti perintahnya Musailamah Al Khadzdzab.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :

Hal yang sama dilakukan oleh Habib ibnu Zaid Al-Ansari. Ketika Musailamah berkata kepadanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?" Habib menjawab, "Ya." Musailamah bertanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa diriku adalah utusan Allah?" Habib menjawab, "Saya tidak mendengar." Lalu Musailamah memotongi anggota tubuh Habib sedikit demi sedikit, sedangkan Habib tetap pada pendirian imannya. (Tafsir Ibnu Katsir).

Diantara kedua hal tadi, yang paling utama adalah mempertahankan agamanya, sekalipun disiksa ataupun dibunuh.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :

Tetapi yang lebih afdal dan paling utama hendaknya seorang muslim tetap pada agamanya, sekalipun sikap ini akan membuatnya mati terbunuh. (Tafsir Ibnu Katsir).

Namun jika memang tidak mampu menahan dari siksaan, pukulan atau keganasan lainnya, bahkan pada tingkat pembunuhan, semoga Allah Ta'ala mengampuni karena keterpaksaan dalam melakukannya, yang terpenting hatinya tidak rela dan tidak ridha dengan perbuatan melanggar aturan agama.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ  تَـجَاوَزَ لِـيْ عَنْ أُمَّتِيْ الْـخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ. حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُمَـا

”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.” (HR. Ibnu Majah, Al Baihaqi, Ad Daraquthni dan Ibnu Hibban. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?