Memilih Pendapat Ulama
MEMILIH PENDAPAT ULAMA
Syekh Utsaimin rahimahullah ditanya :
هل يجوز استفتاء أكثر من عالم ؟ وفي حالة اختلاف الفتيا ، هل يأخذ المستفتي بالأيسر أم بالأحوط ؟ وجزاكم الله خيراً .
“Apakah boleh meminta fatwa kepada lebih dari seorang ulama? Jika terjadi perbedaan fatwa, apakah peminta fatwa mengambil yang paling mudah dan atau yang lebih hati-hati? Jazaaumullah khairan.”
Beliau menjawab :
لا يجوز للإنسان إذا استفتى عالماً واثقاً بقوله أن يستفتي غيره ؛ لأن هذا يؤدي إلى التلاعب بدين الله وتتبع الرخص ؛ بحيث يسأل فلاناً ، فإن لم يناسبه سأل الثاني ، وإن لم يناسبه سأل الثالث وهكذا . وقد قال العلماء في تتبع الرخص : فِسق .
وهذا هو الصحيح ؛ أنه إذا تعادلت الفتيا عندك فإنك تتبع الأيسر ؛ لأن دين الله عز وجل مبني على اليسر والسهولة ، لا على الشدة ، وقد قالت عائشة رضي الله عنها في وصف النبي صلى الله عليه وسلم : ( إنه ما خير بين أمرين إلا اختار أيسرهما ما لم يكن إثماً ) " انتهى .
Maka dengan demikian, seseorang tidak boleh memilih perkara yang paling ringan kecuali dengan dua syarat;
1. Tidak bertentangan dengan pendapat jumhur ulama baik kalangan salaf maupun khalaf. Tidak diragukan lagi bahwa yang paling layak dan paling hati-hati adalah mengikuti mazhab mereka.
2. Dalil-dalil yang disampaikan oleh kedua pandangan yang berbeda tersebut kedudukannya sama, maka ketika itu, anda dapat mengambil yang lebih ringan di antara kedua pendapat. (Liqoat Al-Bab Al-Maftuh”, Syekh Ibnu Utsaimin (Pertemuan ke 46, soal no. 2).
Mudah-mudahan mencerahkan dan ada manfaatnya.
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ada seseorang yang bertanya sesuatu kepada seorang ustadz atau seorang ulama yang terpercaya ucapan dan keilmuannya. Dia meminta fatwa tentang suatu permasalahan. Dijawablah oleh ustadz atau syeikh tersebut. Karena mungkin tidak puas dengan jawabannya, dia bertanya lagi kepada ustadz atau syekh yang lain tentang persoalan yang sama.
Jika yang diinginkan si penanya untuk mencari pendapat atau fatwa yang lebih ringan yang sesuai dengan hawa nafsunya, maka ini sesuatu yang tercela dan suatu kefasikan.
Syekh Utsaimin rahimahullah ditanya :
هل يجوز استفتاء أكثر من عالم ؟ وفي حالة اختلاف الفتيا ، هل يأخذ المستفتي بالأيسر أم بالأحوط ؟ وجزاكم الله خيراً .
“Apakah boleh meminta fatwa kepada lebih dari seorang ulama? Jika terjadi perbedaan fatwa, apakah peminta fatwa mengambil yang paling mudah dan atau yang lebih hati-hati? Jazaaumullah khairan.”
Beliau menjawab :
لا يجوز للإنسان إذا استفتى عالماً واثقاً بقوله أن يستفتي غيره ؛ لأن هذا يؤدي إلى التلاعب بدين الله وتتبع الرخص ؛ بحيث يسأل فلاناً ، فإن لم يناسبه سأل الثاني ، وإن لم يناسبه سأل الثالث وهكذا . وقد قال العلماء في تتبع الرخص : فِسق .
Tidak dibolehkan seseorang, jika dia telah meminta fatwa kepada seorang ulama yang dipercaya ucapannya, lalu dia meminta fatwa kepada selainnya.
Karena hal itu menyebabkan sikap mempermainkan agama Allah dan mencari-cari keringanan. Karena jika dia bertanya kepada seseorang ulama, lalu jawabannya tidak cocok, dia bertanya lagi kepada ulama lainnya, jika tidak cocok, dia bertanya kepada ulama yang ketiga, demikian seterusnya. Para ulama menyatakan bahwa sikap mencari-cari yang mudah dalam agama adalah kefasikan. (Liqoat Al-Bab Al-Maftuh”, Syekh Ibnu Utsaimin (Pertemuan ke 46, soal no. 2).
Karena hal itu menyebabkan sikap mempermainkan agama Allah dan mencari-cari keringanan. Karena jika dia bertanya kepada seseorang ulama, lalu jawabannya tidak cocok, dia bertanya lagi kepada ulama lainnya, jika tidak cocok, dia bertanya kepada ulama yang ketiga, demikian seterusnya. Para ulama menyatakan bahwa sikap mencari-cari yang mudah dalam agama adalah kefasikan. (Liqoat Al-Bab Al-Maftuh”, Syekh Ibnu Utsaimin (Pertemuan ke 46, soal no. 2).
Namun jika dia bertanya sesuatu kepada seorang ustadz atau ulama, dalam keadaaan mendesak dikarenakan tidak ada lagi ustadz atau ulama yang lebih utama dan berilmu, nanti kalau ketemu ustadz atau ulama yang lebih utama dan lebih berilmu akan ditanyakan lagi tentang perkara yang sama, maka ini diperbolehkan.
Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
لكن أحياناً يكون الإنسان ليس عنده من العلماء إلا فلان مثلاً ، فيسأله من باب الضرورة ، وفي نيته أنه إذا التقى بعالم أوثق منه في علمه ودينه سأله ، فهذا لا بأس به أن يسأل الأول للضرورة ، ثم إذا وجد من هو أفضل سأله .
Akan tetapi kadang seseorang tidak mengetahui ulama kecuali si fulan misalnya, lalu dia bertanya karena mendesak. Dia niat apabila bertemu dengan ulama yang lebih dipercaya ilmu dan agamanya maka dia akan bertanya kepadanya. Hal seperti ini tidak mengapa jika dia bertanya kepada yang pertama karena darurat, lalu ketika dia bertemu dengan yang lebih utama, maka dia bertanya lagi. (Liqoat Al-Bab Al-Maftuh”, Syekh Ibnu Utsaimin (Pertemuan ke 46, soal no. 2).
Bagaimana kalau pendapat ulama tersebut terjadi perbedaan, maka pilihlah pendapat ulama yang dianggap lebih kuat ilmu dan agamanya. Bagaimana kalau sama-sama kuat keilmuan dan agamanya, maka pilihlah yang paling ringan pendapatnya.
Dan berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
وإذا اختلف العلماء عليه في الفتيا ، أو فيما يسمع من مواعظهم ونصائحهم – مثلاً - ، فإنه يتبع مَن يراه إلى الحق أقرب في علمه ودينه .
فإن تساوى عنده الرجلان في العلم والدين :
فقال بعض العلماء : يتبع الأحوط وهو الأشد .
وقيل : يتبع الأيسر .
فإن تساوى عنده الرجلان في العلم والدين :
فقال بعض العلماء : يتبع الأحوط وهو الأشد .
وقيل : يتبع الأيسر .
وهذا هو الصحيح ؛ أنه إذا تعادلت الفتيا عندك فإنك تتبع الأيسر ؛ لأن دين الله عز وجل مبني على اليسر والسهولة ، لا على الشدة ، وقد قالت عائشة رضي الله عنها في وصف النبي صلى الله عليه وسلم : ( إنه ما خير بين أمرين إلا اختار أيسرهما ما لم يكن إثماً ) " انتهى .
Jika para ulama berbeda pendapat di hadapannya dalam suatu fatwa, atau berdasarkan apa yang dia dengar dari nasehat dan ceramah mereka, maka hendaknya dia mengikuti ulama yang menurut dia lebih kuat ilmu dan agamanya. Jika menurutnya keduanya sama-sama kedudukannya dalam hal ilmu dan agama, maka sebagian ulama berpendapat hendaknya dia pilih yang lebih hati-hati, atau yang paling berat. Ada juga yang berpendapat, hendaknya dia memilih yang lebih mudah. Pendapat ini yang benar, karena jika fatwa-fatwa yang ada kedudukannya seimbang di hadapan anda, maka anda dapat memilih yang lebih ringan, karena agama Alah Azza wa Jalla dibangun berdasarkan kemudahan, bukan berdasarkan kesulitan. Aisyah radhiallahu anha berkata saat menjelaskan sifat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Sungguhnya beliau, jika berada dalam dua perkara yang dipilih, niscaya akan memilih yang paling ringan. Selama tidak berdosa.” (Liqoat Al-Bab Al-Maftuh”, Syekh Ibnu Utsaimin (Pertemuan ke 46, soal no. 2).
Untuk itu, jika seseorang mengambil pendapat ulama yang paling ringan pendapatnya, yang sama-sama kuat keilmuan dan agamanya, maka harus memenuhi dua syarat, pendapatnya tidak bertentangan dengan jumhur ulama dan dalil-dalilnya yang disampaikan sama.
Dan berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
وعليه : فلا يجوز لك الأخذ بقول من يقول بالرخصة إلا بشرطين اثنين :
1- ألا يكون قد خالف جماهير أهل العلم من السلف والخلف ، فهو – ولا شك – الأعلم والأورع الذين ينبغي على الناس اتباع مذهبهم .
2- وأن تتكافأ الأدلة التي يذكرها أصحاب القولين في المسألة ، فلك ـ حينئذ ـ أن تأخذ بالأيسر من القولين .
1- ألا يكون قد خالف جماهير أهل العلم من السلف والخلف ، فهو – ولا شك – الأعلم والأورع الذين ينبغي على الناس اتباع مذهبهم .
2- وأن تتكافأ الأدلة التي يذكرها أصحاب القولين في المسألة ، فلك ـ حينئذ ـ أن تأخذ بالأيسر من القولين .
Maka dengan demikian, seseorang tidak boleh memilih perkara yang paling ringan kecuali dengan dua syarat;
1. Tidak bertentangan dengan pendapat jumhur ulama baik kalangan salaf maupun khalaf. Tidak diragukan lagi bahwa yang paling layak dan paling hati-hati adalah mengikuti mazhab mereka.
2. Dalil-dalil yang disampaikan oleh kedua pandangan yang berbeda tersebut kedudukannya sama, maka ketika itu, anda dapat mengambil yang lebih ringan di antara kedua pendapat. (Liqoat Al-Bab Al-Maftuh”, Syekh Ibnu Utsaimin (Pertemuan ke 46, soal no. 2).
Mudah-mudahan mencerahkan dan ada manfaatnya.
Komentar
Posting Komentar