Membayar Zakat Kepada Orang Tua, Anak Atau Isteri

MEMBAYAR ZAKAT KEPADA ORANG TUA, ANAK ATAU ISTERI

Seseorang membayar atau menyalurkan zakatnya kepada orang tua, anak atau isterinya, maka ini tidak boleh, karena mereka adalah tanggungjawabnya untuk menafkahinya.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,

"ولا يعطى من الصدقة المفروضة للوالدين , وإن علوا , ولا للولد , وإن سفل قال ابن المنذر : أجمع أهل العلم على أن الزكاة لا يجوز دفعها إلى الوالدين , في الحال التي يجبر الدافع إليهم على النفقة عليهم , ولأن دفع زكاته إليهم تغنيهم عن نفقته , وتسقطها عنه , ويعود نفعها إليه , فكأنه دفعها إلى نفسه , فلم تجز.." انتهى من المغني (2/269) بتصرف يسير .

“Tidak diberikan dari zakat untuk kedua orang tua sampai ke atas. Tidak juga diberikan kepada anak sampai ke bawah. Ibnu Al-Munzir mengatakan, “Para ahli ilmu sepakat (ijma’) bahwa zakat tidak diboleh diberikan kepada kedua orang tua.” Dimana kondisi pemberi dipaksa untuk memberikan nafkah kepadanya. Karena memberikan zakat kepadanya dapat menjadikan tercukupi dari nafkah kepadanya dan dapat menggugurkannya. Sementara manfaatnya akan kembali kepadanya. Seakan-akan memberikan untuk dirinya, sehingga tidak diperbolehkan.” Selesai dari ‘Al-Mugni dengan diedit, (2/269).

Berkata Imam Nawawi rahimahullah :

قوله (ولا يجوز دفعها الي من تلزمه نفقته من الاقارب والزوجات من سهم الفقراء لان ذلك انما جعل للحاجة ولا حاجة بهم مع وجوب النفقة) قال أصحابنا لا يجوز للإنسان أن يدفع إلى ولده ولا والده الذي يلزمه نفقته من سهم الفقراء والمساكين لعلتين (احداهما) أنه غني بنفقته (والثانية) أنه بالدفع إليه يجلب إلى نفسه نفعا وهو منع وجوب النفقة عليه

"Tidak boleh memberikan zakat kepada orang yang wajib untuk menafkahinya dari golongan kerabat dan para istri atas dasar bagian orang-orang fakir. Sebab bagian tersebut hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan, dan tidak ada kebutuhan bagi para kerabat yang telah wajib dinafkahi.

Para ashab berkata, ‘Tidak boleh bagi seseorang untuk memberikan zakat pada anaknya dan juga tidak pada orang tuanya yang wajib untuk dinafkahi, dari bagian orang fakir miskin karena dua alasan. Pertama, dia tercukupi dengan nafkah. Kedua, dengan memberikan zakat pada orang tua atau anak akan menarik kemanfaatan pada muzakki, yakni tercegahnya kewajiban nafkah pada orang tua atau anaknya.’”  (Al-Majmu’ ala Syarhil Muhadzab).

Berkata Ibnul Mundzir rahimahullah :

وأجمعوا على أن الزكاة لا يجوز دفعها إلى: الوالدين، فى الحال التي يجبر الدافع إليهم على النفقة عليهم

“Para ulama sepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada kedua orang tua, pada keadaan di mana zakat itu akan menutupi kewajiban muzakki untuk memberikan nafkah kepada mereka.” (Al-Ijma’, hlm. 48)

Dan berkata Ibnul Mundzir rahimahullah :

وأجمعوا على أن الرجل لا يعطي زوجته من الزكاة؛ لأن نفقتها عليه، وهي غنية بغناه

“Para ulama sepakat bahwa seorang suami tidak boleh memberikan zakat kepada istrinya. Karena nafkah istri menjadi kewajiban suami. Dan istri dianggap kaya, dengan kekayaan suami.” (Al-Ijma’, hlm. 49)

Syekh Bin Baaz rahimahullah ditanya :

هل يجوز إخراج الزكاة من شخص لأمه؟

Apakah boleh seseorang menyalurkan zakat untuk ibunya?

Beliau menjawab :

ليس للمسلم أن يخرج زكاته في والديه ولا في أولاده بل عليه أن ينفق عليهم من ماله إذا احتاجوا لذلك وهو يقدر على الإنفاق عليهم

Tidak boleh bagi seorang muslim mengeluarkan zakat untuk kedua orang tuanya dan juga tidak boleh pula untuk anak-anaknya. Bahkan kewajiban dia adalah memberi nafkah untuk mereka dari hartanya jika mereka butuh dan ia mampu untuk memberi nafkah. (Fatawa Al Mar-ah Al Muslimah, hal. 168).

Kalau zakat diberikan kepada karib kerabatnya yang lain yang bukan dibawah tanggungannya seperti kakak, adik, paman, bibi, keponakan, sepupu dan yang lainnya ini boleh, kalau memang mereka fakir dan miskin, bahkan lebih diutamakan.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :

إنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَهِيَ عَلَى ذِيْ الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

"Shadaqah pada orang miskin mendapatkan (pahala) shadaqah, Shadaqah kepada saudara mendapatkan dua pahala, yakni (pahala) shadaqah dan (pahala) menyambung tali persaudaraan,” (HR Ibnu Majah, An-Nasa’i dan yang lainnya. Berkata Syekh Al Albani : Shahih Lighoirillah).

Di dalam salah satu pendapat Madzhab Syafiiyyah disebutkan :

وإذا كان للمالك الذي وجبت في ماله الزكاة أقارب لا تجب عليه نفقتهم ، كالأخوة والأخوات والأعمام والعمات والأخوال والخالات وأبنائهم وغيرهم، وكانوا فقراء أو مساكين، أو غيرهم من أصناف المستحقين للزكاة، جاز صرف الزكاة إليهم، وكانوا هم أولى من غيرهم

"Jika pemilik harta yang wajib zakat memiliki kerabat yang tidak wajib baginya untuk menafkahi mereka, seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dari jalur ayah, bibi dari jalur ayah, paman dari jalur ibu, bibi dari jalur ibu, anak-anak mereka dan kerabat lainnya, keadaan kerabat tersebut fakir atau miskin, atau memiliki sifat lain dari golongan orang-orang yang wajib zakat, maka boleh membagikan zakat kepada mereka, bahkan para kerabat ini lebih berhak dari orang lain,” (Al-Fiqhul Manhaji ‘alal Madzhabil Imamis Syafi’i, juz II, halaman 42).

Berkata Syekh Bin Baaz rahimahullah :

"إن دفع الزكاة إلى الأقارب الذين هم من أهلها أفضل من دفعها إلى من هم ليسوا من قرابتك ؛ لأن الصدقة على القريب صدقة وصلة إلا إذا كان هؤلاء الأقارب ممن تلزمك نفقتهم . وأعطيتهم من الزكاة ما تحمي به مالك من الإنفاق فإن هذا لا يجوز ، فإذا قدر أن هؤلاء الإخوة الذين ذكرت والأخوات فقراء ، وأن مالك لا يتسع للإنفاق عليهم ؛ فلا حرج عليك أن تعطيهم من زكاتك

“Sesungguhnya membayar zakat kepada kerabat dari keluarganya itu lebih bagus dibandingkan diberikan kepada orang yang bukan kerabat anda. Karena shadaqah kepada kerabat, termasuk shodaqah dan menyambung kekerabatan. Kecuali para kerabat tersebut termasuk orang yang menjadi tanggungan nafkah anda (maka tidak boleh diberikan zakat kepadanya). Kalau anda memberikan zakat kepadanya agar harta anda terjaga tidak memberikan nafkah kepadanya, maka hal itu tidak diperbolehkan. Kalau seandainya saudara dan saudari yang anda sebutkan itu fakir dan harta anda tidak mencukupi untuk memberikan nafkah kepada mereka, maka tidak mengapa anda memberikan zakat anda  kepada mereka. Majmu’ Al-Fatawa, (14/311).

Bahkan seorang isteri yang kaya dan memiliki suami yang fakir atau miskin, maka boleh memberikan zakat kepada suaminya, karena suami bukan tanggungjawab nafkah isterinya.

Di dalam salah satu pendapat Madzhab Syafiiyyah disebutkan  :

يسن للزوجة إذا كانت غنية، ووجبت في مالها الزكاة، أن تعطي زكاة مالها لزوجها إن كان فقيرا، وكذلك يستحب لها أن تنفقها على أولادها إن كانوا كذلك، لأن نفقة الزوج والأولاد غير واجبة على الأم والزوجة.

“Disunnahkan bagi istri yang kaya dan wajib zakat dari hartanya, untuk memberikan zakat tersebut kepada suaminya yang fakir. Begitu juga disunnahkan bagi istri tersebut untuk memberikan zakat pada anak-anaknya, jika anaknya dalam keadaan fakir, sebab menafkahi suami dan anak tidak wajib bagi istri dan ibu,” (Al-Fiqhul Manhaji ‘alal Madzhabil Imamis Syafi’i, juz II, halaman 42).

Kalau orang tua, anak atau isterinya memiliki utang, maka boleh membayarkan utang mereka dengan zakatnya.

Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah :

"دفع الزكاة إلى أصله وفرعه أعني آباءه وأمهاته وإن علوا ، وأبناءه وبناته وإن نزلوا إن كان لإسقاط واجب عليه لم تجزئه ، كما لو دفعها ليسقط عنه النفقة الواجبة لهم عليه إذا استغنوا بالزكاة ، أما إن كان في غير إسقاط واجب عليه ، فإنها تجزئه ، كما لو قضى بها ديناً عن أبيه الحي ، أو كان له أولاد ابن وماله لا يحتمل الإنفاق عليهم وعلى زوجته وأولاده ، فإنه يعطي أولاد ابنه من زكاته حينئذ ؛ لأن نفقتهم لا تجب عليه في هذه الحال ، وبذل الزكاة للأصول والفروع في الحال التي تجزئ أولى من بذلها لغيرهم ؛ لأن ذلك صدقة وصلة " انتهى من "مجموع الفتاوى" (18/415) .

"Membayar zakat kepada asal dan cabang (keturunan) maksudnya adalah kepada ayah dan ibunya garis keturunan sampai ke atas. Dan kepada anak lelaki dan anak perempuan sampai garis keturunan ke bawah. Kalau dalam rangka menggugurkan kewajiban (nafkah) kepadanya, hal itu tidak diperbolehkan. Seperti kalau membayar zakat agar gugur nafkah wajib kepadanya dan tercukup dengan zakat. Kalau bukan untuk menggugurkan kewajiban kepadanya, maka hal itu diperbolehkan. Seperti melunasi hutang ayahnya yang masih hidup. Atau memberikan kepada cucu sementara hartanya tidak mencukupi untuk memberikan nafkah kepadanya, kepada istri dan anak-anaknya. Maka kondisi seperti itu diperbolehkan memberikan zakat kepada cucunya. Karena memberi nafkah pada kondisi seperti ini tidak wajib. Memberikan zakat kepada asal dan cabang (keturunan) dalam kondisi yang diterima itu lebih baik dibandingkan diberikan kepada orang lain. Karena hal itu termasuk shodaqah dan menyambung kekerabatan.” Selesai dari ‘Majmu’ Faatawa, (18/415).

Berkata Syekh Bin Baaz rahimahullah :

 وكذلك لو كان هؤلاء الإخوة والأخوات عليهم ديون للناس وقضيت دينهم من زكاتك ، فإنه لا حرج عليك في هذا أيضاً ؛ وذلك لأن الديون لا يلزم القريب أن يقضيها عن قريبه ، فيكون قضاؤها من زكاته أمراً مجزياً حتى ولو كان ابنك أو أباك وعليه دين لأحد ولا يستطيع وفاءه ، فإنه يجوز لك أن تقضيه من زكاتك

Begitu juga kalau saudara dan saudari anda itu mempunyai hutang kepada orang lain dengan melunasi hutangnya dari zakat anda. Hal itu tidak mengapa juga. Hal itu karena hutang, tidak menjadi tanggungan kerabat terhadap kerabat lainnya. Sehingga pelunasan hutang dari zakat anda, suatu hal yang diperbolehkan sampai kalau sekiranya anak atau ayah anda. Kalau dia mempunyai hutang kepada orang lain dan tidak mampu melunasinya, maka anda diperbolehkan melunasinya dari zakat anda. Majmu’ Al-Fatawa, (14/311).


AFM

Dari berbagai sumber.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?