Orang Lain Lebih Baik
ORANG LAIN LEBIH BAIK
Jika seseorang menganggap dirinya lebih mulia, lebih baik atau perasaan lebih lainnya dibandingkan orang lain, maka orang seperti ini jauh dari akhlak salaf.
Seorang salaf itu, selalu menganggap orang lain lebih mulia atau lebih baik daripada dirinya. Seorang salaf itu selalu menganggap dirinya penuh kekurangan dan mengganggap orang lain banyak kelebihannya.
Berkata Bakr Bin Abdullah Al-Muzani rahimahullah dalam kitab Hilyatul Auliya :
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah, jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku, maka ia lebih baik dariku’. Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Aku telah lebih dahulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku’. Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat orang yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.”
[Hilyatul Awliya’ 2/226].
Ucapkan yang serupa, terdapat dalam kitab Shifatus Shafwah, Berkata Bakr bin Abdullah Al Muzani rahimahullah :
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah!
Jika engkau melihat seorang yang lebih tua dari engkau, maka katakanlah; Orang ini telah mendahuluiku dalam keimanan dan amalan shaleh Ia lebih baik dariku.
Jika engkau melihat seorang yang lebih muda dari engkau maka katakanlah; Aku telah mendahuluinya dengan dosa dan maksiat Ia lebih baik dariku.
Jika engkau melihat saudara-saudaramu memuliakan dan mengagungkanmu maka katakanlah; Ini adalah keutamaan yang mereka ambil dengannya.
Jika engkau melihat kekurangan pada mereka maka katakanlah; Ini adalah dosa yang aku telah perbuat.
Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu. Shifatus Shafwah (3/175).
Ada juga seseorang yang merasa paling berilmu dibandingkan dengan yang lain. Merasa dirinya paling mengilmui seluruh cabang ilmu. Merasa dirinya menguasai berbagai ilmu. Padahal di atas langit ada langit.
Nabi Musa alaihissalam merasa dirinya paling berilmu di kolong langit ini. Lantas Allah Ta'ala menegurnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata :
بَيْنَمَا مُوسَى فِي مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْكَ قَالَ لَا فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى بَلَى عَبْدُنَا خَضِرٌ فَسَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ إِلَيْهِ فَجُعِلَ لَهُ الْحُوتُ آيَةً
“Suatu ketika Nabi Musa sedang bermajelis di tengah Bani Israil, ada seseorang mendatanginya dan bertanya: “Apakah engkau (wahai Musa) mengetahui ada seseorang yang lebih berilmu daripadamu?” Musa menjawab: “Tidak ada.” Kemudian Allah memberi wahyu kepada Musa: “Iya ada, yaitu hamba Kami Khadlir.” Maka Musa bertanya tentang jalan menemui Khadlir dan dijadikan ikan sebagai tanda atasnya… dst.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
AFM
Jika seseorang menganggap dirinya lebih mulia, lebih baik atau perasaan lebih lainnya dibandingkan orang lain, maka orang seperti ini jauh dari akhlak salaf.
Seorang salaf itu, selalu menganggap orang lain lebih mulia atau lebih baik daripada dirinya. Seorang salaf itu selalu menganggap dirinya penuh kekurangan dan mengganggap orang lain banyak kelebihannya.
Berkata Bakr Bin Abdullah Al-Muzani rahimahullah dalam kitab Hilyatul Auliya :
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah, jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku, maka ia lebih baik dariku’. Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Aku telah lebih dahulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku’. Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat orang yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.”
[Hilyatul Awliya’ 2/226].
Ucapkan yang serupa, terdapat dalam kitab Shifatus Shafwah, Berkata Bakr bin Abdullah Al Muzani rahimahullah :
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah!
Jika engkau melihat seorang yang lebih tua dari engkau, maka katakanlah; Orang ini telah mendahuluiku dalam keimanan dan amalan shaleh Ia lebih baik dariku.
Jika engkau melihat seorang yang lebih muda dari engkau maka katakanlah; Aku telah mendahuluinya dengan dosa dan maksiat Ia lebih baik dariku.
Jika engkau melihat saudara-saudaramu memuliakan dan mengagungkanmu maka katakanlah; Ini adalah keutamaan yang mereka ambil dengannya.
Jika engkau melihat kekurangan pada mereka maka katakanlah; Ini adalah dosa yang aku telah perbuat.
Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu. Shifatus Shafwah (3/175).
Ada juga seseorang yang merasa paling berilmu dibandingkan dengan yang lain. Merasa dirinya paling mengilmui seluruh cabang ilmu. Merasa dirinya menguasai berbagai ilmu. Padahal di atas langit ada langit.
Nabi Musa alaihissalam merasa dirinya paling berilmu di kolong langit ini. Lantas Allah Ta'ala menegurnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata :
بَيْنَمَا مُوسَى فِي مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْكَ قَالَ لَا فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى بَلَى عَبْدُنَا خَضِرٌ فَسَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ إِلَيْهِ فَجُعِلَ لَهُ الْحُوتُ آيَةً
“Suatu ketika Nabi Musa sedang bermajelis di tengah Bani Israil, ada seseorang mendatanginya dan bertanya: “Apakah engkau (wahai Musa) mengetahui ada seseorang yang lebih berilmu daripadamu?” Musa menjawab: “Tidak ada.” Kemudian Allah memberi wahyu kepada Musa: “Iya ada, yaitu hamba Kami Khadlir.” Maka Musa bertanya tentang jalan menemui Khadlir dan dijadikan ikan sebagai tanda atasnya… dst.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
AFM
Komentar
Posting Komentar