Mencetak Anak Shaleh

MENCETAK ANAK SHOLEH

Oleh : Abu Fadhel Majalengka

Semua orang tua, menginginkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang baik, yang sholeh, yang berbakti kepada kedua orang tuanya, membela dan menolong agama Allah.

Namun untuk mewujudkan itu semua tidaklah mudah, tidak seperti membalikkan kedua telapak tangan, memerlukan kerja keras dan kesabaran tingkat tinggi.

Penulis kali ini akan membahas mengenai tahapan-tahapan membentuk generasi yang sholeh yang kita harapkan bersama, namun bukan artian penulis sudah sukses dalam mendidik anak, ini semua terus dalam proses sampai kita yang diwafatkan duluan atau anak-anak kita yang lebih duluan.

PERTAMA, Keteladanan Orang Tua

Memberi contoh yang baik, ini merupakan perkara yang pokok. Karena kebanyakan anak itu mencontoh kedua orang tuanya.

Ketika kita mengajak mereka melaksanakan perintah-perintah Allah dan RasulNya, seperti shalat, puasa, berinfak, berhijab dan lain sebagainya, tentulah kita yang terlebih dahulu mencontohkannya.

Begitu pula ketika kita melarang sesuatu yang Allah dan RasulNya larang, kita terlebih dahulu meninggalkan larangan tersebut.

Allah Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُون
َ
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. [QS. Ash-Shaff : 2].

Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan melalui Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah, yang telah menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang kepada keluarganya yang saat itu ia masih anak-anak. Lalu ia pergi untuk bermain-main, tetapi ibunya memanggilnya, "Hai Abdullah, kemarilah, aku akan memberimu sesuatu." Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada ibunya, "Apakah yang hendak engkau berikan kepadanya?" Ibunya menjawab, "Kurma," Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تَفْعَلِي كُتِبت عَلَيْكِ كِذْبة"

Ketahuilah, sesungguhnya andaikata engkau tidak memberinya, tentulah akan dicatat atas dirimu sebagai suatu kedustaan. (Tafsir Ibnu Katsir).

Dan Allah Ta'ala berfirman:

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَاب
َ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” [QS. Al-Baqarah : 44].

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:

يقول تعالى : كيف يليق بكم - يا معشر أهل الكتاب ، وأنتم تأمرون الناس بالبر ، وهو جماع الخير - أن تنسوا أنفسكم ، فلا تأتمروا بما تأمرون الناس به ، وأنتم مع ذلك تتلون الكتاب ، وتعلمون ما فيه على من قصر في أوامر الله ؟ أفلا تعقلون ما أنتم صانعون بأنفسكم ؛ فتنتبهوا من رقدتكم ، وتتبصروا من عمايتكم

Allah Ta'ala berfirman, "Apakah layak bagi kalian, hai orang-orang ahli kitab, bila kalian memerintahkan manusia berbuat kebajikan yang merupakan inti dari segala kebaikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri dan kalian tidak melakukan apa yang kalian perintahkan kepada orang-orang untuk mengerjakannya, padahal selain itu kalian membaca kitab kalian dan mengetahui di dalamnya akibat apa yang akan menimpa orang-orang yang melalaikan perintah Allah? Tidakkah kalian berakal memikirkan apa yang kalian lakukan terhadap diri kalian sendiri, lalu kalian bangun dari kelelapan kalian dan melihat setelah kalian buta?" (Tafsir Ibnu Katsir).

Banyak terjadi anak-anak tidak shalat, tidak puasa, tidak suka bersedekah, tidak mengaji dan lain sebagainya karena memang orang tuanya tidak mencontohkannya.

Begitu pula anak-anak yang suka berkata kasar dan kotor, ringan tangan, suka berdusta dan kejelekan-kejelekan lainnya karena orang tuanya yang mencontohkannya. Orang tuannyalah yang senantiasa bicara kotor dan kasar, orang tuanyalah  yang ringan tangan, orang tuanyalah yang suka berdusta dan lain sebagainya.

Berkata Asy Syeikh Muhammad Amani Al Jamiyyi rahimahullah:

اصلح نفسك بالعلم ثم حاول اصلاح غيرك

Perbaiki dirimu dengan ilmu kemudian baru beralih perbaiki selainmu.  Syarah Qurrota 'Uyun AlMuwahhidin 13).

KEDUA, Senantiasa Orang Tua Mendidik, Menasehati dan Memperingatkan Anak-Anaknya.

Orang tua harus senantiasa mendidik, menasehati dan memperingatkan anak-anaknya. Jangan lelah dan letih untuk mengajak kebaikan, memperingatkan dan melarang dari perbuatan maksiat.

Allah Ta'ala berfirman:

وأنذر عشيرتك الأقربين.

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat," (QS. Asy-Syuara: 214)

Berkata Al-Qurthubi rahimahullah;

Seorang muslim, siapapun dia, adalah orang yang mengajak kepada jalan Allah Ta'ala, maka jadikanlah orang yang pertama mendapatkan dakwahnya adalah anak-anak dan keluarganya, kemudian orang-orang berikutnya. Allah Ta'ala, saat menugaskan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk berdakwah, Dia berfirman kepadanya, "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat," (QS. Asy-Syuara: 214), karena mereka adalah orang yang paling berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayangnya. (Tafsir Al-Qurthubi, 18/196)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...(QS. At Tahrim : 6).

Berkata Ali Bin Abu Thalib radhiyallahu, sehubungan dengan makna firman-Nya: Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At-Tahrim: 6)

 أدبوهم وعلموهم

Didiklah mereka dan ajarilah mereka. (Tafsir Ibnu Katsir).

Berkata Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At-Tahrim: 6):

اعملوا بطاعة الله واتقوا معاصي الله وأمروا أهليكم بالذكر ينجيكم الله من النار.

Amalkanlah ketaatan kepada Allah dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk mengingat (Allah), niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka. (Tafsir Ibnu Katsir).

Berkata Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At-Tahrim: 6):

اتقوا الله وأوصوا أهليكم بتقوى الله

Bertakwalah kamu kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah. (Tafsir Ibnu Katsir).

Berkata Qatadah rahimahullah:

 تأمرهم بطاعة الله وتنهاهم عن معصية الله وأن تقوم عليهم بأمر الله وتأمرهم به وتساعدهم عليه فإذا رأيت لله معصية قذعتهم عنها وزجرتهم عنها

Engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka dari perbuatan durhaka terhadap­Nya. Dan hendaklah engkau tegakkan terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Dan apabila engkau melihat di kalangan mereka terdapat suatu perbuatan maksiat terhadap Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang mereka melakukannya. (Tafsir Ibnu Katsir).

Berkata Ad-Dahhak dan Muqatil rahimahumallah :

حق المسلم أن يعلم أهله من قرابته وإمائه وعبيده ما فرض الله عليهم وما نهاهم الله عنه.

Kewajiban bagi seorang muslim mengajarkan kepada keluarganya, baik dari kalangan kerabatnya ataupun budak-budaknya hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka jauhi. (Tafsir Ibnu Katsir).

Kalau orang tua tidak memiliki ilmu yang memadai untuk mendidik, menasehati dan memperingatkan anak-anaknya, maka carilah kerabat terdekat yang punya kemampuan, mungkin kakeknya atau pamannya, antarkan kepada mereka anak-anak kita dan mintalah untuk mendidiknya. Atau alternatif lain, mengantarkan ke pasantren yang mendidik mereka akidah yang lurus, adab dan akhlak yang baik serta ibadah yang benar.

KETIGA, Orang Tua Mendoakan Anak-Anaknya.

Orang tua senantiasa mendoakan agar anak-anaknya menjadi anak-anak yang baik, anak-anak yang sholeh dan anak-anak yang memahami dan mengamalkan ajaran agamanya.

Para Nabi telah mengajarkan kepada para orang tua, bagaimana mereka senantiasa mendoakan anak-anak keturunannya menjadi anak-anak yang sholeh, apalagi kita sebagai manusia biasa tentunya lebih pantas lagi untuk mendoakan anak-anak kita.

Allah Ta'ala berfirman:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40).

Dan Allah Ta'ala berfirman:

رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ

“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)..

Dan Allah Ta'ala berfirman:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan: 74).

Doa orang tua, merupakan doa yang diijabah, doa yang dikabulkan, berdoalah untuk kebaikan anak-anak kita.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud. Berkata Syaikh Al Albani : Hadits Hasan).

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

“Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi. Berkata  Syaikh Al Albani : Hadits Shahih).

KEEMPAT, Bersabar Dalam Mendidik Dan Mendoakan Anak-Anaknya.

Mendidik, menasehati, memperingatkan dan mendoakan anak-anak perlu kesabaran. Semua perlu proses yang panjang.

Untuk menyuruh makan dan minum dengan tangan kanan saja perlu waktu. Harus terus dingatkan, kalau tidak, kembali dia makan dan minum pakai tangan kiri, apalagi yang lainnya, seperti shalat, puasa dan yang lainnya.

Terus menerus, jangan bosan, jangan patah semangat, sampai ajal menemui kita, atau anak kita yang ajal duluan.

Lihatlah bagaimana kisah Nabi Nuh alaihissalam, dengan sabarnya beliau mendidik, menasehati dan memperingatkan anaknya sampai 9,5 abad lamanya, walaupun anaknya tetap membangkang, sampai Allah tenggelamkan.

Allah Ta'ala berfirman:

{وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (41) وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ (42) قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ (43) }

Dan Nuh berkata, "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedangkan anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata, " Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (QS. Hud : 41-43).

KELIMA, Orang Tua Tugasnya Mendidik, Memperingatkan Dan Mendoakan, Hidayah Taufik Tergantung Allah.

Kewajiban orang tua hanya menyampaikan, hidayah taufik itu ditangan Allah.  Begitu pula kewajiban para Rasul. Sekelas Rasul saja tidak bisa memberikan hidayah taufik, apalagi kita sebagai manusia biasa. Perhatikan kisah Nabi Nuh alaihissalam, beliau tidak bisa memberikan hidayah taufik kepada anaknya. Sekali lagi, kewajiban kita hanya menyampaikan. Hanya bisa memberikan hidayah bayan, tidak bisa memberikan hidayah taufik.

Allah Ta'ala berfirman:

Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul (Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (QS. Al Maidah : 92)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saja, tidak bisa memberikan hidayah taufik  kepada orang yang dia cintai, padahal beliau orang yang paling berilmu, orang yang paling mengamalkan ilmu, orang yang paling berakhlak, orang yang paling menguasai metode dakwah, orang yang paling sabar dan orang yang doanya dikabulkan, namun hidayah taufik, beliau tidak bisa berikan, itu hak prerogatif Allah Ta'ala.

Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”.( QS. Al Qashash : 56).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?