Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu
Edisi Fiqh
MENYENTUH KEMALUAN MEMBATALKAN WUDHU ?
Menyentuh kemaluan jika ada penghalang, seperti celana, kain atau sarung sepakat para ulama bahwa itu tidak membatalkan wudhu. Namun jika tidak ada penghalang, disini para ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama
Menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu, sebagaimana pendapat Abu Hanifah, dengan dalil sebagai berikut :
Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَسِسْتُ ذَكَرِى أَوِ الرَّجُلُ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ قَالَ « لاَ إِنَّمَا هُوَ مِنْكَ
“Aku pernah menyentuh kemaluanku atau seseorang ada pula yang menyentuh kemaluannya ketika shalat, apakah ia diharuskan untuk wudhu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kemaluanmu itu adalah bagian darimu.” (HR. Ahmad. Berkata Syaikh Syu’aib Al Arnauth : Hadist Hasan).
Pendapat Kedua
Jika menyentuhnya dengan syahwat, maka membatalkan wudhu, jika tidak dengan syahwat, maka tidak membatalkan wudhu. Mereka berpendapat dengan hadits di bawah ini.
Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا تَرَى فِى رَجُلٍ مَسَّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ قَالَ « وَهَلْ هُوَ إِلاَّ مُضْغَةٌ مِنْكَ أَوْ بَضْعَةٌ مِنْكَ ».
“Wahai Rasulullah, apa pendapatmu mengenai seseorang yang menyentuh kemaluannya ketika shalat?” Beliau bersabda, “Bukankah kemaluan tersebut hanya sekerat daging darimu atau bagian daging darimu?” (HR. An Nasa-i. Berkata Syaikh Al Albani Hadits Shahih).
Berkata Syekh Muhammad Sholeh Al Munajjed hafidzahullah :
وذهب بعض العلماء إلى التفريق بين مس الذكر بشهوة أو بدون شهوة ، فينقض الوضوء إذا كان المس بشهوة ، ولا ينقض بدون شهوة .
وهو قول قوي جداً ، قواه الشيخ ابن عثيمين في الشرح الممتع وصرح بترجيحه في شرحه لبلوغ المرام .
Sebagian ulama merinci antara menyentuh dengan syahwat dan tanpa syahwat. Apabila menyentuh dengan syahwat, maka membatalkan wudu, dan tidak membatalkan wudu jika menyentuhnya tanpa syahwat. Pendapat ini kuat sekali dan Syekh Ibnu Utsaimin menguatkannya dalam kitab Asy-Syarhul-Mumti. Beliau juga dengan jelas mentarjih (menguatkan pendapat ini) dalam penjelasannya di Kitab Bulughul Maram. Al Islam Sual Wa Jawab 99468
Dan berkata Syekh Muhammad Sholeh Al Munajjed hafidzahullah :
إذا مست المرأة ذكر زوجها بشهوة انتقض وضوؤها ، فإن كان بغير شهوة لم ينتقض .
قال عليش في " منح الجليل شرح مختصر خليل " (1/113) : " ومس ذكر غيره يجري على حكم اللمس من تقييده بالقصد أو الوجدان . انتهى ، أي وجدان اللذة .
Jika seorang wanita menyentuh kemaluan suaminya dengan syahwat, maka hal itu membatalkan wudhunya, jika tidak dengan syahwat, maka tidak batal wudhunya.
Ulaisy berkata dalam kitab 'Manhul Jalil Syarh Mukhtashar Khalil' (1/113), "Menyentuh kemaluan orang lain, hukumnya sama dengan batasan tujuan dan kenikmatan (syahwat)." (Al Islam Sual Wa Jawab 134956).
Pendapat Ketiga
Jika menyentuh kemaluan, disunnahkan berwudhu, bukan diwajibkan berwudhu. Ini menunjukkan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu, namun lebih utama berwudhu.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
وَالْأَظْهَرُ أَيْضًا أَنَّ الْوُضُوءَ مِنْ مَسِّ الذَّكَرِ مُسْتَحَبٌّ لَا وَاجِبٌ وَهَكَذَا صَرَّحَ بِهِ الْإِمَامُ أَحْمَد فِي إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْهُ وَبِهَذَا تَجْتَمِعُ الْأَحَادِيثُ وَالْآثَارُ بِحَمْلِ الْأَمْرِ بِهِ عَلَى الِاسْتِحْبَابِ لَيْسَ فِيهِ نَسْخُ قَوْلِهِ : { وَهَلْ هُوَ إلَّا بَضْعَةٌ مِنْك ؟ }
“Pendapat yang lebih kuat, hukum berwudhu ketika menyentuh kemaluan adalah sunnah (dianjurkan) dan bukan wajib. Hal ini ditegaskan dari salah satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat ini telah mengkompromikan berbagai dalil sehingga dalil yang menyatakan perintah dimaksudkan dengan sunnah (dianjurkan) dan tidak perlu adanya naskh pada hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukankah kemaluan tersebut adalah sekerat daging darimu?” (Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 21/241).
Pendapat Keempat
Membatalkan wudhu. Pendapat itu merupakan pendapat mayoritas ulama, baik dari shahabat ataupun (generasi) setelahnya, para tabiin, begitu pula para imam, di antaranya Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad.
Berkata Syeikh Al Munajed hafidzohullôh :
مس الذكر من غير حائل مبطل للوضوء عند كثير من أهل العلم من الصحابة فمن بعدهم من التابعين والأئمة منهم مالك والشافعي وأحمد واستدلوا على ذلك بأحاديث منها قوله صلى الله عليه وسلم: ( مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ ) . رواه أبو داود (181) وصححه الألباني في صحيح أبي داود .
Menyentuh kemaluan tanpa pembatas membatalkan wudhu menurut mayoritas ulama, baik dari shahabat ataupun (generasi) setelahnya, para tabiin, begitu pula para imam, di antaranya Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad.
Mereka berdalil tentang hal itu dengan beberapa hadits, di antaranya, sabda Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam:
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ (رواه أبو داود، رقم 181، وصححه الألباني في صحيح أبي داود)
“Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka hendaklah dia berwudu.” (HR. Abu Daud, no. 181 dan dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud). (Al Islam Sual Wa Jawab No 99468).
Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
أن الإنسان إذا مس ذكره استحب له الوضوء مطلقاً سواء بشهوة أو بغير شهوة وإذا مسه لشهوة فالقول بالوجوب قوي جداً " . انتهى من "الشرح الممتع" (1/234) .
"Bahwa seseorang ketika menyentuh kemaluannya, dianjurkan baginya berwudu secara umum, baik dengan syahwat atau tanpa syahwat. Dan kalau menyentuhnya dengan syahwat, pendapat yang mewajibkan (berwudhu lagi) adalah kuat sekali." (Asy-Syarhul-Mumti, 1/234).
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar