Bolehkah Memakai Sandal Dipekuburan?
BOLEHKAH MEMAKAI SANDAL DIPEKUBURAN ?
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ada seseorang menguatkan pendapat tentang bolehnya memakai sandal atau sepatu di areal pekuburan.
Tentang perkara ini, penulis berusaha untuk mengurai perbedaan pendapat ulama tentang hal ini.
Pertama, Boleh Memasuki Pekuburan Memakai Alas Kaki
Pendapat yang membolehkan memasuki pekuburan memakai sandal atau sepatu berdasarkan dalil berikut ini :
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ، وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ إِنَّهُ لِيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ
Sesungguhnya seorang hamba apabila telah meninggal dunia ketika diletakkan di dalam kuburnya dan telah pergi orang-orang yang mengantarkannya, sungguh hamba tadi mendengar suara sandal-sandal mereka. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَنَّ الْمَيِّتَ لَيَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِهِمْ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِيْنِ
Bahwa sesungguhnya mayit itu mendengar suara sandal-sandal orang yang mengantarkanya ke kuburan apabila mereka beranjak pergi meninggalkan kuburan.[HR. Ibnu Hibban).
Seseorang yang menguatkan pendapat ini, juga berpendapat dengan berdasarkan pendapat ulama mengenai penjelasan hadits di atas.
Imam Al-Khathabi –rahimahullah- (wafat : 388 H) berkata :
وخبر أنس يدل على جواز لبس النعل لزائر القبور وللماشي بحضرتها وبين ظهرانيها
“Hadits Anas menunjukkan akan bolehnya memakai sendal bagi orang yang berziarah kubur dan berjalan di dekat kuburan dan di antara kuburan.” [Ma’alim Sunan : 1/317].
Imam An-Nawawi –rahimahullah- (wafat : 676 H) berkata :
الْمَشْهُورُ فِي مَذْهَبِنَا أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ الْمَشْيُ فِي الْمَقَابِرِ بِالنَّعْلَيْنِ وَالْخُفَّيْنِ وَنَحْوِهِمَا ...وَنَقَلَهُ الْعَبْدَرِيُّ عَنْ مَذْهَبِنَا وَمَذْهَبِ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ
“Yang masyhur di dalam madzhab kami (syafi’iyyah) sesungguhnya tidak dimakruhkan untuk berjalan di kuburan dengan dua sendal, dua sepatu dan yang semisalnya....dan Al-Abdari menukil hal ini dari madzhab kami dan madzhab kebanyakan ulama’.”[Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 5/312].
Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- (wafat : 852 H) berkata :
وَقَدْ ثَبَتَ فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْمَيِّتَ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ إِذَا وَلَّوْا عَنْهُ مُدْبِرِينَ وَهُوَ دَالٌّ عَلَى جَوَازِ لُبْسِ النِّعَالِ فِي الْمَقَابِرِ
“Telah datang dalam sebuah hadits, sesungguhnya mayit mendengar suara sendal mereka apabila mereka telah pergi berpaling darinya. Ini menjadi dalil akan bolehnya memakai sendal di kuburan.” [Fathul Bari : 10/309
Kedua, Makruh Memasuki Pekuburan Memakai Alas Kaki
Pendapat yang memakruhkan memakai sandal atau sepatu memasuki pekuburan berdasarkan dalil berikut ini :
Berkata Basyir bin al-Khashashiyyah radhiyallahu anhu :
بَيْنَا أَنَا أُمَاشِي رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إذَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي الْقُبُورِ، عَلَيْهِ نَعْلَانِ، فَقَالَ: يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْك. فَنَظَرَ الرَّجُلُ، فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَلَعَهُمَا، فَرَمَى بِهِمَا
Ketika aku menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang laki-laki yang berjalan di kuburan dengan memakai dua sandal, kemudian beliau berkata: “Wahai orang yang memakai dua sandal, lepaskanlah dua sandalmu!.” Maka laki-laki tersebut melihat (menoleh) dan saat dia mengetahui (bahwa yang memanggilnya adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia pun melepas dan meletakan kedua sandalnya tersebut.” (HR Abu Dawud. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih).
Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah :
وَيَخْلَعُ النِّعَالَ إذَا دَخَلَ الْمَقَابِرَ، وهَذَا مُسْتَحَبٌّ
“Melepas sandal (alas kaki) saat memasuki area pekuburan adalah sunnah.” (al-Mughni(2/224).
Ditanya Al Lajnah Ad Daimah :
هل خلع النعال في المقابر من السنة أم بدعة ؟
Apakah melapas alas kaki di area pemakaman termasuk sunnah atau termasuk bid’ah?”
Mereka menjawab :
يشرع لمن دخل المقبرة خلع نعليه ؛ لما روى بشير بن الخصاصية رضي الله عنه قال : وذكروا الحديث المتقدم
“Disyariatkan bagi siapa saja yang memasuki area pemakaman (kuburan) untuk melepas alas kakinya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Basyir bin al-Khashashiyyah radhiyallahu ‘anhu, kemudian mereka menyebutkan hadits Basyir di atas. (Fatwa Lajnah Daimah lil Ifta (9/123-124)).
Ada pendapat yang ketiga, haram hukumnya. Namun pendapat ini lemah. Dan mayoritas ulama salaf tidak ada yang menghukumi haram.
Dengan perbedaan pendapat ini, maka yang paling selamat dan mendekati kebenaran adalah makruhnya memakai alas kaki memasuki pekuburan dan sunnah melepasnya karena adanya hadits larangan tegas tentang hal ini.
Ada kaidah fiqih, jika terkumpul larangan dan pembolehan, maka yang didahulukan adalah larangan.
Berkata Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullah :
إِنْ يَـجْـتَـمِعْ مَـعَ مُـِبـيْحٍ مَـا مَـنَـعْ
فَـقَـدِّمَـنْ تَـغْــلِيْـبًا الَّــذِي مَـنَـعْ
Jika berkumpul hal yang membolehkan bersama larangan
Maka dahulukanlah sisi larangan daripada pembolehannya. (Manzhûmah Ushûlil Fiqh wa Qawa’idihi bait ke-31).
Dan jika ada udzur atau halangan, seperti adanya duri, batu tajam, cuaca yang sangat panas dan halangan-halangan lainnya, maka diperbolehkan memakai sandal atau sepatu.
Berkata Al Lajnah Ad Daimah :
قال أحمد : إسناد حديث بشير بن الخصاصية جيد أذهب إليه إلا من علة ، والعلة التي أشار إليها أحمد رحمه الله كالشوك والرمضاء ونحوهما ، فلا بأس بالمشي فيهما بين القبور لتوقي الأذى . وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم "
“Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad hadits Basyir bin al-Khashashiyyah tersebut jayyid (bagus), saya sepakat dengan hadits tersebut kecuali apabila ada alasan”.
Adapun alasan yang dimaksudkan oleh Imam Ahmad rahimahullah yaitu adanya duri, panas yang sangat, atau yang semisal dengannya. Apabila ada hal seperti itu, maka tidak mengapa berjalan (menggunakan alas kaki-red) di antara area pemakanan untuk terhindar dari gangguan. Segala taufik hanya milik Allah, shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Fatwa Lajnah Daimah lil Ifta (9/123-124)).
Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
المشي بين القبور بالنعال خلاف السنة، والأفضل للإنسان أن يخلع نعليه إذا مشى بين القبور إلا لحاجة، إما أن يكون في المقبرة شوك، أو شدة حرارة، أو حصى يؤذي الرجل فلا بأس به، أي يلبس الحذاء ويمشي به بين القبور
“Berjalan di antara kuburan menggunakan sandal menyelisihi sunnah. Yang afdhal bagi seseorang adalah melepas sandalnya ketika berjalan di antara pekuburan kecuali ada keperluan (untuk memakainya). Misalnya di area pekuburan tersebut banyak duri, panas yang sangat, atau ada batu-batu yang bisa membahayakan (kakinya), maka tidak mengapa baginya untuk mengenakan sandal/sepatu dan berjalan di antara pekuburan.” (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin (17/202)).
Berkata Syeikh Muhammad Sholeh Al Munajed hafidzohullôh :
السنة في حق من دخل المقبرة ، أن يخلع نعليه إذا دخلها ، وإذا كان في الأرض شوك يؤذيه ونحو ذلك فلا حرج عليه من لبسها
Yang disunnahkan bagi seseorang saat memasuki area pekuburan adalah melepaskan kedua sandal (atau alas kakinya). Namun, apabila di tanah area kuburan tersebut ada duri atau hal yang sejenisnya yang bisa mengganggunya maka tidak mengapa apabila dia memakainya. (Al Islam Sual Wa Jawab No 106445)..
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ada seseorang menguatkan pendapat tentang bolehnya memakai sandal atau sepatu di areal pekuburan.
Tentang perkara ini, penulis berusaha untuk mengurai perbedaan pendapat ulama tentang hal ini.
Pertama, Boleh Memasuki Pekuburan Memakai Alas Kaki
Pendapat yang membolehkan memasuki pekuburan memakai sandal atau sepatu berdasarkan dalil berikut ini :
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ، وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ إِنَّهُ لِيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ
Sesungguhnya seorang hamba apabila telah meninggal dunia ketika diletakkan di dalam kuburnya dan telah pergi orang-orang yang mengantarkannya, sungguh hamba tadi mendengar suara sandal-sandal mereka. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَنَّ الْمَيِّتَ لَيَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِهِمْ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِيْنِ
Bahwa sesungguhnya mayit itu mendengar suara sandal-sandal orang yang mengantarkanya ke kuburan apabila mereka beranjak pergi meninggalkan kuburan.[HR. Ibnu Hibban).
Seseorang yang menguatkan pendapat ini, juga berpendapat dengan berdasarkan pendapat ulama mengenai penjelasan hadits di atas.
Imam Al-Khathabi –rahimahullah- (wafat : 388 H) berkata :
وخبر أنس يدل على جواز لبس النعل لزائر القبور وللماشي بحضرتها وبين ظهرانيها
“Hadits Anas menunjukkan akan bolehnya memakai sendal bagi orang yang berziarah kubur dan berjalan di dekat kuburan dan di antara kuburan.” [Ma’alim Sunan : 1/317].
Imam An-Nawawi –rahimahullah- (wafat : 676 H) berkata :
الْمَشْهُورُ فِي مَذْهَبِنَا أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ الْمَشْيُ فِي الْمَقَابِرِ بِالنَّعْلَيْنِ وَالْخُفَّيْنِ وَنَحْوِهِمَا ...وَنَقَلَهُ الْعَبْدَرِيُّ عَنْ مَذْهَبِنَا وَمَذْهَبِ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ
“Yang masyhur di dalam madzhab kami (syafi’iyyah) sesungguhnya tidak dimakruhkan untuk berjalan di kuburan dengan dua sendal, dua sepatu dan yang semisalnya....dan Al-Abdari menukil hal ini dari madzhab kami dan madzhab kebanyakan ulama’.”[Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 5/312].
Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- (wafat : 852 H) berkata :
وَقَدْ ثَبَتَ فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْمَيِّتَ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ إِذَا وَلَّوْا عَنْهُ مُدْبِرِينَ وَهُوَ دَالٌّ عَلَى جَوَازِ لُبْسِ النِّعَالِ فِي الْمَقَابِرِ
“Telah datang dalam sebuah hadits, sesungguhnya mayit mendengar suara sendal mereka apabila mereka telah pergi berpaling darinya. Ini menjadi dalil akan bolehnya memakai sendal di kuburan.” [Fathul Bari : 10/309
Kedua, Makruh Memasuki Pekuburan Memakai Alas Kaki
Pendapat yang memakruhkan memakai sandal atau sepatu memasuki pekuburan berdasarkan dalil berikut ini :
Berkata Basyir bin al-Khashashiyyah radhiyallahu anhu :
بَيْنَا أَنَا أُمَاشِي رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إذَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي الْقُبُورِ، عَلَيْهِ نَعْلَانِ، فَقَالَ: يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْك. فَنَظَرَ الرَّجُلُ، فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَلَعَهُمَا، فَرَمَى بِهِمَا
Ketika aku menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang laki-laki yang berjalan di kuburan dengan memakai dua sandal, kemudian beliau berkata: “Wahai orang yang memakai dua sandal, lepaskanlah dua sandalmu!.” Maka laki-laki tersebut melihat (menoleh) dan saat dia mengetahui (bahwa yang memanggilnya adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia pun melepas dan meletakan kedua sandalnya tersebut.” (HR Abu Dawud. Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Shahih).
Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah :
وَيَخْلَعُ النِّعَالَ إذَا دَخَلَ الْمَقَابِرَ، وهَذَا مُسْتَحَبٌّ
“Melepas sandal (alas kaki) saat memasuki area pekuburan adalah sunnah.” (al-Mughni(2/224).
Ditanya Al Lajnah Ad Daimah :
هل خلع النعال في المقابر من السنة أم بدعة ؟
Apakah melapas alas kaki di area pemakaman termasuk sunnah atau termasuk bid’ah?”
Mereka menjawab :
يشرع لمن دخل المقبرة خلع نعليه ؛ لما روى بشير بن الخصاصية رضي الله عنه قال : وذكروا الحديث المتقدم
“Disyariatkan bagi siapa saja yang memasuki area pemakaman (kuburan) untuk melepas alas kakinya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Basyir bin al-Khashashiyyah radhiyallahu ‘anhu, kemudian mereka menyebutkan hadits Basyir di atas. (Fatwa Lajnah Daimah lil Ifta (9/123-124)).
Ada pendapat yang ketiga, haram hukumnya. Namun pendapat ini lemah. Dan mayoritas ulama salaf tidak ada yang menghukumi haram.
Dengan perbedaan pendapat ini, maka yang paling selamat dan mendekati kebenaran adalah makruhnya memakai alas kaki memasuki pekuburan dan sunnah melepasnya karena adanya hadits larangan tegas tentang hal ini.
Ada kaidah fiqih, jika terkumpul larangan dan pembolehan, maka yang didahulukan adalah larangan.
Berkata Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullah :
إِنْ يَـجْـتَـمِعْ مَـعَ مُـِبـيْحٍ مَـا مَـنَـعْ
فَـقَـدِّمَـنْ تَـغْــلِيْـبًا الَّــذِي مَـنَـعْ
Jika berkumpul hal yang membolehkan bersama larangan
Maka dahulukanlah sisi larangan daripada pembolehannya. (Manzhûmah Ushûlil Fiqh wa Qawa’idihi bait ke-31).
Dan jika ada udzur atau halangan, seperti adanya duri, batu tajam, cuaca yang sangat panas dan halangan-halangan lainnya, maka diperbolehkan memakai sandal atau sepatu.
Berkata Al Lajnah Ad Daimah :
قال أحمد : إسناد حديث بشير بن الخصاصية جيد أذهب إليه إلا من علة ، والعلة التي أشار إليها أحمد رحمه الله كالشوك والرمضاء ونحوهما ، فلا بأس بالمشي فيهما بين القبور لتوقي الأذى . وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم "
“Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad hadits Basyir bin al-Khashashiyyah tersebut jayyid (bagus), saya sepakat dengan hadits tersebut kecuali apabila ada alasan”.
Adapun alasan yang dimaksudkan oleh Imam Ahmad rahimahullah yaitu adanya duri, panas yang sangat, atau yang semisal dengannya. Apabila ada hal seperti itu, maka tidak mengapa berjalan (menggunakan alas kaki-red) di antara area pemakanan untuk terhindar dari gangguan. Segala taufik hanya milik Allah, shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Fatwa Lajnah Daimah lil Ifta (9/123-124)).
Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
المشي بين القبور بالنعال خلاف السنة، والأفضل للإنسان أن يخلع نعليه إذا مشى بين القبور إلا لحاجة، إما أن يكون في المقبرة شوك، أو شدة حرارة، أو حصى يؤذي الرجل فلا بأس به، أي يلبس الحذاء ويمشي به بين القبور
“Berjalan di antara kuburan menggunakan sandal menyelisihi sunnah. Yang afdhal bagi seseorang adalah melepas sandalnya ketika berjalan di antara pekuburan kecuali ada keperluan (untuk memakainya). Misalnya di area pekuburan tersebut banyak duri, panas yang sangat, atau ada batu-batu yang bisa membahayakan (kakinya), maka tidak mengapa baginya untuk mengenakan sandal/sepatu dan berjalan di antara pekuburan.” (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin (17/202)).
Berkata Syeikh Muhammad Sholeh Al Munajed hafidzohullôh :
السنة في حق من دخل المقبرة ، أن يخلع نعليه إذا دخلها ، وإذا كان في الأرض شوك يؤذيه ونحو ذلك فلا حرج عليه من لبسها
Yang disunnahkan bagi seseorang saat memasuki area pekuburan adalah melepaskan kedua sandal (atau alas kakinya). Namun, apabila di tanah area kuburan tersebut ada duri atau hal yang sejenisnya yang bisa mengganggunya maka tidak mengapa apabila dia memakainya. (Al Islam Sual Wa Jawab No 106445)..
Komentar
Posting Komentar