Membangun Pesantren
MEMBANGUN PESANTREN
Alhamdulillah, minat orang tua untuk memasukkan anaknya ke pesantren, baik yang bermanhaj salaf atau bukan, semakin lama semakin besar. Namun ada kendala bagi orang tua yang memiliki penghasilan yang pas-pasan, banyak yang mengurungkan niatnya, karena besarnya biaya masuk dan bulanannya.
Sebenarnya kalau kita mengambil pelajaran dari pesantren-pesantren tradisional dulu, biaya mondok relatif murah, bahkan gratis.
Masalah pondokkan, para santri membuat sendiri pondokan yang sederhana, satu pondokan dihuni 4 atau 5 orang. Dengan alas tidur dan lemari sederhana yang mereka bawa.
Untuk makan sehari-hari mereka bawa beras dan lauk pauk masing-masing. Dan masak beramai-ramai satu pondokkan.
Mereka hidup mandiri dengan kehidupan yang apa adanya. Dan disinilah tumbuh jiwa kemandirian dan pribadi yang tegar menghadapi kehidupan.
Bagaimana untuk gaji kiyai atau pengajar? Pihak pondok tidak memasang tarif, sekemampuannya santri atau orang tua santri. Ada yang hanya bisa memberi uang, beras atau hasil bumi lainnya.
Kiyai dan pengajarnya tidak bergantung dari bayaran santri. Mereka hidup mandiri dengan bertani dan berdagang yang dibantu para santri.
Segala kebutuhan santri sehari-hari seperti sabun, odol, sikat gigi, ember, gayung, gantungan baju, gembok lemari, baju koko, gamis, celana sarung, kitab, beras, garam, gula, kopi minyak goreng dan kebutuhan lainnya keluarga pak Kiyai atau keluarga pengajar, yang menjadi penyedianya.
Disitulah perputaran ekonomi di pesantren yang mencukupi kehidupan keluarga kiyai dan pengajar, disamping rizki lain yang datang dari sumber-sumber yang tidak disangka-sangka.
Inilah pesantren yang menjadi impian dan sedang penulis rintis. Agar para orang tua yang tidak memiliki finansial yang cukup, bisa memondokkan anaknya dengan biaya murah.
Insya Allah, per gazebo untuk 4 orang santri. Mereka patungan untuk membuatnya. Misalkan pergazebo senilai 4 juta rupiah, mereka patungan satu orang 1 juta. Dan ini aset mereka. Jika mereka keluar atau sudah lulus, mereka bisa ambil kembali investasinya dari santri baru yang akan menggantikannya senilai yang yang dikeluarkan untuk membangun gazebo. Begitu pula lemari dan alas tidur, bisa mereka wariskan atau dijual ke santri baru, kalau mereka keluar atau lulus.
Untuk makannya, mereka patungan untuk membeli peralatan masak dan peralatan makan (kompor gas, kuali, panci, piring dll) atau bahan makanannya (beras, minyak, garam dll). Inipun menjadi investasi mereka yang akan kembali, jika mereka keluar atau sudah lulus.
Santri yang tidak memiliki kemampuan sama sekali, akan dicarikan donatur atau orang tua asuh yang mencukupi kebutuhan belajarnya.
Semoga ini semua menjadi kenyataan. Dengan modal tanah yang hampir satu hektar, insya Allah hal tersebut bukan lagi menjadi angan-angan kosong. Mohon doanya kepada ikhwan semua, agar niat baik ini bisa terealisasikan.
Abu Fadhel Majalengka
Alhamdulillah, minat orang tua untuk memasukkan anaknya ke pesantren, baik yang bermanhaj salaf atau bukan, semakin lama semakin besar. Namun ada kendala bagi orang tua yang memiliki penghasilan yang pas-pasan, banyak yang mengurungkan niatnya, karena besarnya biaya masuk dan bulanannya.
Sebenarnya kalau kita mengambil pelajaran dari pesantren-pesantren tradisional dulu, biaya mondok relatif murah, bahkan gratis.
Masalah pondokkan, para santri membuat sendiri pondokan yang sederhana, satu pondokan dihuni 4 atau 5 orang. Dengan alas tidur dan lemari sederhana yang mereka bawa.
Untuk makan sehari-hari mereka bawa beras dan lauk pauk masing-masing. Dan masak beramai-ramai satu pondokkan.
Mereka hidup mandiri dengan kehidupan yang apa adanya. Dan disinilah tumbuh jiwa kemandirian dan pribadi yang tegar menghadapi kehidupan.
Bagaimana untuk gaji kiyai atau pengajar? Pihak pondok tidak memasang tarif, sekemampuannya santri atau orang tua santri. Ada yang hanya bisa memberi uang, beras atau hasil bumi lainnya.
Kiyai dan pengajarnya tidak bergantung dari bayaran santri. Mereka hidup mandiri dengan bertani dan berdagang yang dibantu para santri.
Segala kebutuhan santri sehari-hari seperti sabun, odol, sikat gigi, ember, gayung, gantungan baju, gembok lemari, baju koko, gamis, celana sarung, kitab, beras, garam, gula, kopi minyak goreng dan kebutuhan lainnya keluarga pak Kiyai atau keluarga pengajar, yang menjadi penyedianya.
Disitulah perputaran ekonomi di pesantren yang mencukupi kehidupan keluarga kiyai dan pengajar, disamping rizki lain yang datang dari sumber-sumber yang tidak disangka-sangka.
Inilah pesantren yang menjadi impian dan sedang penulis rintis. Agar para orang tua yang tidak memiliki finansial yang cukup, bisa memondokkan anaknya dengan biaya murah.
Insya Allah, per gazebo untuk 4 orang santri. Mereka patungan untuk membuatnya. Misalkan pergazebo senilai 4 juta rupiah, mereka patungan satu orang 1 juta. Dan ini aset mereka. Jika mereka keluar atau sudah lulus, mereka bisa ambil kembali investasinya dari santri baru yang akan menggantikannya senilai yang yang dikeluarkan untuk membangun gazebo. Begitu pula lemari dan alas tidur, bisa mereka wariskan atau dijual ke santri baru, kalau mereka keluar atau lulus.
Untuk makannya, mereka patungan untuk membeli peralatan masak dan peralatan makan (kompor gas, kuali, panci, piring dll) atau bahan makanannya (beras, minyak, garam dll). Inipun menjadi investasi mereka yang akan kembali, jika mereka keluar atau sudah lulus.
Santri yang tidak memiliki kemampuan sama sekali, akan dicarikan donatur atau orang tua asuh yang mencukupi kebutuhan belajarnya.
Semoga ini semua menjadi kenyataan. Dengan modal tanah yang hampir satu hektar, insya Allah hal tersebut bukan lagi menjadi angan-angan kosong. Mohon doanya kepada ikhwan semua, agar niat baik ini bisa terealisasikan.
Abu Fadhel Majalengka
Komentar
Posting Komentar