Melestarikan Kearifan Lokal
MELESTARIKAN KEARIFAN LOKAL
Bolehkah seorang muslim mengikuti kebiasaan adat istiadat orang-orang tua mereka? Bolehkah melestarikan budaya kearifan lokal warisan nenek moyang? Bolehkah menjaga cagar budaya agar tidak punah ? Bolehkah meneruskan tradisi leluhur ?
Bagi seorang muslim, semua itu boleh-boleh saja, selama tidak bertentangan dengan aturan syariat dalam islam. Jika bertentangan dan melanggar syariat, maka ditinggalkan.
Di zaman Nabi shalallahu alaihi wasallam, tidak semua adat kebiasaan nenek moyang ditinggalkan secara keseluruhan, apa yang bersesuaian dengan islam, DILESTARIKAN, apa yang bertentangan dengan islam, DITINGGALKAN.
Dari Sahabat Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami Radhiyallahu anhu, dia berkata:
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ وَقَدْ جَاءَ اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ وَإِنَّ مِنَّا رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ قَالَ فَلَا تَأْتِهِمْ قَالَ وَمِنَّا رِجَالٌ يَتَطَيَّرُونَ قَالَ ذَاكَ شَيْءٌ يَجِدُونَهُ فِي صُدُورِهِمْ فَلَا يَصُدَّنَّكُمْ رواه مسلم.
Aku berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ya Rasulullah, saya baru saja meninggalkan kejahiliyahan. Sesunguhnya Allah telah mendatangkan Islam, dan sebagian kami (pada masa jahiliyah) ada yang mendatangi tukang tenung (dukun),” beliau menjawab, “Engkau jangan mendatangi mereka”. “Dan di antara kami ada yang mengundi nasib dengan burung,” beliau menjawab, “Yang demikian adalah sesuatu yang terbayang dalam dada kalian, maka janganlah hal itu menghambat kalian (dari melakukan sesuatu)”. [HR Muslim].
Begitu pula ketika islam menyebar keseluruh pelosok belahan dunia, termasuk NUSANTARA dan menemui dengan berbagai budaya tradisi adat istiadat setempat. Maka yang tidak bertentangan dibiarkan dan yang bertentangan ditinggalkan.
Seperti kebiasaan nenek moyang seperti SEDEKAH BUMI, SEDEKAH LAUT, SEDEKAH MATA AIR, SEDEKAH SAWAH dan lain sebagainya, ini menyelisihi aqidah dan syariat islam, mesti ditinggalkan. Karena dalam islam, yang ada hanya sedekah kepada fakir miskin, orang yang tidak mampu atau orang yang membutuhkan. Baik sedekah sunnah, maupun sedekah wajib (zakat). Termasuk sedekah dalam bentuk lain, seperti tersenyum, berjima' dengan isteri dan lain sebagainya yang disebutkan dalam syariat itu sedekah.
Jika semua tradisi nenek moyang diikuti dan dilestarikan, bahkan menentang dan membantah siapa saja yang menyampaikan bahwa itu tidak ada dalilnya dalam alquran dan assunnah, tidak ada contoh dari Nabi dan amalan sahabat dan para salaf, mereka justru marah dan tetap menghidup-hidupkan KEARIFAN LOKAL (menurut bahasa mereka), dan mereka mengatakan jangan ganggu dan campuri budaya kami, kami cukup dengan apa yang kami dapati dari nenek-nenek moyang kami.
Ucapan mereka itu, sebenarnya menyadur ulang ucapan orang-orang jahiliyah terdahulu dalam membantah islam yang dibawa oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam.
Allah Ta'ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ.
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?" (QS. Al Baqarah : 170).
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ..
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami menger-jakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? (QS. Al Maidah : 104).
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :
" وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّه وَإِلَى الرَّسُول قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا " أَيْ إِذَا دُعُوا إِلَى دِين اللَّه وَشَرْعه وَمَا أَوْجَبَهُ وَتَرْكِ مَا حَرَّمَهُ قَالُوا يَكْفِينَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ الْآبَاء وَالْأَجْدَاد مِنْ الطَّرَائِق وَالْمَسَالِك قَالَ اللَّه تَعَالَى " أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا "
Yakni apabila mereka diseru untuk mengikuti agama Allah, syariat-Nya, dan hal-hal yang diwajibkan-Nya serta meninggalkan hal-hal yang diharamkan-Nya, maka mereka menjawab, "Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya," yakni peraturan-peraturan dan tradisi yang biasa dilakukan oleh nenek moyang mereka.
Allah Ta'ala berfirman:
Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa. (QS. Al-Maidah: 104)
أَيْ لَا يَفْهَمُونَ حَقًّا وَلَا يَعْرِفُونَهُ وَلَا يَهْتَدُونَ إِلَيْهِ فَكَيْف يَتَّبِعُونَهُمْ وَالْحَالَة هَذِهِ لَا يَتَّبِعهُمْ إِلَّا مَنْ هُوَ أَجْهَلُ مِنْهُمْ وَأَضَلُّ سَبِيلًا.
Yakni tidak mengerti perkara yang hak, tidak mengetahuinya, tidak pula mendapat petunjuk mengenainya. Maka bagaimanakah mereka akan mengikuti nenek moyang mereka, sedangkan keadaan nenek moyang mereka demikian? Mereka hanyalah mengikuti orang-orang yang lebih bodoh daripada mereka dan lebih sesat jalannya. (Tafsir Ibnu Katsir).
AFM
Komentar
Posting Komentar