MENOLAK DI VAKSIN

MENOLAK DI VAKSIN

Ada beberapa ungkapan yang semestinya direnungkan dan pantas diapresiasi. Diantaranya :

"Dulu ada orang mengatakan jangan takut CORONA, kok sekarang takut di VAKSIN."

'Dulu anti PKI, sekarang kok mendukung perkataan pengarang buku, "Aku Bangga jadi Anak PKI", karena sama-sama tidak mau di vaksin."

"Dulu mendukung dan kawal fatwa MUI, sekarang tidak mendengar rekomendasi MUI, bahwa vaksin adalah halal."

Berobat atau mencegah dari penyakit ini merupakan perintah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan tidak menafikan tawakkal.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

تداووا عباد الله فان الله تعالى لم يضع داء الا وضع له دواء غير داء واحد الهرم. رواه الترمذي (2038) وصححه الألباني في صحيح الترمذي .

Berobatlah hamba-hamba Allah, maka sesungguhnya Allah Ta'ala tidaklah meletakkan penyakit kecuali dia telah meletakkan baginya obat, kecuali satu penyakit, yakni pikun. (HR. Tirmidzi 2038, Syekh Al Albani menshahihkannya di shahih Tirmidzi).

Berkata Ibnu Qayim rahimahullah ;

في الأحاديث الصحيحة الأمر بالتداوي ، وأنه لا ينافي التوكل ، كما لا ينافيه دفع الجوع والعطش والحر والبرد بأضدادها ، بل لا تتم حقيقة التوحيد إلا بمباشرة الأسباب التي نصبها الله مقتضيات لمسبباتها قدرا وشرعا ، وأن تعطيلها يقدح في نفس التوكل ، كما يقدح في الأمر والحكمة ، ويضعفه من حيث يظن معطلها أن تركها أقوى في التوكل ، فإن تركها عجز ينافي التوكل الذي حقيقته اعتماد القلب على الله في حصول ما ينفع  العبد في دينه ودنياه ، ودفع ما يضره في دينه ودنياه ، ولا بد مع هذا الاعتماد من مباشرة الأسباب ، وإلا كان معطلا للحكمة والشرع ، فلا يجعل العبد عجزه توكلا ، ولا توكله عجزا . " زاد المعاد " ( 4 / 15 ) . والله أعلم .

"Dalam hadits yang shahih ada perintah berobat. Hal itu tidak menafikan tawakal. Sebagaimana mencegah lapar, haus, panas, dingin dan semisalnya dianggap tidak menafikan hal tersebut. Bahkan tidak sempurna hakikat tauhid kecuali dengan melakukan sebab yang telah Allah tetapkan dalam kandungan akibatnya, baik secara takdir maupun secara agama. Mengabaikannya termasuk merusak ketawakalan itu sendiri, sebagaimana hal tersebut juga mengabaikan  perintah dan hikmahnya. Bahkan hal tersebut juga lemah dari sudut pandang orang yang melalaikannya dan beranggapan bahwa meninggalkan usaha itu lebih kuat dalam bertawakal. Karena sesungghunya meninggalkannya merupakan  kelemahan yang dapat meniadakan tawakal. Sebab pada hakikatnya, tawakkal  adalah bersandarnya hati kepada Allah agar seorang hamba mendapatkan apa yang bermanfaat untuk agama dan dunianya dan mencegah apa yang mencelakakan agama dan dunianya. Sikap ini mengharuskan upaya melakukan sebab. Kalau tidak, maka termasuk kelalaian, baik dari sisi hikmah maupun agama. Janganlah seorang hamba menjadikan kelemahannya sebagai bentuk tawakal dan ketawakalannya sebagai alasannya untuk lemah." (Zadul Ma’ad, 4/15).

Penguasa memerintahkan untuk vaksin, itu untuk kebaikan bersama. Tidaklah mungkin penguasa memvaksin aparat pemerintah TNI/Polri dan masyarakat sipil bertujuan untuk mencelakakan atau membunuh.

Dengar dan taatlah kepada penguasa dalam hal yang disukai maupun hal yang tidak disukai (dibenci), kecuali jika diperintahkan untuk maksiat, maka tidak ada ketaatan.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

Atas setiap muslim, wajib taat dan mendengar kepada pemimpin (penguasa) kaum muslimin dalam hal yang disukai maupun hal yang tidak disukai (dibenci) kecuali jika diperintahkan dalam maksiat. Jika diperintahkan dalam hal maksiat, maka tidak (boleh) mendengar dan tidak taat.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari dan Muslim).

Mentaati penguasa kepada perkara yang makruf akan mendapatkan pahala. Dan perintah untuk vaksin, bukan perkara yang mungkar. Kalau ada yang berpendapat bahwa bahwa perintah vaksin adalah kemungkaran, tolong kemukakan hujjahnya. 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من أطاعني فقد أطاع الله ومن يعصني فقد عصى الله ومن يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني

“Barang siapa yang mentaati aku sungguh ia telah mentaati Allah, dan barang siapa yang durhaka padaku sungguh ia telah mendurhakai Allah, barang siapa yang taat pada pemimpin sungguh ia telah taat padaku, dan barang siapa yang durhaka pada pemimpin sungguh ia telah durhaka padaku” (HR. Muslim no. 1835).  

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :

فطاعة الله ورسوله واجبة على كل أحد، وطاعة ولاة الأمور واجبة لأمر الله بطاعتهم، فمن أطاع الله ورسوله بطاعة ولاة الأمر لله فأجره على الله، ومن كان لا يطيعهم إلا لما يأخذ من الولاية والمال فإن أعطوه أطاعهم، وإن منعوه عصاهم، فما له في الآخرة من خَلاق.

Taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kewajiban setiap orang. Taat kepada pemerintah adalah wajib karena Allah memerintahkan untuk taat kepada mereka.

Barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya dengan taat kepada pemerintah, maka Allah akan memberinya pahala. Sementara itu, barang siapa tidak mau menaati mereka kecuali karena jabatan dan harta yang ingin diraih; yang jika mereka memberikannya, dia akan taat; tetapi kalau mereka tidak memberikannya, dia tidak mau taat; maka dia tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat. (Majmu' Fatawa, 16/35). 

AFM

Website
http://abufadhelmajalengka.blogspot.com/?m=1


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?