Semua Orang Bisa Mengkafirkan ?

SEMUA ORANG BISA MENGKAFIRKAN ?

Apakah semua orang, baik orang awam, penuntut ilmu atau ustadz, bisa mengkafirkan orang lain secara person?

Masalah takfir secara individu, bukan ranahnya orang awam, penuntut ilmu atau ustadz. Akan tetapi itu wewenangnya ulama atau pengadilan syariah.

Syekh Sholeh Al Fauzan hafidzohullôh ditanya :

هل يجوز لطالب العلم الذي تمكَّن من مسائل التكفير أن يكفر شخصا بعينه دون الرجوع إلى العلماء اعتمادًا على ما عنده من العلم في مسائل التكفير؟

Bolehkah seorang penuntut ilmu yang telah mapan ilmunya dalam masalah takfir untuk mengkafirkan seseorang secara individu tanpa merujuk kepada para ulama, karena berpegang dengan ilmu yang ia miliki dalam masalah takfir?

Beliau Menjawab :

مسائل التكفير أمرها خطير، مزلة أقدام ومضلة أفهام، يُرجَع فيها إلى أهل العلم ولا يُحكَم على أحد بالكفر إلا إذا قُدِّم للمحكمة الشرعية ونظرت فيما يقتضي كفره من القول والعمل فَيُكَفَّر، أما أن كل واحد ويكفر؟! فهذا الأمر لا يجوز، نعم. لكن على سبيل العموم تقول من فعل كذا أو قال كذا أو اعتقد كذا فهو كافر، أما التعيين والأشخاص فلا بد أن يُرجَع أمرهم إلى المحاكم الشرعية مع الإثبات عليهم، نعم

Masalah takfir perkaranya sangat berbahaya, banyak kaki tergelincir dan pemahaman tersesat dalam masalah ini, hendaklah merujuk kepada para ulama, dan tidak boleh menghukumi seseorang dengan kekafiran kecuali apabila telah disidangkan di pengadilan syariat dan telah diteliti dalam pengadilan tersebut apa yang mengharuskan kekafirannya, baik ucapan maupun perbuatan, baru kemudian dikafirkan. Adapun setiap orang mengkafirkan, maka perkara ini tidak boleh, na'am.

Akan tetapi dalam dalam bentuk umum boleh engkau mengatakan, siapa yang melakukan ini, atau mengatakan ini, atau menyakini ini, maka ia KAFIR.

Adapun ta'yin (pengkafiran secara individu) dan vonis terhadap individu-individu, maka harus dikembalikan perkaranya ke pengadilan-pengadilan syariah yang disertai dengan penetapan mereka, na'am. Sumber : https://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/4439

Dan Syekh Sholeh Al Fauzan hafidzohullôh ditanya :

هل تكفير من يقوم بالشرك الأكبر ومن يسب الله خاص بالعلماء؟

Apakah mengkafirkan orang yang melakukan syirik besar dan orang-orang yang mencaci Allah adalah khusus perannya ulama?

Beliau menjawab :

لا، إذا سمعته هذا منكر، تنكر عليه تقول ما يجوز هذا، حرام عليك هذا الكلام، تنصحه بما تعرف، أما تطبيق الحكم عليه هذا من جهة العلماء

Tidak, apabila kamu dengar kemungkaran ini, kamu ingkari dia. Kamu katakan (padanya) ini tidak boleh. Haram atasmu ucapan ini. Kamu nasehati dia dengan apa yang kamu tahu. Adapun penegakan hukum atas orang ini (kafir atau tidak), perkara ini perannya ulama. Sumber :http://www.af.org.sa/node/2984

Dalam masalah mengolok agama Allah saja, seperti mengolok jenggot atau celana cingkrang, para ulama sangat berhati-hati dalam mengkafirkan.

Mereka merinci terlebih dahulu. Apakah dia mengolok personalnya atau mengolok agama Allah. Kalau mengolok agama Allah, jatuh kepada kekafiran. Kalau hanya person atau individu saja, bukan mengolok syariat agama, maka tidak jatuh pada kekafiran, hanya merupakan perbuatan kemungkaran yang jatuh kepada perbuatan dosa.

Syeikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- pernah ditanya:

هل من يستهزئ بالدين بأن يسخر من اللحية أو من تقصير الثياب هل يعد ذلك من الكفر ؟ .

“Apakah orang yang mengolok-olok jenggot atau karena memendekkan kain/celananya, itu termasuk mengolok-olok agama dimana pelakunya termasuk kafir ?”

Beliau menjawab:

"هذا يختلف ؛ إذا كان قصده الاستهزاء بالدِّين : فهي ردة ، كما قال تعالى : ( قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ . لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ )
أما إذا كان يستهزئ من الشخص نفسه بأسباب أخرى من جهة اللحية أو من جهة تقصير الثياب ، ويعني بذلك أنه متزمت ، وأن يستهزئ بأمور أخرى يشدد في هذا أو يتساهل في أمور أخرى يعلم أنه جاء بها الدين ، وليس قصده الاستهزاء بالدين ، بل يقصد استهزاءه بالشخص بتقصيره لثوبه أو لأسباب أخرى .
أما إذا كان قصده الاستهزاء بالدين والتنقص للدين : فيكون ردة ، نسأل الله العافية .
وسئل – بعدها - :
إن كان يقول : أنا أقول ذلك للناس من باب الضحك والمزاح ؟ .
فأجاب :
هذا لا يجوز ، وهذا منكر وصاحبه على خطر ، وإن كان قصده الاستهزاء بالدين : يكون كفراً" انتهى .
" فتاوى الشيخ ابن باز " ( 28 / 365 ، 366 )

“Hal ini perlu dibedakan, jika ia bertujuan untuk menghina agama, maka termasuk murtad, sebagaimana firman Allah:

“Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". (QS. At Taubah: 65)

Adapun jika dia menghina personal dengan beberapa sebab lain, seperti; karena jenggotnya atau karena dia memendekkan kain/celananya; karena dia berlebihan atau menghina karena hal lain yang berlebihan atau karena meremehkan urusan tertentu yang menjadi bagian dari agama, dan tujuannya tidak ingin menghina agama, hanya untuk menghina personal/pelakunya, maka tidak sampai murtad.

Namun jika dia tujuannya untuk menghina agama atau menganggap ketidaksempurnaan agama, maka dia tergolong murtad, semoga Allah menjaga kita semuanya.

Kemudian beliau ditanya lagi setelahnya:

“Jika dia mengatakan: “Saya mengatakan hal itu kepada banyak orang hanya untuk bercanda dan mengundang tawa saja”.

Maka beliau menjawab:

“Hal ini tidak boleh dilakukan, karena termasuk kemungkaran dan pelakunya dalam bahaya, jika dia sampai tergolong pada menghina agama, maka dia kafir”.(Fatawa Syeikh Bin Baaz: 28/365-366). Sumber : https://islamqa.info/ar/answers/153656/حكم-الاستهزاء-بالدين-واهله

Berkata Syekh Muhammad Sholeh Al Munajjid rahimahullah :

الاستهزاء – ويطلق عليه " الاستخفاف " و " السخرية " - منه ما هو كفر أكبر يُخرج من الملة ، ومنه ما هو فسق ، ومنه ما هو محتمل للحُكمين .
1. فما كان منه استهزاء بالله تعالى أو بالقرآن أو بالرسول صلى الله عليه وسلم : فهو كفر مخرج من الملة ، وقد دلَّ على هذا قوله تعالى : (وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ . لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ) التوبة/ 65،66 .
وقد أجمع على ذلك أهل العلم .

Kata “istihza’” (mengolok-olok) berarti juga “istikhfaf” (meremehkan) dan “sukhriyyah” (menghina), dalam bab ini ada yang sampai mengarah pada kekufuran yang besar sehingga sampai mengeluarkannya dari agama, namun ada juga yang sampai derajat fasik, ada juga yang masih kemungkinan masuk pada dua hukum tersebut.

1. Jika sudah masuk pada ranah mengolok-olok Allah, Al Qur’an, atau Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka dia termasuk kafir dan keluar dari agama, yang mendasari hal itu adalah firman Allah:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". (QS. At Taubah: 65-66)

Para ulama telah menyatakan sebagai ijma’ mereka dalam hal ini.

2. وما كان منه استهزاء بذات الأشخاص وأفعالهم الدنيوية المجردة : فهو فسق ، وفيه يقول تعالى : (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْراً مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْراً مِنْهُنّ) الحجرات/ 11 .

2. Kalau mengolok-olok secara personal dan perbuatan keduniaan mereka, maka hal ini termasuk fasik. Sebagaimana firman Allah –ta’ala-:

“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)”. (QS. Al Hujurat: 11)

3. وأما المحتمل لكونه كفراً مخرجاً من الملة ولكونه فسقا: فهو الاستهزاء بالمسلم لتدينه وهيئته الموافقة للسنَّة ، فإن كان الاستهزاء لذات الشرع الملتزم به ذلك المسلم : فيكون كفراً مخرجاً من الملة ، وإن كان الاستهزاء يرجع لذات المسلم لأنه – مثلاً – ليس أهلاً لأن يُظهر أنه متدين ، أو لأنه يبالغ أو يتشدد في تطبيق السنَّة بما لم تدل عليه النصوص : فيكون فسقا ؛ لأنه استهزاء بالشخص وليس بالدين .

3. Adapun yang masih bisa dua kemungkinan, apakah sudah sampai keluar dari agama atau masih pada derajat fasik adalah mengolok-olok seorang muslim karena tingkat beragamanya dan tampilannya sesuai dengan sunnah, maka jika olok-olokan tersebut kepada hukum syari’at yang menjadi komitmen orang tersebut dalam beramal, maka hal ini termasuk kafir dan mengeluarkan pelakunya dari agama, namun jika olok-olokan tersebut kembali kepada pribadi seorang muslim; karena dia –misalnya- tidak layak dengan penampilan sebagai ahli agama, atau karena dia berlebihan dalam menerapkan sunnah yang tidak ada nashnya, maka dalam hal ini pelakunya sebagai fasik; karena dia mengolok-oloknya sebagai personal dan bukan karena agamanya. (Sumber : https://islamqa.info/ar/answers/153656/حكم-الاستهزاء-بالدين-واهله).

Contoh lain tentang, masalah orang yang meminta-minta ke kuburun, ulama merinci terlebih dahulu, tidak langsung memvonis kafir secara personal.

Syeikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya :

إن رأيت أحداً يدعو صاحب القبر ويستغيث به , فهو مصاب بالشرك فهل أدعوه على أنه مسلم , أم أدعوه على أنه مشرك , إذا أردت أن أدعوه إلى الله عز وجل , وأن أبين له ؟

“Jika aku melihat seseorang, dia berdoa kepada penghuni kubur dan beristighatsah kepadanya, maka ia terjatuh pada kesyirikan, apakah aku menyeru kepadanya dalam kapasitasnya sebagai seorang yang muslim ataukah seorang musyrik, jika aku ingin berdakwah kepada Allah ‘azza wa jalla dan aku akan menjelaskan kepadanya ?”.

Beliau menjawab :

ادعه بعبارة أخرى , لا هذه ولا هذه , قل له : يا فلان يا عبدالله عملك هذا الذي فعلته شرك , وليس عبادة هو عمل المشركين الجاهلين , عمل قريش وأشباه قريش ؛ لأن هنا مانعاً من تكفيره ؛ ولأن فيه تنفيره , أول ما تدعوه

Serulah ia dengan ungkapan yang lain, tidak ini (Muslim) dan tidak ini (musyrik). Katakan kepadanya : "Wahai Fulaan, wahai hamba Allah, amalmu ini yang kamu perbuat adalah kesyirikan, bukan ibadah. Itu adalah amalan orang-orang musyrik yang bodoh. Amalan orang-orang Quraisy dan yang semisal Quraisy. Karena sesungguhnya disini ada penghalang dari pengkafirannya. Dan karena sesungguhnya padanya (mengkafirkannya) akan ada penolakan darinya, jika ini yang pertama kali kamu seru kepadanya.

ولأن تكفير المعين غير العمل الذي هو شرك , فالعمل شرك , ولا يكون العامل مشركاً , فقد يكون المانع من تكفيره جهله أو عدم بصيرته على حد قول العلماء. وأيضاً في دعوته بالشرك تنفير , فتدعوه باسمه , ثم تبين له أن هذا العمل شرك.

Dan karena sesungguhnya pengkafiran individu adalah permasalahan lain dari amalanya yang mengandung kesyirikan. Maka amalan itu syirik, akan tetapi pelakunya tidak mesti musyrik. Kadang terdapat penghalang dalam pengkafiran terhadapnya yaitu kebodohannya atau ketiadaan bashiirahnya (pengetahuan) terhadap definisi perkataan ulama. Selain itu, menyerunya dengan cap kesyirikan akan membuatnya lari. Maka, serulah ia dengan namanya, kemudian jelaskan kepadanya bahwa perbuatan tersebut adalah kesyirikan”. Sumber : http://m-noor.com/showthread.php?t=3040

Jika sudah sampai dalil dan hujjah kepadanya, sudah diterangkan dan dijelaskan kepadanya, lantas dia masih ngeyel, membantah dan tetap melakukannya, maka dia telah kafir.

Berkata Syeikh Ibnu Baaz rahimahullah :

إذا قامت عليه الأدلة والحجة الدالة على كفره ووضح له السبيل ثم أصر فهو كافر.

Jika telah tegak atasnya dalil dan hujjah atas kekafirannya dan diterangkan kepadanya jalan (yang benar), kemudian dia tetap menjalankannya, maka dia kafir.

لكن بعض العلماء يرى أن من وقعت عنده بعض الأشياء الشركية وقد يكون ملبساً عليه وقد يكون جاهلاً , ولا يعرف الحقيقة فلا يكفره ,حتى يبين له ويرشده إلى أن هذا كفر وضلال , وأن هذا عمل المشركين الأولين , وإذا أصر بعد البيان يحكم عليه بكفر معين.

Akan tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa siapa saja yang terjatuh dalam sebagian perkara kesyirikan, kadang ada kesamaran atasnya (perkara kesyirikan itu), kadang karena bodoh dan tidak tahu hakikatnya, maka dia tidak kafir. Sampai dijelaskan dan ditunjukkan kepadanya bahwa perkara ini kufur dan sesat. Sesungguhnya ini amalan orang-orang musyrik yang terdahulu. Dan apabila tetap mengerjakannya setelah adanya penjelasan, dijuluki atasnya dengan kafir individu. Sumber : 
http://m-noor.com/showthread.php?t=3040

Intinya, perkara takfir (mengkafirkan orang lain secara individu), perkara yang berat, perkara yang sangat berbahaya, banyak kaki tergelincir dan pemahaman tersesat dalam masalah ini, hendaklah merujuk kepada para ulama, sebagaimana dikatakan oleh Syekh Sholeh Fauzan hafidzahullah di awal artikel ini.

AFM

Copas dari berbagai sumber.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?