MENUMPAS PARA PEMBERONTAK
MENUMPAS PARA PEMBERONTAK
Pemberontakan dalam sejarah islam begitu banyak. Dan para pemimpin islam seperti Ali Bin Abu Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan yang lainnya, menumpas, memenggal dan menumpahkan darah para pemberontak, yang mereka ini notabene dari kaum muslimin. Apakah penguasa muslim yang sah, yang menumpahkan darah para pemberontak itu salah dan keliru?
Tentulah tidak. Karena mereka bertindak sesuai dengan perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kalau sudah diperingatkan para pemberontak tersebut, namun masih ngeyel bin ngedableg, maka penguasa berhak memenggalnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّهُ سَتَكُونُ هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَهِيَ جَمِيعٌ فَاضْرِبُوهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ
Sesungguhnya akan muncul berbagai fitnah dan hal-hal yang baru. Oleh karena itu, barang siapa yang memecah belah persatuan (umat Islam), maka tebaslah ia dengan pedang, siapapun dia orangnya.'" (HR. Muslim).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ
“Barangsiapa yang datang kepada kalian, ketika kalian bersatu di bawah satu pimpinan, dia berkeinginan untuk memecah belah persatuan kalian, maka bunuhlah dia”. (HR Muslim)
Berkata Imam An-Nawawi rahimahullah :
فيه الأمر بقتال من خرج على الإمام أو أراد تفريق كلمة المسلمين ونحو ذلك وينهى عن ذلك فإن لم ينته قوتل وإن لم يندفع شره إلا بقتله فقتل
“Dalam hadits ini terdapat perintah untuk membunuh orang yang memberontak kepada pemimpin, atau ia ingin memecah-belah kalimat (persatuan) kaum muslimin dan semisal itu. Dan beliau (Rasulullah) melarang yang demikian itu. Maka jika TIDAK BERHENTI, maka ia diperangi dan jika tidak bisa dicegah kejahatannya kecuali dengan membunuhnya, maka ia boleh dibunuh.”(Syarh Muslim 12/241).
Dan berkata Imam An-Nawawi rahimahullah :
هَذَا تَصْرِيحٌ بِوُجُوبِ قِتَال الْخَوَارِج وَالْبُغَاة ، وَهُوَ إِجْمَاع الْعُلَمَاء ، قَالَ الْقَاضِي : أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّ الْخَوَارِج وَأَشْبَاهَهُمْ مِنْ أَهْل الْبِدَع وَالْبَغْي مَتَى خَرَجُوا عَلَى الْإِمَام وَخَالَفُوا رَأْي الْجَمَاعَة وَشَقُّوا الْعَصَا وَجَبَ قِتَالهمْ بَعْد إِنْذَارهمْ ، وَالِاعْتِذَار إِلَيْهِمْ
Ini merupakan petunjuk wajibnya memerangi khawarij dan para pemberontak dan ini merupakan ijma’ ulama. Al Qadhi berkata: “Para ulama telah ijma’ bahwa khawarij dan yang semisal mereka dari para ahlul bid’ah dan pemberontak, ketika mereka melakukan perlawanan kepada pemimpin dan menyelisihi pendapat jama’ah umat Islam dan mereka memecah belah tongkat (persatuan), maka wajib memerangi mereka setelah mereka DIBERIKAN PERINGATAN DAN DITANYAKAN ALASAN MEREKA.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/169-170. Cet. 2, 1392 H. Dar Ihya At Turats. Beirut).
Berkata Imam Abul Hasan Al Mawardi Rahimahullah :
فَإِذَا قَلَّدَ الْإِمَامُ أَمِيرًا عَلَى قِتَالِ الْمُمْتَنِعِينَ مِنْ الْبُغَاةِ قَدَّمَ قَبْلَ الْقِتَالِ إنْذَارَهُمْ وَإِعْذَارَهُمْ ، ثُمَّ قَاتَلَهُمْ إذَا أَصَرُّوا عَلَى الْبَغْيِ كِفَاحًا وَلَا يَهْجُمُ عَلَيْهِمْ غِرَّةً وَبَيَاتًا .
Jika seorang pemimpin mengangkat seseorang menjadi komandan untuk memerangi para pemberontak, maka sebelum memerangi mereka hendaknya MEMBERIKAN PERINGATAN DAHULU DAN MEMINTA MEREKA UNTUK MINTA MAAF. Lalu, memerangi mereka jika mereka masih membangkang tapi tidak dibolehkan menyerang mereka secara mendadak. (Al Ahkam As Sulthaniyah, Hal. 100)."
Para pemberontak khawarij di zaman Ali Bin Abu Thalib radhiyallahu, mereka menganggap Ali Bin Abi Thalib tidak menegakkan hukum Allah. Maka sangatlah wajar, mereka mengadakan pemberontakan di negeri muslim yang hanya sebagian menegakkan islam. Wong khalifah Ali saja mereka perangi yang benar-benar menegakkan syariat islam.
Dari Ubaid bin Abi Rafi radhiyallahu anhu maula Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
أَنَّ الْحَرُورِيَّةَ لَمَّا خَرَجَتْ ، وَهُوَ مَعَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالُوا: لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، قَالَ عَلِيٌّ : كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهَا بَاطِلٌ ، إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَ نَاسًا، إِنِّي لَأَعْرِفُ صِفَتَهُمْ فِي هَؤُلَاءِ، يَقُولُونَ الْحَقَّ بِأَلْسِنَتِهِمْ لَا يَجُوزُ هَذَا، مِنْهُمْ ، – وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ – مِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيْهِ مِنْهُمْ أَسْوَدُ ، إِحْدَى يَدَيْهِ طُبْيُ شَاةٍ أَوْ حَلَمَةُ ثَدْيٍ فَلَمَّا قَتَلَهُمْ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: انْظُرُوا، فَنَظَرُوا فَلَمْ يَجِدُوا شَيْئًا، فَقَالَ: ارْجِعُوا فَوَاللهِ مَا كَذَبْتُ وَلَا كُذِبْتُ ، مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ، ثُمَّ وَجَدُوهُ فِي خَرِبَةٍ ، فَأَتَوْا بِهِ حَتَّى وَضَعُوهُ بَيْنَ يَدَيْهِ
Sesungguhnya Haruriyah (kaum Khawarij) ketika keluar saat dia bersama Ali bin Abi Thalib. Mereka berkata, “Tidak ada hukum kecuali dari Allah,” Ali berkata, “Kalimat yang haq, namun ditujukan untuk kebatilan. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alahii wa sallam telah mencirikan golongan yang sungguh telah aku ketahui sifat mereka. Mereka mengucapkan kalimat haq dengan lisan mereka namun tidak sampai melewati ini, seraya beliau menunjuk tenggorokannya. Di antara makhluk yang paling Allah benci dari mereka adalah yang berkulit hitam, salah satu tangannya seperti payudara. Ketika Ali bin Abi Thalib Radhiallahu anhu membunuh mereka, beliau berkata, ‘Lihatlah.’ Lalu mereka melihatnya tapi tidak mendapatkannya (orang dengan ciri yang telah disebutkan). Lalu beliau berkata, ‘Kembali lagi, demi Allah, aku tidak dusta dan tidak ada yang berdusta kepadaku, beliau ucapkan dua atau tiga kali. Ternyata kemudian mereka mendapatkannya mati ditombak. Lalu mereka membawanya dan meletakkannya di hadapannya. (Riwayat Muslim).
Menumpas dan menumpahkan darah para pemberontak dibenarkan oleh syariat islam, jika mereka tidak mau mendengar nasihat sebagaimana dalil dan penjelasan ulama di atas.
AFM
Komentar
Posting Komentar