Taat Pemerintah Kalau Dapat Bagian
TAAT PEMERINTAH KALAU DAPAT BAGIAN
Ada sebagian orang, mentaati pemerintah atau penguasa karena mendapatkan bagian dari kue-kue kekuasaan, baik berupa jabatan maupun harta kekayaan. Namun sebaliknya, jika tidak kebagian itu semua, mereka membangkang.
Tidak sebagaimana ahlussunnah, mereka mentaati pemerintah hanya dalam perkara yang makruf dan tidak mentaati kalau diperintahkan berbuat munkar atau kemaksiatan. Bukan karena mendapatkan atau tidak mendapatkan perhiasan dunia yang hina.
Ahlussunnah berprinsip, kalau mentaati penguasa dalam perkara yang baik, mereka akan mendapatkan pahala karena ini bentuk merealisasikan ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Kalau tidak mentaatinya, berarti mereka durhaka kepada Allah dan RasulNya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
فطاعة الله ورسوله واجبة على كل أحد، وطاعة ولاة الأمور واجبة لأمر الله بطاعتهم، فمن أطاع الله ورسوله بطاعة ولاة الأمر لله فأجره على الله، ومن كان لا يطيعهم إلا لما يأخذ من الولاية والمال فإن أعطوه أطاعهم، وإن منعوه عصاهم، فما له في الآخرة من خَلاق.
Taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kewajiban setiap orang. Taat kepada pemerintah adalah wajib karena Allah memerintahkan untuk taat kepada mereka.
Barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya dengan taat kepada pemerintah, maka Allah akan memberinya pahala. Sementara itu, barang siapa tidak mau menaati mereka kecuali karena jabatan dan harta yang ingin diraih; yang jika mereka memberikannya, dia akan taat; tetapi kalau mereka tidak memberikannya, dia tidak mau taat; maka dia tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat. (Majmu' Fatawa, 16/35).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من أطاعني فقد أطاع الله ومن يعصني فقد عصى الله ومن يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني
“Barang siapa yang mentaati aku sungguh ia telah mentaati Allah, dan barang siapa yang durhaka padaku sungguh ia telah mendurhakai Allah, barang siapa yang taat pada pemimpin sungguh ia telah taat padaku, dan barang siapa yang durhaka pada pemimpin sungguh ia telah durhaka padaku” (HR. Muslim no. 1835).
AFM
Komentar
Posting Komentar