KEMERDEKAAN YANG SESUNGGUHNYA
KEMERDEKAAN YANG SESUNGGUHNYA
Seorang hamba yang merdeka, adalah seorang hamba yang terbebas dari penghambaan kepada sesama hamba. Seorang hamba terbebas dari sempitnya dunia, menuju luasnya akhirat. Dan seorang hamba yang meninggalkan kezaliman agama-agama yang lain menuju keadilan islam. Serta seorang hamba yang beribadah hanya kepada Allah semata tidak kepada selainnya, maka inilah orang yang merdeka yang sebenarnya. 
Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah, 
أن وصف الإنسان بالعبودية لله يعد كمالاً، لأن العبودية لله هي حقيقة الحرية، فمن لم يتعبد له، كان عابدا لغيره
Gambaran sifat manusia yang sempurna itu penghambaan kepada Allah. Karena sesungguhnya penghambaan kepada Allah adalah kemerdekaan yang sebenarnya. Maka Barang siapa yang tidak menyembah kepadaNya, dia akan menjadi hamba bagi selain-Nya”. (Syarhul Aqidah Al-Wasithiyah). 
Dan berkata Syekh Utsaimin rahimahullah, 
إذا قال ذلك رجل حر وأراد أنه حر من رق الخلق، فنعم هو حر من رق الخلق، وأما إن أراد أنه حر من رق العبودية لله - عز وجل - فقد أساء في فهم العبودية، ولم يعرف معنى الحرية، لأن العبودية لغير الله هي الرق أما عبودية المرء لربه - عز وجل - فهي الحرية
"Jika seorang berkata saya MERDEKA dan yang ia maksudkan adalah MERDEKA dari penjajahan makhluk maka MAKNANYA BENAR, ia memang harus merdeka dari penjajahan makhluk. Adapun jika yang ia maksudkan adalah MERDEKA dari penghambaan kepada Allah 'azza wa jalla maka ia telah salah besar dalam memahami penghambaan, dan ia tidak memahami arti kemerdekaan, karena penghambaan kepada selain Allah itulah PENJAJAHAN. Adapun penghambaan seseorang kepada Rabbnya 'azza wa jalla, maka itulah KEMERDEKAAN." [Majmu' Al-Fatawa].
Berkata Rib’i bin ‘Amir Ats-Tsaqafi radhiyallahu ‘anhu, kepada Rustum, Raja Persia :
الله ابتعثنا لنخرج من شاء من عبادة العباد إلى عبادة الله، ومن ضيق الدنيا إلى سعتها، ومن جور الاديان إلى عدل الاسلام، فأرسلنا بدينه إلى خلقه لندعوهم إليه، فمن قبل ذلك قبلنا منه ورجعنا عنه، ومن أبى قاتلناه أبدا حتى نفضي إلى موعود الله.
“Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah, dari kesempitan dunia kepada keluasannya (akhirat) dan dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Al-Islam. Maka Dia mengutus kami dengan agama-Nya untuk kami seru mereka kepadanya. Maka barangsiapa yang menerima hal tersebut, kami akan menerimanya dan pulang meninggalkannya. Tetapi barangsiapa yang enggan, kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah” (Al-Bidayah Wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir 7/46).
Jika seseorang senantiasa mengikuti hawa nafsu dan syahwatnya, sejatinya orang tersebut belum merdeka. Dia masih menjadi budak nafsu. Orang yang merdeka yang sesungguhnya adalah orang yang di atas ketaatan kepada Allah Ta'ala. 
Berkata Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah :
الحرية الصحيحة في طاعة الله، وليست الحرية باتباع الهوى والشهوات، هذه عبودية للهوى وليست حرية
"Kemerdekaan yang shahih (benar) adalah dalam ketaatan kepada Allah. Kemerdekaan itu bukan dengan mengikuti hawa nafsu dan syahwat, yang semacam ini merupakan penghambaan kepada hawa nafsu dan bukan kemerdekaan." (Al-Ijabatul Fadhilah, hlm. 23). 
Dan kemerdekaan yang sesungguhnya juga adalah menjadikan manusia terikat dengan aturan-aturan penciptanya, mentaati perintah dan larangan Allah Ta'ala, bukan terikat dengan individu-individu. 
Berkata Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah :
الدعاة السلفيون يربطون الناس بخالقهم، ولا يربطونهم بشخصياتهم.
"Para dai salafiyyun berusaha menjadikan manusia terikat dengan pencipta mereka (Allah Ta'ala), dan tidak menjadikan mereka terikat dengan pribadi-pribadi mereka." (Al-Imam al-Alma'iy, hlm. 249).
Maka sungguh sangat mengherankan pada saat ini ada sebagian orang yang telah mengaji sunnah, justru dirinya menjadi tidak merdeka. Mereka merasa diawasi dan inteli. Mereka merasa dikontrol dan dikendalikan. 
Takut bergaul dengan si Alan dan si Pulan yang bukan kelompoknya. Kuatir mengaji dengan ustadz yang bukan ustadz linknya. Mereka was-was bermuamalah dengan orang yang bukan satu jamaahnya. Walaupun si Alan, si Pulan atau ustadz tersebut di atas pemahaman yang benar. 
Ini semua menunjukkan hasil tashfiyah dan tarbiyah yang tidak benar. Seharusnya dai-dai ahlussunnah mengantarkan obyek dakwahnya menjadi manusia merdeka, yang hanya terikat kepada penciptanya, bukan terikat kepada individu-individu. 
AFM
Komentar
Posting Komentar