Tawadhu Itu Berat
TAWADHU ITU BERAT
Jika seseorang melihat orang lain, pandanglah bahwa orang tersebut memiliki kelebihan atas dirinya. Janganlah memandang remeh dan rendah kepada orang lain. Inilah sikap tawadhu yang benar.
Hasal al-Bashri rahimahullah ditanya tentang tawadhu (yang benar), maka beliau menjawab,”
هو أن تخرح من بيتك، فلا تلقى أحدا إلا رأيت له الفضل عليك
Adalah ketika engkau keluar rumah, tidaklah engkau bertemu seseorang melainkan engkau memandang bahwa dia memiliki kelebihan atasmu.” (Mawaizh lil imam Hasan al-Bashri , hal. 115).
Ada seorang ulama salaf, jika melihat orang yang lebih tua atau lebih muda darinya, dia katakan, dia lebih baik dari diriku.
Berkata Bakr Bin Abdullah Al-Muzani rahimahullah :
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah, jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku, maka ia lebih baik dariku’. Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Aku telah lebih dahulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku’. Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat orang yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.” [Hilyatul Awliya’ 2/226].
Jika seseorang beranggapan bahwa dirinya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan orang lain, maka ketahuilah, bahwasanya dirinya sudah terkena penyakit kesombongan.
Berkata Aun bin Abdillah rahimahullah :
كفى بك من الكبر أن ترى لك فضلا على من هو دونك
"Cukuplah kamu dikatakan sombong, bahwa kamu memandang dirimu (memiliki) kelebihan di atas orang yang ada di bawahmu." (Shifatus Shafwah 2/58).
Sebaliknya jika dia tidak merasa dirinya lebih baik dari orang lain, maka dia memiliki salah satu ciri ketakwaan dan inilah sebaik-baik manusia di kolong langit ini.
Berkata Ibnu Umar radhiyallahu anhuma :
اﻟﺘﻘﻮﻯ ﺃﻥ ﻻ ﺗﺮﻯ ﻧﻔﺴﻚ ﺧﻴﺮا ﻣﻦ ﺃﺣﺪ. [ تفسير البغوي 60-1 ]
"Taqwa itu adalah engkau tidak melihat dirimu lebih baik dari seorang pun." (Tafsir al Baghawi (1/60)).
Berkata Ibnu Hibban rahimahullah :
أفضلُ النَّاسِ: مَن تَواضَعَ عن رِفْعَةٍ، وزَهِدَ عن قُدْرَةٍ، وأنصَفَ عن قُوَّةٍ، ولا يَتركُ المَرْءُ التَّواضُعَ إلاَّ عندَ استِحْكَامِ الكِبْرِ، ولا يتكبَّرُ علَى النَّاسِ أحدٌ إلاَّ عِندَ إعْجابِهِ بنَفْسِهِ، وعُجْبُ المَرْءِ بنَفْسِهِ أحَدُ خماد عَقْلِهِ، وما رَأَيْتُ أحَدًا تَكَبَّرَ عَلَى مَن دُونَهُ؛ إلاَّ ابتَلاهُ اللهُ بالذِّلَّةِ لِمَنْ فَوْقَهُ.
"Manusia (orang) yang paling utama adalah orang yang tawadhu' saat derajatnya tinggi, zuhud saat memiliki kemampuan, dan adil saat memiliki kekuatan.
Tidaklah seseorang meninggalkan tawadhu kecuali ketika kesombongan menguasainya. Tidaklah seseorang sombong kepada orang lain, kecuali saat dia merasa ujub (bangga) dengan dirinya.
Ujubnya seseorang dengan dirinya adalah salah satu hal yang membinasakan akalnya.
Tidaklah aku melihat seseorang yang sombong kepada orang yang di bawahnya, kecuali Allah memberinya musibah dengan kerendahan dari orang yang di atasnya." (Raudhatul 'Uqala).
AFM
Copas dari berbagai sumber.
Komentar
Posting Komentar