Darah Adalah Najis
DARAH ADALAH NAJIS ?
Darah apakah najis atau tidak menjadi perdebatan yang sangat panjang diantara para ulama dengan hujjah dan dalil masing-masing.
Para ulama terdahulu kebanyakan menghukumi darah itu adalah najis. Sedangkan ulama kemudian, seperti Syaukani, Sidiq Hasan Khon dan
Syekh Al Albani rahimahumullah menghukumi bahwa darah tidak najis.
Selain kedua pendapat tadi, ada pendapat yang ketiga, bahwa darah yang najis adalah darah yang banyak, sedangkan yang sedikit tidak najis.
Saya tidak akan membahas pendapat yang pertama dan kedua, karena akan menjadi panjang lebar. Saya memfokuskan pendapat yang ketiga.
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah :
" وإن صلى وفي ثوبه نجاسة ، وإن قلت ، أعاد ... إلا أن يكون ذلك دماً أو قيحاً يسيراً مما لا يفحش في القلب " .
أكثر أهل العلم يرون العفو عن يسير الدم والقيح .... ؛ لما روي عن عائشة رضي الله عنها قالت : (قد كان يكون لإحدانا الدرع [ نوع من الثياب ] ، فيه تحيض وفيه تصيبها الجنابة ، ثم ترى فيه قطرة من دم ، فتقصعه بريقها) وفي لفظ : (ما كان لإحدانا إلا ثوب ، فيه تحيض ، فإن أصابه شيء من دمها بلته بريقها ، ثم قصعته بظفرها) رواه أبو داود .
وهذا يدل على العفو عنه; لأن الريق لا يطهر به ويتنجس به ظفرها ، وهو إخبار عن دوام الفعل ، ومثل هذا لا يخفى على النبي صلى الله عليه وسلم ولا يصدر إلا عن أمره" انتهى .
“Kalau shalat dan dibajunya ada najis, saya katakan “Diulangi (shalatnya) kecuali jika darah atau nanahnya hanya sedikit sehingga tidak tampak menjijikkan. Mayoritas ahli ilmu berpendapat memaafkan sedikit darah dan nanah.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha berkata:
“Dahulu salah satu diantara kami ada baju terkena darah haid dan terkena janabah. Kemudian terlihat setitik darah. Lalu beliau menhapusnya dengan ludahnya.”
Dalam redaksi lain,
“Dahulu kami hanya mempunyai satu helai pakaian, padanya terdapat darah haid. kalau terkena sedikit dari darahnya, maka dia basahi dengan ludah kemudian digaruk dengan kukunya.” (HR. Abu Dawud)
Ini yang menunjukkan dimaafkannya. Karena ludah tidak dapat memsucikan sedangkan kukunya dapat terkena najis dan informasi ini menunjukkan bahwa hal tersebut dilakukan terus menerus. Kejadian semacam ini tidak tersembunyi di hadapan Nabi sallallahu alaihi wa sallam dan tidak dilakukan kecuali atas perintahNya.” Al-Mughni, (1/409).
Berkata Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
" ويعفى عن يسير الدم وما تولد منه من القيح والصديد ونحوه وهو ما لا يفحش في النفس" انتهى من " شرح العمدة "(1/103)
“Dimaafkan sedikit darah dan yang keluar darinya seperti luka dan nanah serta semisalnya ia termasuk tidak menjijikkan jiwa.” (Syarh Umdah, 1/103).
Para ulama lajnah daimah ditanya, (5/363),
هل النجاسة اليسيرة مثل نقطة الدم التي كبر حب الدخن هل علي فيها شيء؟
فأجابوا : "النجاسة من غير الدم والقيح والصديد لا يعفى عن كثيرها ولا قليلها. أما الدم والقيح والصديد فيعفى عن اليسير منها إذا كان خروجاً من غير الفرج؛ لأن في الاحتراز من قليلها مشقة وحرج وقد قال تعالى: ( وما جعل عليكم في الدين من حرج ) وقال: ( يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر )" انتهى .
الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز .. الشيخ عبد الرزاق عفيفي .. الشيخ عبد الله بن غديان .. الشيخ عبد الله بن قعود .
“Apakah najis yang sedikit seperti setetes darah sebesar biji apa ada pengaruhnya?
Mereka menjawab, “Najis selain darah, luka dan nanah tidak dimaafkan baik banyak maupun sedikit. Sementara kalau darah, luka dan nanah dimaafkan kalau sedikit jika keluar dari selain kemaluan. Karena sulit menghindarinya jika sedikit.
Sementara Allah Ta’ala berfirman:
“Dan tidaklah Allah jadikan bagi kalian dalam agama perkara yang sulit.”
“Allah menghendaki kemudian bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan.”
(Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Abdurrozzaq Afifi, Syekh Abdullah Godyah. Syekh Abdullah bin Qoud).
Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah :
وأما ما ورد عن بعض الصحابة مما يدل ظاهره على أنه لا يجب غسل الدم والتطهير منه ، فإنه على وجهين :
أحدهما : أن يكون يسيراً يُعفى عنه ، مثل ما يروى عن أبي هريرة رضي الله عنه أنه لا يرى بالقطرتين من الدم في الصلاة بأساً ، وأنه يدخل أصابعه في أنفه فيخرج عليها الدم فيحته ثم يقوم فيصلي ، ذكر ذلك عنه ابن أبي شيبة في مصنفه .
[ ومثله ما جاء عن ابن عمر أنه عَصَرَ بَثْرَةً فِي وَجْهِهِ ، فَخَرَجَ شَيْءٌ مِنْ دَمٍ ، فَحَكَّهُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ ، ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ ، رواه ابن أبي شيبة بسند صحيح ، وقوله ( شيء من دم ) واضح في الدلالة على أنه شيء يسير ] .
“Sementara apa yang ada dari sebagian para shahabat yang menunjukkan secara dohirnya tidak wajib membasuh darah dan membersihkan darinya. Hal itu dari dua sisi, salah satunya bahwa itu sedikit dan dimaafkan. Seperti apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa beliau berpendapat dua tetes darah tidak mengapa dalam shalat. Bahwa beliau memasukkan jemarinya di hidungnya dan keluar darah, kemudian digaruk dan berdiri dan shalat. Hal itu disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah di Mushannafnya. Hal serupa apa yang ada dari Ibu Umar bahwa beliau menekan bisul diwajahnya kemudian keluar sedikit darah. Dan digaruk diantara jemarinya kemudian shalat tanpa berwudu. Diriwayatkan Ibnu Abi syaibah dengan sanad shoheh. Perkataan (ada sedikit darah) jelas hal itu menunjukkan sesuatu yang sedikit.
ثانيهما : أن يكون كثيراً لا يمكن التحرز منه ، مثل ما رواه مالك في الموطأ أن عمر بن الخطاب حين طُعن ، صلى وجرحه يثعب دماً ، فإن هذا لا يمكن التحرز منه إذا لو غسل لاستمر يخرج ، فلم يستفد شيئاً ، وكذلك ثوبه لو غيَّره بثوبٍ آخر - إن كان له ثوبٌ آخر- لتلوث الثوب الآخر فلم يستفد من تغييره شيئاً .
فإذا كان الوارد عن الصحابة لا يخرج عن هذين الوجهين ، فإنه لا يمكن إثبات طهارة الدم بمثل ذلك " انتهى من " مجموع فتاوى ابن عثيمين " (11/266) .
Kedua: banyak dan tidak mungkin dihindarinya. Seperti apa yang diriwayatkan oleh Malik di Muwatho bahwa Umar bin Khottob radhiallahu anhu ketika ditusuk. Beliau tetap shalat sementara lukanya mengucurkan darah. Hal ini tidak mungkin dihindarinya. Dimana kalau dibersihkan akan tetap keluar. Dan tidak bermanfaat sedikitpun. Begitu juga bajunya meskipun diganti dengan baju lainnya –kalau sekiranya dia mempunyai baju lain- dimana baju lain tadi tetap terkena kotoran tidak bermanfaat sedikitpun meskipun telah digantinya. Kalau yang ada dari para shahabat itu tidak keluar dari dua sisi ini, maka tidak mungkin menetapkan kesucian darah seperti itu.” Selesai dari ‘Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, (11/266).
Berkata Syekh Jibrin rahimahullah :
" وأما آثار الصحابة فلا تفيد طهارة الدم ، وإنما تدل على العفو عن يسيره ، وعدم نقض الوضوء به ، وأما صلاة عمر وغيره مع جريان دمه ، فإنما هو للضرورة ، وعدم القدرة على إمساكه ، فهو كمن به سلس بول ونحوه ممن حدثه دائم " انتهى من من تعليقه على " شرح الزركشي على مختصر الخرقي " (2/41) .
"Sementara atsar para shahabat tidak menunjukkan kesucian darah. Melainkan hal itu menunjukkan sedikit dan dimaafkan. Dan tidak membatalkan wudhu. Sementara shalatnya Umar dan lainnya disertai darah yang mengalir, hal itu karena terpaksa (dhorurat). Dan tidak mampu untuk menahannya. Seperti orang yang terkena beser dan semisalnya dimana tetap ada hadats. “ selesai dari Syarkh Zarkasyi ‘Ala Mukhtasor Khiroqi, (2/41).
AFM
Copas dari berbagai sumber.
Komentar
Posting Komentar