Pemilu Dan Pulus
PEMILU DAN PULUS
Menjadi pemimpin atau penguasa (presiden, gubernur, bupati/wali kota dan anggota dewan) di negeri demokrasi, memerlukan uang yang tidak sedikit.
Untuk mahar partai saja, berapa kocek yang harus dikeluarkan. Belum lagi uang untuk team sukses, untuk iklan (di televisi, surat kabar, medsos, baliho, spanduk, kaos dll), untuk saksi, untuk sosialisasi, untuk bagi-bagi hadiah ke tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan masyarakat umum dan seabrek pembiayaan lainnya.
Sehingga yang memenangkan pemilu dan yang menjadi pemimpin adalah orang yang memiliki uang, atau yang tidak memiliki uang, namun ada janji, ada kesepakatan, ada bargaining politik dengan penyandang dana yang harus dipenuhi. Istilah kerennya transaksi dagang sapi wani piro.
Lantas harus bagaimana, kalau kaum muslimin tidak ikut serta di pesta pemilu demokrasi, lalu bagaimana cara kaum muslimin dapat menguasai hukum dan menegakkan syari’at?
Asy-Syaikh Al-'Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i ditanya :
Apabila kalian memperingatkan dari ikut serta dalam pemilu, lalu bagaimana cara kaum muslimin dapat menguasai hukum dan menegakkan syari’at?
Beliau menjawab :
الذي يظن أنه سيصل بالانتخابات فهو مغفل! مغفل! مغفل! .
الذي يصل إلى الانتخابات هو الذي يكون عنده ملايين الدولارات الأمريكية، وفي الليل يذهب إلى مشايخ القبائل وإلى الضباط وإلى كذا وكذا، فهذا هو الذي سيفوز في الانتخابات، وعلى فرض أنه فاز في الانتخابات الصالح، فالحكومة ستوجه له المدافع والرشاشات، فهم ليسوا مستعدين أن يعطوها بالانتخابات، فنحن نعلم إن شاء الله في حدود ما نستطيع، والوصول إلى السلطة تكون بتقوى الله والعلم والعمل والدعوة إلى الله وإعداد العدة في حدود ما يستطاع والله المستعان.
راجع كتاب : ( مقتل جميل الرحمن ص 54 )
Yang menyangka bahwa dia mampu mencapai hal itu dengan mengikuti pemilu maka dia orang lalai! lalai! lalai!
Yang dapat memenangkan pemilu adalah orang yang memiliki jutaan dollar amerika, dan di malam hari mendatangi para syaikh kabilah, para hakim, dan seterusnya, orang yang seperti inilah yang akan menang dalam pemilu.
Anggaplah dia akan memenangkan pemilu yang sehat, maka penguasa akan mengarahkan kepadanya meriam dan senapang, sebab mereka tidak bersedia untuk memberikannya dengan melalui pemilu.
Maka kami akan terus mengajar insya Allah sesuai kemampuan kami, dan mencapai kekuasaan dilakukan dengan bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan menyiapkan kekuatan sesuai batas kemampuan, Wallahul musta’an. Sumber:http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=1410
Sehingga dengan sistem demokrasi dan dengan pemilunya yang seperti itu, hanya akan menimbulkan kekacauan-kekacauan, kecurangan, kebohongan, kedustaan, ketamakan dan kerusakan-kerusakan lainnya.
Berkata Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah :
وأما الانتخابات المعروفة اليوم عند الدول فليست من نظام الإسلام وتدخلها الفوضى والرغبات الشخصية وتدخلها المحاباة والأطماع ويحصل فيها فتن وسفك دماء ولا يتم بهاالمقصود، بل تصبح مجالا للمزايدات والبيع والشراء والدعايات الكاذبة
“Pemilu yang dikenal di berbagai negara sekarang ini, tidaklah sesuai dengan aturan Islam. Di dalamnya terdapat kekacauan, kepentingan-kepentingan pribadi, kecurangan dan sifat tamak. Hal itu dapat mengantarkan pada berbagai fitnah dan pertumpahan darah, serta tidak akan sampai pada tujuan. Bahkan sekarang pemilu telah menjadi lahan jual-beli, sarana untuk memperkaya diri dan janji-janji politik yang kosong.” [Hukmul Intikhabaat wal Muzhaharaat]
Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah:
الذين يدعون الديمقراطية في البلاد الغربية وغيرها لا يفعلون هذا وهم كاذبون حتى انتخاباتهم كلها مبنية على التزوير والكذب ولا يبالون أبدا إلا بأهوائهم فقط الدين الإسلامي
“Pihak-pihak yang menyerukan demokrasi di negara barat dan selainnya, mereka tidaklah berbuat demikian melainkan disertai berbagai kedustaan, hingga pemilu-pemilu yang mereka selenggarakan dibangun di atas kebohongan dan kedustaan. Mereka tidak memperjuangkan agama Islam sama sekali, mereka hanyalah mementingkan hawa nafsu mereka.“ [Syarh Riyadhus Shalihin hadits no. 1835].
"Pilih yang paling sedikit mudharatnya", Kata Si Alan dengan mengutip fatwa ulama dan pendapat ustadz.
Shahih, sebagian ulama dan ustadz memang ada yang berpendapat seperti itu, namun syarat-syaratnya yang ulama syaratkan harus dipenuhi dan bukan menjadi bahan kampanye hari-hari untuk mendorong masyarakat memilih partai pulan dan memilih calon pemimpin dilan.
Kecuali kalau memang dia seorang jurkam, timses, simpatisan atau petugas partai, boleh-boleh saja. Herannya, dia masih mengklaim salafi tulen yang adil dan pertengahan. Namun pengklaiman jadi tidak berguna, kalau bukti dilapangan dia seorang partaiyyun parlementeriyyun.
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar