Aqiqah Setelah Dewasa
EDISI FIQH
AQIQAH SETELAH DEWASA
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Nabi shallallahu alaihi wa sallam meng-aqiqah dirinya setelah beliau di utus menjadi Rasul, ini merupakan dalil yang dipakai oleh para ulama yang mensyariatkan aqiqah bagi orang yang belum di aqiqah ketika masa kecilnya.
Berkata Anas Bin Malik radhiyallahu anhu :
أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن نفسه بعد ما بعث نبياً. أخرجه الطبراني في " الأوسط " ( 1/ 298/994). مِن طريق ثُمامةَ بنِ أنسٍ عن أنسٍ رضي الله عنه. والحديثُ حَسَّنه الألبانيُّ في «السلسلة الصحيحة» (٦/ ١/ ٥٠٢) برقم: (٢٧٢٦).
Bahwa Nabi shallallahua’alahi wa sallam meng-akikahi diri beliau sendiri, setelah beliau diutus menjadi Nabi. (HR. Ath Thabrani - Al Ausath : 1/994/298. Dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani, dalam As Silsilah As-Shahihah 6/1/502 No 2726). Sumber : https://ferkous.com/home/?q=fatwa-584
Pendapat yang disyariatkannya aqiqah setelah dewasa bagi yang belum diaqiqah diperkuat juga dengan beberapa perkataan ulama salaf.
Berkata Ibnu Sirin rahimahullah :
لو أعلم أنه لم يعق عني لعققت عن نفسي. أخرجه ابنُ أبي شيبة (٥/ ١١٣) رقم: (٢٤٢٣٦). وصحَّحه الألبانيُّ في «الصحيحة» (٦/ ١/ ٥٠٦).
“Seandainya aku tahu bahwa aku belum diaqiqahi, maka aku akan mengaqiqahi diriku sendiri.” (HR. Ibnu Abi Syaibah 5/113 No 24236. Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Ash Shahihah 6/1/506). Sumber : https://ferkous.com/home/?q=fatwa-584
Berkata Al Hasan Al Bashri rahimahullah :
إذا لم يعق عنك ، فعق عن نفسك و إن كنت رجلا. أخرجه ابنُ حزمٍ في «المحلَّى» (٨/ ٣٢٢). وحسَّنه الألبانيُّ في «الصحيحة» (٦/ ١/ ٥٠٦).
“Jika engkau belum diaqiqahi, maka aqiqahilah dirimu sendiri jika engkau seorang laki-laki.” (Riwayat Ibnu Hazm di Al Muhalla. 8/322. Syeikh Al Albani menghasankannya di As Shahihah 6/1/506). Sumber : https://ferkous.com/home/?q=fatwa-584
Sebenarnya aqiqah itu tanggungjawab orang tua, bukan tanggungjawab anak. Jika orang tua tidak nengaqiqah, tidak ada kewajiban bagi si anak mengaqiqah dirinya sendiri. Namun jika si anak mau dan sudah ada kemampuan, ya silahkan, boleh-boleh saja.
Syaikh Abdulaziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,
ووقتها يوم السابع، هذا هو الأفضل اليوم السابع، وإن ذبحت بعد ذلك فلا حرج، ولو بعد سنة أو سنتين، وإذا لم يعق عنه أبوه وأحب أن يعق عن نفسه فهذا حسن فمشروع في حق الأب لكن لو عق عن نفسه أو عقت عن أمه أو أخوه فلا بأس.
Waktu pelaksanaan aqiqah adalah hari ketujuh kelahiran. Inilah waktu yang paling utama, yaitu hari ketujuh. Namun bila kambing aqiqah disembelih setelah hari ketujuh, tidak mengapa. Bahkan sampai satu atau dua tahun setelahnyapun tidak mengapa. Jika ayahnya belum menunaikan aqiqah anaknya, sementara anak tersebut ingin mengaqiqahi dirinya, inipun baik (sah). Meski sebenarnya aqiqah adalah tanggungan ayah, akan tetapi bila seorang ingin mengaqiqahi dirinya, atau mengaqiqahi ibu atau saudaranya, maka tidak mengapa. (Nur Alad Darbi).
Orang tua pun kalau tidak mampu mengaqiqahi anaknya karena miskin atau faqir, itupun tidak masalah. Namun kalau suatu waktu ada kemampuan, ya silahkan mengaqiqahi anaknya.
Ulama Lajnah Daimah ditanya:
إذا رزقت بعدد من الأولاد ، ولم أعق عن أحد منهم بسبب ضيق الرزق ؛ لأني رجل موظف ، وراتبي محدود ولا يكفي إلا المصروف الشهري ، فما حكم عقائق أولادي عليَّ في الإسلام ؟
“Jika saya telah dikarunai beberapa anak dan belum saya aqiqahi semuanya karena masalah ekonomi; karena saya seorag pegawai, gaji saya terbatas dan tidak cukup kecuali hanya untuk pengeluaran rutin bulanan, maka bagaimanakah status aqiqah semua anak-anak kami dalam Islam ?”
Mereka menjawab:
إذا كان الواقع كما ذكرت من قلة ضيق اليد ، وأن دخلك لا يكفي إلا نفقاتك على نفسك ومن تعول؛ فلا حرج عليك في عدم التقرب إلى الله بالعقيقة عن أولادك ؛ لقول الله تعالى: لا يكلف الله نفساً إلا وسعها البقرة / 286 ، وقوله: وما جعل عليكم في الدين من حرج الحج / 78 ، وقوله : فاتقوا الله ما استطعتم التغابن / 16 ، ولما ثبت عن النَّبيّ صلى الله عليه وسلم أنه قال : ( إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم، وإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه ) ، ومتى أيسرت شرع لك فعلها.
" فتاوى اللجنة الدائمة " ( 11 / 436 ، 437 ) .
“Jika kenyataannya sebagaimana yang anda sebutkan, yaitu; kesulitan ekonomi, pemasukan anda tidak cukup kecuali untuk nafkah diri sendiri dan keluarga, maka tidak masalah bagi anda untuk tidak mendekatkan diri kepada Allah mengaqiqahi anak-anak anda, berdasarkan firman Allah –Ta’ala-:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (QS. Al Baqarah: 286)
Dan firman Allah yang lain:
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. (QS. Al Hajj: 78)
Dan firman Alloh yang lain:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”. (QS. At Taghabun: 16)
Dan sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:
“Jika aku perintahkan sesuatu, maka laksanakanlah menurut kemampuan kalian, dan jika aku melarang kalian akan sesuatu maka jauhilah”.
Kapan saja anda diberi kemudahan, maka disyari’atkan bagi anda untuk melaksanakannya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/436-437)
Ulama Lajnah Daimah juga pernah ditanya:
رجل أتى له أبناء ولم يعق عنهم ؛ لأنه كان في حالة فقر، وبعد مدة من السنين أغناه الله من فضله ، هل عليه عقيقة ؟
“Seorang laki-laki yang diberi karunia beberapa anak dan belum mengaqiqahi mereka semua; karena dia dalam keadaan fakir. Setelah beberapa tahun Allah telah menjadikannya sebagai orang kaya dengan keutamaan-Nya, maka apakah dia masih perlu mengaqiqahi anak-anaknya ?”
Mereka menjawab:
إذا كان الواقع ما ذكر فالمشروع له أن يعق عنهم عن كل ابن شاتان .
" فتاوى اللجنة الدائمة " ( 11 / 441 ، 442 ) .
"Jika kenyataannya seperti yang telah disebutkan, maka yang disyari’atkan baginya adalah tetap mengaqiqahi, bagi setiap anak laki-lakinya dengan dua kambing”. (Fatawa Lajnah Daimah 11/441-442).
Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya:
رجل له مجموعة من الأبناء والبنات ولم يعق لأحد منهم إما لجهل أو لتهاون ، وبعضهم كبار الآن ، فماذا عليه الآن ؟
“Seorang laki-laki mempunyai beberapa anak laki-laki dan perempuan, semuanya belum diaqiqahinya karena tidak tahu atau karena menganggapnya tidak terlalu penting, sebagian mereka sekarang sudah dewasa, maka apakah yang harus dilakukannya sekarang ?
Beliau menjawab:
إذا عق عنهم الآن فهو حسن إذا كان جاهلا ، أو يقول غداٌ أعق حتى تمادى به الوقت ، أما إذا كان فقيرا في حين مشروعية العقيقة فلا شيء عليه .
" لقاء الباب المفتوح " ( 2 / 17 – 18 ) .
“Jika sekarang dilaksanakan aqiqah bagi mereka semua adalah maka termasuk hal yang baik, jika memang sebelumnya dia tidak tahu atau dia mengatakan besok saya akan mengaqiqahi mereka, namun sampai sekarang belum juga dilakukan. Adapun jika dia termasuk orang fakir pada saat disyari’atkannya aqiqah maka tidak ada kewajiban apapun baginya”. (Liqo Baab Maftuh: 2/17-18).
AQIQAH SETELAH DEWASA
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Nabi shallallahu alaihi wa sallam meng-aqiqah dirinya setelah beliau di utus menjadi Rasul, ini merupakan dalil yang dipakai oleh para ulama yang mensyariatkan aqiqah bagi orang yang belum di aqiqah ketika masa kecilnya.
Berkata Anas Bin Malik radhiyallahu anhu :
أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن نفسه بعد ما بعث نبياً. أخرجه الطبراني في " الأوسط " ( 1/ 298/994). مِن طريق ثُمامةَ بنِ أنسٍ عن أنسٍ رضي الله عنه. والحديثُ حَسَّنه الألبانيُّ في «السلسلة الصحيحة» (٦/ ١/ ٥٠٢) برقم: (٢٧٢٦).
Bahwa Nabi shallallahua’alahi wa sallam meng-akikahi diri beliau sendiri, setelah beliau diutus menjadi Nabi. (HR. Ath Thabrani - Al Ausath : 1/994/298. Dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani, dalam As Silsilah As-Shahihah 6/1/502 No 2726). Sumber : https://ferkous.com/home/?q=fatwa-584
Pendapat yang disyariatkannya aqiqah setelah dewasa bagi yang belum diaqiqah diperkuat juga dengan beberapa perkataan ulama salaf.
Berkata Ibnu Sirin rahimahullah :
لو أعلم أنه لم يعق عني لعققت عن نفسي. أخرجه ابنُ أبي شيبة (٥/ ١١٣) رقم: (٢٤٢٣٦). وصحَّحه الألبانيُّ في «الصحيحة» (٦/ ١/ ٥٠٦).
“Seandainya aku tahu bahwa aku belum diaqiqahi, maka aku akan mengaqiqahi diriku sendiri.” (HR. Ibnu Abi Syaibah 5/113 No 24236. Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Ash Shahihah 6/1/506). Sumber : https://ferkous.com/home/?q=fatwa-584
Berkata Al Hasan Al Bashri rahimahullah :
إذا لم يعق عنك ، فعق عن نفسك و إن كنت رجلا. أخرجه ابنُ حزمٍ في «المحلَّى» (٨/ ٣٢٢). وحسَّنه الألبانيُّ في «الصحيحة» (٦/ ١/ ٥٠٦).
“Jika engkau belum diaqiqahi, maka aqiqahilah dirimu sendiri jika engkau seorang laki-laki.” (Riwayat Ibnu Hazm di Al Muhalla. 8/322. Syeikh Al Albani menghasankannya di As Shahihah 6/1/506). Sumber : https://ferkous.com/home/?q=fatwa-584
Sebenarnya aqiqah itu tanggungjawab orang tua, bukan tanggungjawab anak. Jika orang tua tidak nengaqiqah, tidak ada kewajiban bagi si anak mengaqiqah dirinya sendiri. Namun jika si anak mau dan sudah ada kemampuan, ya silahkan, boleh-boleh saja.
Syaikh Abdulaziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,
ووقتها يوم السابع، هذا هو الأفضل اليوم السابع، وإن ذبحت بعد ذلك فلا حرج، ولو بعد سنة أو سنتين، وإذا لم يعق عنه أبوه وأحب أن يعق عن نفسه فهذا حسن فمشروع في حق الأب لكن لو عق عن نفسه أو عقت عن أمه أو أخوه فلا بأس.
Waktu pelaksanaan aqiqah adalah hari ketujuh kelahiran. Inilah waktu yang paling utama, yaitu hari ketujuh. Namun bila kambing aqiqah disembelih setelah hari ketujuh, tidak mengapa. Bahkan sampai satu atau dua tahun setelahnyapun tidak mengapa. Jika ayahnya belum menunaikan aqiqah anaknya, sementara anak tersebut ingin mengaqiqahi dirinya, inipun baik (sah). Meski sebenarnya aqiqah adalah tanggungan ayah, akan tetapi bila seorang ingin mengaqiqahi dirinya, atau mengaqiqahi ibu atau saudaranya, maka tidak mengapa. (Nur Alad Darbi).
Orang tua pun kalau tidak mampu mengaqiqahi anaknya karena miskin atau faqir, itupun tidak masalah. Namun kalau suatu waktu ada kemampuan, ya silahkan mengaqiqahi anaknya.
Ulama Lajnah Daimah ditanya:
إذا رزقت بعدد من الأولاد ، ولم أعق عن أحد منهم بسبب ضيق الرزق ؛ لأني رجل موظف ، وراتبي محدود ولا يكفي إلا المصروف الشهري ، فما حكم عقائق أولادي عليَّ في الإسلام ؟
“Jika saya telah dikarunai beberapa anak dan belum saya aqiqahi semuanya karena masalah ekonomi; karena saya seorag pegawai, gaji saya terbatas dan tidak cukup kecuali hanya untuk pengeluaran rutin bulanan, maka bagaimanakah status aqiqah semua anak-anak kami dalam Islam ?”
Mereka menjawab:
إذا كان الواقع كما ذكرت من قلة ضيق اليد ، وأن دخلك لا يكفي إلا نفقاتك على نفسك ومن تعول؛ فلا حرج عليك في عدم التقرب إلى الله بالعقيقة عن أولادك ؛ لقول الله تعالى: لا يكلف الله نفساً إلا وسعها البقرة / 286 ، وقوله: وما جعل عليكم في الدين من حرج الحج / 78 ، وقوله : فاتقوا الله ما استطعتم التغابن / 16 ، ولما ثبت عن النَّبيّ صلى الله عليه وسلم أنه قال : ( إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم، وإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه ) ، ومتى أيسرت شرع لك فعلها.
" فتاوى اللجنة الدائمة " ( 11 / 436 ، 437 ) .
“Jika kenyataannya sebagaimana yang anda sebutkan, yaitu; kesulitan ekonomi, pemasukan anda tidak cukup kecuali untuk nafkah diri sendiri dan keluarga, maka tidak masalah bagi anda untuk tidak mendekatkan diri kepada Allah mengaqiqahi anak-anak anda, berdasarkan firman Allah –Ta’ala-:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (QS. Al Baqarah: 286)
Dan firman Allah yang lain:
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. (QS. Al Hajj: 78)
Dan firman Alloh yang lain:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”. (QS. At Taghabun: 16)
Dan sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:
“Jika aku perintahkan sesuatu, maka laksanakanlah menurut kemampuan kalian, dan jika aku melarang kalian akan sesuatu maka jauhilah”.
Kapan saja anda diberi kemudahan, maka disyari’atkan bagi anda untuk melaksanakannya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/436-437)
Ulama Lajnah Daimah juga pernah ditanya:
رجل أتى له أبناء ولم يعق عنهم ؛ لأنه كان في حالة فقر، وبعد مدة من السنين أغناه الله من فضله ، هل عليه عقيقة ؟
“Seorang laki-laki yang diberi karunia beberapa anak dan belum mengaqiqahi mereka semua; karena dia dalam keadaan fakir. Setelah beberapa tahun Allah telah menjadikannya sebagai orang kaya dengan keutamaan-Nya, maka apakah dia masih perlu mengaqiqahi anak-anaknya ?”
Mereka menjawab:
إذا كان الواقع ما ذكر فالمشروع له أن يعق عنهم عن كل ابن شاتان .
" فتاوى اللجنة الدائمة " ( 11 / 441 ، 442 ) .
"Jika kenyataannya seperti yang telah disebutkan, maka yang disyari’atkan baginya adalah tetap mengaqiqahi, bagi setiap anak laki-lakinya dengan dua kambing”. (Fatawa Lajnah Daimah 11/441-442).
Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya:
رجل له مجموعة من الأبناء والبنات ولم يعق لأحد منهم إما لجهل أو لتهاون ، وبعضهم كبار الآن ، فماذا عليه الآن ؟
“Seorang laki-laki mempunyai beberapa anak laki-laki dan perempuan, semuanya belum diaqiqahinya karena tidak tahu atau karena menganggapnya tidak terlalu penting, sebagian mereka sekarang sudah dewasa, maka apakah yang harus dilakukannya sekarang ?
Beliau menjawab:
إذا عق عنهم الآن فهو حسن إذا كان جاهلا ، أو يقول غداٌ أعق حتى تمادى به الوقت ، أما إذا كان فقيرا في حين مشروعية العقيقة فلا شيء عليه .
" لقاء الباب المفتوح " ( 2 / 17 – 18 ) .
“Jika sekarang dilaksanakan aqiqah bagi mereka semua adalah maka termasuk hal yang baik, jika memang sebelumnya dia tidak tahu atau dia mengatakan besok saya akan mengaqiqahi mereka, namun sampai sekarang belum juga dilakukan. Adapun jika dia termasuk orang fakir pada saat disyari’atkannya aqiqah maka tidak ada kewajiban apapun baginya”. (Liqo Baab Maftuh: 2/17-18).
Komentar
Posting Komentar