DAI KAYA RAYA
DAI KAYA RAYA
Bolehkah seorang dai kaya raya berlimpah harta? Ya sangat boleh, supaya panitia kajian atau daurah tidak usah lagi banting tulang menyiapkan amplop uang jalannya. Bahkan dengan hartanya bisa membantu dakwah. Menggratiskan dan menyantuni para santri yang tidak mampu, sebagaimana Imam Abu Hanifah rahimahullah.
Imam Abu Yusuf rahimahullah berkata: Dahulu aku termasuk orang yang tidak punya harta, kemudian datanglah ayahku ketika aku sedang berada di sisi Imam Abu Hanifah. Kemudian ayahku berkata: “Wahai anakku, janganlah kamu duduk-duduk bersamanya. Sungguh rotinya telah terpanggang (sudah terhidang) sedangkan kamu termasuk orang yang membutuhkan. Kamu hanya duduk-duduk dan tidak melakukan pekerjaan.”
Imam Abu Yusuf rahimahullah berkata: Maka aku memilih patuh kepada ayahku. Kemudian Imam Abu Hanifah bertanya tentangku dan mencari-cariku. Ketika melihatku beliau berkata kepadaku: Apa yang menyebabkan kamu tidak menghadiri majlis ilmu kita? Maka aku katakan kepada beliau: Aku bekerja untuk mencari penghidupan.
Ketika orang-orang sudah pulang, dan aku juga hendak pergi, beliau memberikan sekantung uang kepadaku yang berisi seratus dirham. Beliau berkata kepadaku: Gunakan ini untuk keperluanmu, jika sudah habis bilang kepadaku, dan tetaplah mengikuti halaqoh ilmu.
Beberapa waktu selanjutnya beliau memberiku seratus dirham lagi. Setiap kali habis, beliau selalu memberikan uang kepadaku tanpa harus aku yang memberitahukan kepadanya, seakan-akan beliau tahu kalau uangku sudah habis. Hal tersebut beliau lakukan sampai kebutuhanku terhadap ilmu terpenuhi. Semoga Allah Ta'ala membalas kebaikannya dan mengampuni dosa-dosanya”. ad-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, 7/ 470)
Begitu pula banyak para sahabat yang kaya raya, sebut saja seperti Abu Bakar Ash Shidiq, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, Abdurrahman Bin Auf dan yang lainnya radhiyallahu anhum, namun mereka gunakan kekayaannya untuk kepentingan dan kejayaan islam. Dengan kekayaannya mereka tetap zuhud terhadap dunia. Bukan berarti zuhud itu mesti miskin. Orang kaya raya pun bisa hidup zuhud.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
فليس الزهد أن تترك الدنيا من يدك وهي في قلبك وإنما الزهد أن تتركها من قلبك وهي في يدك
Zuhud itu bukan kamu meninggalkan dunia dari tanganmu, sedangkan dunia dihatimu. Sesungguhnya zuhud itu, kamu meninggalkan dunia dari hatimu, sedangkan dunia ada ditanganmu. (Thoriqul Hijratain 1/381).
Berkata Basyar Bin Al-Harits rahimahullah :
قيل لسفيان الثوري رحمه الله: أيكون الرجل زاهدًا، ويكون له مال؟! قال: نعم؛ إذا ابتُلي صبر، وإذا أُعطي شكر. ( حلية الأولياء 6/ 287)
"Telah dikatakan kepada Sufyan Ats Tsauri rahimahullah ; Apakah seseorang bisa menjadi orang yang zuhud sedangkan ia memiliki harta? Beliau menjawab: iya, (yaitu) apabila dia diuji bersabar dan apabila diberi nikmat bersyukur” (Al Adabul Syar'iyyah 2/252 dab Hilyatul Auliya 2/287).
Kemudian selain itu jika hartanya bertambah, dia tidak bergembira dan jika hartanya berkurang dia tidak bersedih.
سئل الإمام أحمد عن الرجل يكون معه ألف دينار هل يكون زاهدا؟ قال: نعم بشرط أن لا يفرح إذا زادت ولا يحزن إذا نقصت. *عدة الصابرين لابن القيم
“Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah ditanya tentang seseorang yang memiliki uang sebanyak seribu dinar apakah dia bisa menjadi orang yang zuhud? Beliau menjawab : “Bisa dengan dua syarat yaitu: Tidak gembira jika hartanya bertambah dan tidak sedih jika hartanya berkurang.” (Uddah Ash-Shabirin Li Ibnul Qoyyim). Sumber : https://mobile.twitter.com/ahmadbinhanbl/status/764199006390091777
Kesimpulannya, tidak mengapa seorang dai kaya raya, yang penting kekayaannya bukan untuk dipajang, dipamerkan dan menjadi kebanggaan atau kesombongan, namun digunakan untuk kepentingan dan kejayaan islam, membantu dan menolong orang-orang yang tidak mampu, membantu meringankan para santri yang menuntut ilmu agama dengan menyantuninya. Dan amal kebaikan lainnnya.
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar