Jangan Diam
JANGAN DIAM
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Kemungkaran yang merajalela dan tersebar dengan begitu masif, tidak bisa dibiarkan. Baik itu kesyirikan, bid'ah, khurafat dan maksiat-maksiat lainnya. Kita harus memberikan peringatan sekemampuan kita. Kalau mampu dengan tangan, ya dengan tangan. Kalau mampu dengan lisan, ya dengan lisan. Kalau tidak mampu dengan tangan dan lisan, ya minimal membenci kemungkaran tersebut.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman”. [HR. Muslim].
Jika ada pelaku kemungkaran, lantas kita diam saja, membiarkan kemungkaran itu terjadi, lama kelamaan mereka akan menganggap, bahwa itu bukan sesuatu yang tercela. Mereka akan menganggap, bahwa itu suatu kebenaran. Mereka akan bertambah yakin, bahwa itu sesuatu yang baik.
Ada perkataan salaf, yang perkataan tersebut dinisbatkan kepada Ali Bin Abu Thalib radhiyallahu anhu, namun banyak ulama yang berpendapat, bukan dari Ali, tapi maknanya benar.
حين سكت أهل الحق عن الباطل توهم أهل الباطل أنهم على حق
Ketika ahlul haq diam atas kebatilan, ahlul batil akan mengira bahwasanya mereka di atas kebenaran.
Ulama mengatakan, kalau ada kemungkaran di depan seseorang, lantas orang tersebut diam saja, tidak mencegah dan tidak memperingatkannya karena takut dengan makhluk, maka orang tersebut digolongkan sebagai orang yang lalai dan akan dicabut darinya rasa ketaatan.
Abu Abdurrahman rahimahullah berkata:
إن من غفلتك إعراضك عن الله بأن ترى ما بسخطه فتجاوزه ولا تأمر ولا تنهى خوفا ممن لا يملك ضرا ولا نفعا
"Sesungguhnya diantara kelalaianmu adalah ketika kamu berpaling dari Allah, yaitu ketika engkau melihat sesuatu yang dapat membuat-Nya murka, namun engkau membiarkannya, tidak memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar karena takut kepada sesuatu yang tidak mampu mendatangkan bahaya dan manfa'at." (Aina Nahnu Min Akhlaqis Salaf, hal. 67).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
من ترك الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر مخافة من المخلوقين نزعت منه الطاعة
"Barangsiapa meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar karena takut kepada makhluk, maka akan di cabut darinya rasa ketaatan." (Al-Jawabul Kafi, hal. 129).
Pembicaraan kita, jangan terlepas dari berbicara kebenaran, jangan dipenuhi dengan bicara kebatilan, karena orang yang berbicara dengan kebatilan adalah syaithan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah syaithan yang bisu.
Abu Ali Ad-Daqaq rahimahullah berkata:
الساكت عن الحق شيطان أخرس, والمتكلم بالباطل شيطان ناطق
"Orang yang diam dari kebenaran, dialah setan yang bisu. Sedangkan, orang berbicara dengan kebatilan, maka dialah setan yang berbicara." (Sittu Durar Min Ushuli Ahlil Atsar, hal. 109).
Abu 'Ali Ad-Daqqaaq rahimahullah berkata:
المتكلم بالباطل شيطان ناطق و الساكت عن الحق شيطان أخرس
Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah syaithan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah syaithan yang bisu. *)*)[Disebutkan oleh Ibnul Qayyim di dalam Ad-Daa' wad Dawaa', hlm. 155).
Tidak ada udzur bagi seseorang, membiarkan penyimpangan-penyimpangan yang ada. Baik yang dilakukan oleh pribadi-pribadi, maupun kelompok atau jamaah. Minimal kita mengingkari kebatilan tersebut.
Berkata Al' Allamah asy Syaikh Ahmad bin Yahya an Najmy rahimahullah:
أما الذين سكتوا عن بيان الحق للناس فإنهم لايعذرون بسكوتهم ولو قالوا: نحن لسنا معهم فإنهم لايعذرون حتى ولو قالوا: نحن لسنا مع هذه الأحزاب الضالة عن طريق الحق لا أن ينكروا ماهم عليه من الضلال . الفتاوى الجَلِيَّة ج ١ ص ٤٠
"Adapun orang yang diam dari menjelaskan kebenaran kepada manusia maka mereka tidak diberi udzur karena sikap diamnya mereka itu, meskipun mereka mengatakan: "Kami tidak bersama mereka (kelompok yang menyimpang itu)". Maka sesungguhya mereka tidak diberi udzur. Bahkan, meskipun mereka mengatakan: "Kami tidak bersama kelompok-kelompok yang tersesat dari jalan kebenaran ini". Kecuali mereka juga mengingkari kesesatan yang ada pada kelompok sesat itu." Al Fatawa al Jaliyyah, juz 1 hal 40.
Islam tidak akan tegak selamanya, kecuali dengan menegakkan dan menjelaskan kebenaran serta meninggalkan kebatilan dan menjelaskan kejelekannya dan mentahdzir darinya dan pelakunya.
Berkata Syekh Robi hafidzahullah:
ﻻ ﻳﺴﺘﻘﻴﻢ ﺍﻻﺳﻼﻡ ﺍﺑﺪﺍ ﺇﻻ ﺑﺎﻗﺎﻣﺔ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﺗﻮﺿﻴﺤﺔ ﻭﻧﻘﺪ ﺍﻟﺒﺎﻃﻞ ﻭﺑﻴﺎﻥ ﺧﺒﺜﻪ ﻭﺍﻟﺘﺤﺬﻳﺮ ﻣﻨﻪ ﻭﻣﻦ ﺃﻫﻠﻪ .ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ( 14/279)
Islam tidak akan tegak selamanya kecuali dengan menegakkan dan menjelaskan kebenaran serta meninggalkan kebatilan dan menjelaskan kejelekannya dan mentahdzir darinya dan pelakunya. Al-Majmu‘ Asy-Syekh Robi (14/279).
Tentulah di dalam menyeru kepada kebaikan, harus dengan cara yang baik dan mencegah kemungkaran bukan dengan cara yang mungkar. Kalau memang mereka mendebat kita, debatlah dengan baik. Berlemah lembutlah kepada mereka, tidak berlaku kasar. Sekalipun terhadap orang kafir, berdakwahlah dan serulah dengan lemah lembut.
Allah Ta'ala berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka...(QS. Ali Imran 159).
Dan Allah Ta'ala berfirman:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An Nahl 125).
Allah Ta'ala memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk mendakwahi Firaun dengan lemah lembut.
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaha 44).
Berkata Syekh Rabi hafidzahullah:
لا تجادل حتى الكافرين إلا بالأخلاق الطيبة وبالتي هي أحسن؛ لا سب، ولا شتم، لا احتقار، ولا ازدراء، ولا طعن، ولا صياح، ولا صخب، ولا شيء. مجموع كتب ورسائل وفتاوى الشيخ ربيع (ج2/484-49
Janganlah kamu berdebat sekalipun dengan orang kafir kecuali dengan akhlak yang baik dan debatlah dengan yang lebih baik, tidak boleh mencela, tidak boleh memaki, tidak boleh merendahkan, tidak boleh memfitnah, tidak boleh teriak, tidak boleh membentak dan sejenisnya. (Majmu' wa Risail wa Fatwa Asy Syekh Rabi).
Sebagian orang tidak mau menyeru kepada kebaikan, karena merasa dirinya belum baik, merasa dirinya belum mengamalkan kebaikan dan belum banyak menjauhi kemungkaran. Jika kaidah ini dipakai, maka tidak seorangpun yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
وقال الحسن لمطرف بن عبدالله: عظ أصحابك، فقال إني أخاف أن أقول ما لا أفعل، قال: يرحمك الله وأينا يفعل ما يقول ويود الشيطان أنه قد ظفر بهذا، فلم يأمر أحد بمعروف ولم ينه عن منكر. وقال مالك عن ربيعة بن أبي عبدالرحمن سمعت سعيد بن جبير يقول: لو كان المرء لا يأمر بالمعروف ولا ينهى عن المنكر حتى لا يكون فيه شيء، ما أمر أحد بمعروف ولا نهى عن منكر. قال مالك: وصدق، من ذا الذي ليس فيه شيء.
Al-Hasan berkata kepada Mutharrif bin ‘Abdillah : “Nasihatilah shahabatmu”. Ia (Mutharrif) menjawab : “Sesungguhnya aku takut mengatakan apa yang tidak aku perbuat”. Al-Hasan berkata : “Semoga Allah merahmatimu. Dan siapakah di antara kita yang mampu melakukan semua yang dikatakannya ?. Setan sangatlah ingin mendapatkan keinginannya melalui perkataan ini, hingga tidak ada seorang pun yang menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran”.
Telah berkata Maalik, dari Rabii’ah bin Abi ‘Abdirrahmaan : Aku mendengar Sa’iid bin Jubair berkata : “Seandainya seseorang tidak boleh mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran hingga tidak ada dosa sedikitpun padanya (karena ia mengerjakan kebaikan yang ia perintahkan kepada orang lain, dan meninggalkan kemunkaran yang ia cegah kepada orang lain), niscaya tidak ada seorang pun yang akan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran”. Maalik berkata : “Ia benar. Siapakah orang yang tidak mempunyai dosa sama sekali ?” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 1/367-368, tahqiiq : Hisyaam bin Samiir Al-Bukhaariy; Daaru ‘Aalamil-Kutub, Cet. Thn. 1423 H].
Dan yang sangat terpenting, teruslah kita belajar dan menuntut ilmu agama, agar kita mengetahui mana yang ma'ruf dan mana yang mungkar dan mana yang haq dan mana yang batil, agar dakwah kita bukan hanya modal semangat. Satu ayat yang sudah kita pelajari dan pahami dengan benar, sebagaimana yang dipahami salaf, kita sampaikan dan kita dakwahkan.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu).
Dengan dakwah yang benar dan mengajak kepada kebenaran, Allah Ta'ala berikan pahala yang besar dan pahala yang terus mengalir.
Uqbah bin ‘Amr bin Tsa’labah radhiallahu’anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أن مما يلحق المؤمن من حسانته بعد موته: علما نشره، أو ولدا صالحا تركه، أو مصحفا ورّثه، أو مسجدا بناه، أو بيتا لإين السبيل بناه، أو نهرا أجراه، أو صدقةً أخرجها من ماله في صحته تلحقه بعد موته (رواه أبن ماجة وابن خزيمة)
"Sesungguhnya di antara amal kebaikan orang beriman yang akan mengalir kepadanya setelah kematiannya adalah: ilmu yang disebarluaskannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mushaf al-Quran yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah singgah yang dibangunnya untuk ibnu sabil, sungai yang dialirkannya, sedekah yang dikeluarkannya semasa sehatnya. Semua itu akan mengalir baginya setelah kematiannya’ (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah di dalam shahihnya- isnad hasan).
Ibnul Jauzy rahimahullah berkata :
من أحب ألا ينقطع عمله بعد موته : فلينشر العلم .
“Barangsiapa yang ingin tidak terputus amalnya setelah kematiannya, hendaklah menyebarkan ilmu.” At Tadzkirah, 55
Berkata Al Hafidz Al Mundziri rahimahullah:
ناسخُ العلم النافعِ له أجره وأجر من قَرأَه أو نسخه أو عمل به من بعده، ما بقي خطُّه والعمل به؛ "الترغيب والترهيب" (1/65).
Orang yang menyalin ilmu yang berguna, baginya pahala dan pahala orang yang membacanya atau orang menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya, selama tulisan tersebut masih ada dan tetap beramal dengannya. (Targhib wa Tarhib 1:65).
Mudah-mudahan tulisan ini memberikan motivasi kepada kita semua agar tidak diam bicara kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Kemungkaran yang merajalela dan tersebar dengan begitu masif, tidak bisa dibiarkan. Baik itu kesyirikan, bid'ah, khurafat dan maksiat-maksiat lainnya. Kita harus memberikan peringatan sekemampuan kita. Kalau mampu dengan tangan, ya dengan tangan. Kalau mampu dengan lisan, ya dengan lisan. Kalau tidak mampu dengan tangan dan lisan, ya minimal membenci kemungkaran tersebut.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman”. [HR. Muslim].
Jika ada pelaku kemungkaran, lantas kita diam saja, membiarkan kemungkaran itu terjadi, lama kelamaan mereka akan menganggap, bahwa itu bukan sesuatu yang tercela. Mereka akan menganggap, bahwa itu suatu kebenaran. Mereka akan bertambah yakin, bahwa itu sesuatu yang baik.
Ada perkataan salaf, yang perkataan tersebut dinisbatkan kepada Ali Bin Abu Thalib radhiyallahu anhu, namun banyak ulama yang berpendapat, bukan dari Ali, tapi maknanya benar.
حين سكت أهل الحق عن الباطل توهم أهل الباطل أنهم على حق
Ketika ahlul haq diam atas kebatilan, ahlul batil akan mengira bahwasanya mereka di atas kebenaran.
Ulama mengatakan, kalau ada kemungkaran di depan seseorang, lantas orang tersebut diam saja, tidak mencegah dan tidak memperingatkannya karena takut dengan makhluk, maka orang tersebut digolongkan sebagai orang yang lalai dan akan dicabut darinya rasa ketaatan.
Abu Abdurrahman rahimahullah berkata:
إن من غفلتك إعراضك عن الله بأن ترى ما بسخطه فتجاوزه ولا تأمر ولا تنهى خوفا ممن لا يملك ضرا ولا نفعا
"Sesungguhnya diantara kelalaianmu adalah ketika kamu berpaling dari Allah, yaitu ketika engkau melihat sesuatu yang dapat membuat-Nya murka, namun engkau membiarkannya, tidak memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar karena takut kepada sesuatu yang tidak mampu mendatangkan bahaya dan manfa'at." (Aina Nahnu Min Akhlaqis Salaf, hal. 67).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
من ترك الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر مخافة من المخلوقين نزعت منه الطاعة
"Barangsiapa meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar karena takut kepada makhluk, maka akan di cabut darinya rasa ketaatan." (Al-Jawabul Kafi, hal. 129).
Pembicaraan kita, jangan terlepas dari berbicara kebenaran, jangan dipenuhi dengan bicara kebatilan, karena orang yang berbicara dengan kebatilan adalah syaithan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah syaithan yang bisu.
Abu Ali Ad-Daqaq rahimahullah berkata:
الساكت عن الحق شيطان أخرس, والمتكلم بالباطل شيطان ناطق
"Orang yang diam dari kebenaran, dialah setan yang bisu. Sedangkan, orang berbicara dengan kebatilan, maka dialah setan yang berbicara." (Sittu Durar Min Ushuli Ahlil Atsar, hal. 109).
Abu 'Ali Ad-Daqqaaq rahimahullah berkata:
المتكلم بالباطل شيطان ناطق و الساكت عن الحق شيطان أخرس
Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah syaithan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah syaithan yang bisu. *)*)[Disebutkan oleh Ibnul Qayyim di dalam Ad-Daa' wad Dawaa', hlm. 155).
Tidak ada udzur bagi seseorang, membiarkan penyimpangan-penyimpangan yang ada. Baik yang dilakukan oleh pribadi-pribadi, maupun kelompok atau jamaah. Minimal kita mengingkari kebatilan tersebut.
Berkata Al' Allamah asy Syaikh Ahmad bin Yahya an Najmy rahimahullah:
أما الذين سكتوا عن بيان الحق للناس فإنهم لايعذرون بسكوتهم ولو قالوا: نحن لسنا معهم فإنهم لايعذرون حتى ولو قالوا: نحن لسنا مع هذه الأحزاب الضالة عن طريق الحق لا أن ينكروا ماهم عليه من الضلال . الفتاوى الجَلِيَّة ج ١ ص ٤٠
"Adapun orang yang diam dari menjelaskan kebenaran kepada manusia maka mereka tidak diberi udzur karena sikap diamnya mereka itu, meskipun mereka mengatakan: "Kami tidak bersama mereka (kelompok yang menyimpang itu)". Maka sesungguhya mereka tidak diberi udzur. Bahkan, meskipun mereka mengatakan: "Kami tidak bersama kelompok-kelompok yang tersesat dari jalan kebenaran ini". Kecuali mereka juga mengingkari kesesatan yang ada pada kelompok sesat itu." Al Fatawa al Jaliyyah, juz 1 hal 40.
Islam tidak akan tegak selamanya, kecuali dengan menegakkan dan menjelaskan kebenaran serta meninggalkan kebatilan dan menjelaskan kejelekannya dan mentahdzir darinya dan pelakunya.
Berkata Syekh Robi hafidzahullah:
ﻻ ﻳﺴﺘﻘﻴﻢ ﺍﻻﺳﻼﻡ ﺍﺑﺪﺍ ﺇﻻ ﺑﺎﻗﺎﻣﺔ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﺗﻮﺿﻴﺤﺔ ﻭﻧﻘﺪ ﺍﻟﺒﺎﻃﻞ ﻭﺑﻴﺎﻥ ﺧﺒﺜﻪ ﻭﺍﻟﺘﺤﺬﻳﺮ ﻣﻨﻪ ﻭﻣﻦ ﺃﻫﻠﻪ .ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ( 14/279)
Islam tidak akan tegak selamanya kecuali dengan menegakkan dan menjelaskan kebenaran serta meninggalkan kebatilan dan menjelaskan kejelekannya dan mentahdzir darinya dan pelakunya. Al-Majmu‘ Asy-Syekh Robi (14/279).
Tentulah di dalam menyeru kepada kebaikan, harus dengan cara yang baik dan mencegah kemungkaran bukan dengan cara yang mungkar. Kalau memang mereka mendebat kita, debatlah dengan baik. Berlemah lembutlah kepada mereka, tidak berlaku kasar. Sekalipun terhadap orang kafir, berdakwahlah dan serulah dengan lemah lembut.
Allah Ta'ala berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka...(QS. Ali Imran 159).
Dan Allah Ta'ala berfirman:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An Nahl 125).
Allah Ta'ala memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk mendakwahi Firaun dengan lemah lembut.
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaha 44).
Berkata Syekh Rabi hafidzahullah:
لا تجادل حتى الكافرين إلا بالأخلاق الطيبة وبالتي هي أحسن؛ لا سب، ولا شتم، لا احتقار، ولا ازدراء، ولا طعن، ولا صياح، ولا صخب، ولا شيء. مجموع كتب ورسائل وفتاوى الشيخ ربيع (ج2/484-49
Janganlah kamu berdebat sekalipun dengan orang kafir kecuali dengan akhlak yang baik dan debatlah dengan yang lebih baik, tidak boleh mencela, tidak boleh memaki, tidak boleh merendahkan, tidak boleh memfitnah, tidak boleh teriak, tidak boleh membentak dan sejenisnya. (Majmu' wa Risail wa Fatwa Asy Syekh Rabi).
Sebagian orang tidak mau menyeru kepada kebaikan, karena merasa dirinya belum baik, merasa dirinya belum mengamalkan kebaikan dan belum banyak menjauhi kemungkaran. Jika kaidah ini dipakai, maka tidak seorangpun yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
وقال الحسن لمطرف بن عبدالله: عظ أصحابك، فقال إني أخاف أن أقول ما لا أفعل، قال: يرحمك الله وأينا يفعل ما يقول ويود الشيطان أنه قد ظفر بهذا، فلم يأمر أحد بمعروف ولم ينه عن منكر. وقال مالك عن ربيعة بن أبي عبدالرحمن سمعت سعيد بن جبير يقول: لو كان المرء لا يأمر بالمعروف ولا ينهى عن المنكر حتى لا يكون فيه شيء، ما أمر أحد بمعروف ولا نهى عن منكر. قال مالك: وصدق، من ذا الذي ليس فيه شيء.
Al-Hasan berkata kepada Mutharrif bin ‘Abdillah : “Nasihatilah shahabatmu”. Ia (Mutharrif) menjawab : “Sesungguhnya aku takut mengatakan apa yang tidak aku perbuat”. Al-Hasan berkata : “Semoga Allah merahmatimu. Dan siapakah di antara kita yang mampu melakukan semua yang dikatakannya ?. Setan sangatlah ingin mendapatkan keinginannya melalui perkataan ini, hingga tidak ada seorang pun yang menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran”.
Telah berkata Maalik, dari Rabii’ah bin Abi ‘Abdirrahmaan : Aku mendengar Sa’iid bin Jubair berkata : “Seandainya seseorang tidak boleh mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran hingga tidak ada dosa sedikitpun padanya (karena ia mengerjakan kebaikan yang ia perintahkan kepada orang lain, dan meninggalkan kemunkaran yang ia cegah kepada orang lain), niscaya tidak ada seorang pun yang akan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran”. Maalik berkata : “Ia benar. Siapakah orang yang tidak mempunyai dosa sama sekali ?” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 1/367-368, tahqiiq : Hisyaam bin Samiir Al-Bukhaariy; Daaru ‘Aalamil-Kutub, Cet. Thn. 1423 H].
Dan yang sangat terpenting, teruslah kita belajar dan menuntut ilmu agama, agar kita mengetahui mana yang ma'ruf dan mana yang mungkar dan mana yang haq dan mana yang batil, agar dakwah kita bukan hanya modal semangat. Satu ayat yang sudah kita pelajari dan pahami dengan benar, sebagaimana yang dipahami salaf, kita sampaikan dan kita dakwahkan.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu).
Dengan dakwah yang benar dan mengajak kepada kebenaran, Allah Ta'ala berikan pahala yang besar dan pahala yang terus mengalir.
Uqbah bin ‘Amr bin Tsa’labah radhiallahu’anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أن مما يلحق المؤمن من حسانته بعد موته: علما نشره، أو ولدا صالحا تركه، أو مصحفا ورّثه، أو مسجدا بناه، أو بيتا لإين السبيل بناه، أو نهرا أجراه، أو صدقةً أخرجها من ماله في صحته تلحقه بعد موته (رواه أبن ماجة وابن خزيمة)
"Sesungguhnya di antara amal kebaikan orang beriman yang akan mengalir kepadanya setelah kematiannya adalah: ilmu yang disebarluaskannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mushaf al-Quran yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah singgah yang dibangunnya untuk ibnu sabil, sungai yang dialirkannya, sedekah yang dikeluarkannya semasa sehatnya. Semua itu akan mengalir baginya setelah kematiannya’ (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah di dalam shahihnya- isnad hasan).
Ibnul Jauzy rahimahullah berkata :
من أحب ألا ينقطع عمله بعد موته : فلينشر العلم .
“Barangsiapa yang ingin tidak terputus amalnya setelah kematiannya, hendaklah menyebarkan ilmu.” At Tadzkirah, 55
Berkata Al Hafidz Al Mundziri rahimahullah:
ناسخُ العلم النافعِ له أجره وأجر من قَرأَه أو نسخه أو عمل به من بعده، ما بقي خطُّه والعمل به؛ "الترغيب والترهيب" (1/65).
Orang yang menyalin ilmu yang berguna, baginya pahala dan pahala orang yang membacanya atau orang menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya, selama tulisan tersebut masih ada dan tetap beramal dengannya. (Targhib wa Tarhib 1:65).
Mudah-mudahan tulisan ini memberikan motivasi kepada kita semua agar tidak diam bicara kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Komentar
Posting Komentar