Menjaga Hati Itu Berat

MENJAGA HATI ITU BERAT

Oleh : Abu Fadhel Majalengka

Beramal ibadah itu yang paling sulit adalah menjaga hati. Kadang terbersit ingin dilihat, didengar, dipuji, disanjung dan dinilai orang. Untuk memurnikan peribadatan hanya untuk Allah semata itu sangat berat.

Berkata Ayyub rahimahullah :

تلخيص النيات على العمال أشد عليهم من جميع الأعمال

"Mengikhlaskan niat bagi orang-orang yang beramal itu jauh lebih sulit dari pada melakukan seluruh aktifitas." (Tazkiyatun Nafs, hal. 16)

Ketika beramal ibadah, mengajar, berdakwah dan lain sebagainya, kadang ada pertanyaan dalam hati, apakah ini ikhlas karena Allah atau karena manusia. Kalau karena Allah, maka lanjutan, kalau karena manusia, maka hentikan. Dan perbaiki niat kembali.

Berkata Al-Hasan Al Bashri rahimahullah :

رحمة الله عبدا وقف عند همه فإن كان لله مضى وإن كان لغيره تأخر

"Semoga Allah merahmati hamba yang senantiasa mengoreksi keinginannya. Jika itu karena Allah maka ia lakukan dan jika tidak karena-Nya maka ia tinggalkan." (Ighatsatul Lahfan ibnul Qayyim, hal. 75)

Akan tetapi jika meninggalkan suatu amalan karena manusia, itu pun riya, sebagaimana orang beramal karena manusia. Misalkan seseorang berhenti membaca alquran karena ada seseorang. Atau seseorang membaca alquran karena seseorang.

Tetaplah dalam koridor ikhlas karena Allah dalam beramal. Mengerjakan karena Allah, begitu pula meninggalkan karena Allah.

Berkata Fudhail bin Iyadh rahimahullah :

ترك العمل لأجل الناس رياء, والعمل من أجل الناس شرك, والإخلاص أن يعافيك الله منهما

"Meninggalkan suatu amal karena orang lain adalah riya'. Beramal karena orang lain adalah syirik. Ikhlas adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya." (Al-i'lam bi Taudhihil Nawaqidhil islam, hal. 17).

Bergerak dan diamnya seseorang dalam beramal adalah karena Allah. Dia melakukan atau meninggalkan sesuatu amalan ditujukan hanya kepada Allah.

Berkata Sahl rahimahullah :

الإخلاص أن يكون سكون العبد وحركاته لله

"Ikhlas adalah diam dan geraknya seorang hamba hanya di tujukan untuk Allah semata." (Al-Jami' fi Thalabil ilmisy Syarif, III: 36)

Untuk itu, agar tetap terjaga keikhlasan adalah dengan menyembunyikan amalan pada amalan-amalan yang bisa disembunyikan. Seperti berdzikir, berinfak, bershalawat, membaca alquran, shalat tahajud dan lain sebagainya.

Berdzikir, bershalawat dan membaca alquran dengan cara membacanya atau melakukannya di dalam rumah atau di kamar, yang orang lain tidak melihatnya.

Berinfak dan bersedekah hendaklah dengan diam-diam, tidak perlu diumumkan, tidak perlu orang lain tahu dan lain sebagainya. Walaupun boleh dengan terang-terangan, namun yang tersembunyi itu lebih baik.

Tetapi pada amalan yang harus tampak tidak boleh disembunyikan, seperti shalat berjamaah di masjid, berkurban, haji dan lain sebagainya, namun harus tetap menjaga keikhlasan.

Berkata Ya'qub rahimahullah :

المخلص النيات على العمل أشد عليهم من جميع الأعمال

"Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukan-keburukannya." (Ihya' Ulumuddin, IV: 378)

Jangan seperti sebagian orang, berdzikir, bershalawat, berdoa dan membaca alquran beramai-ramai dengan penuh khusus, tawadhu bahkan berlinang air mata. Namun ketika sendirian di kamarnya tidak melakukan hal yang serupa, justru bermaksiat kepada Allah.

Berkata Imam Al-‘Allaamah Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin rahimahullah :

مـن عـلامـات الـرياء كـون الإنـسـان يعـصـي الله في الـسـر حـين لا يطلـع إلا الله يظهـر خـشيـة الله في الـعلانيـ🐐الـضيـاء الـلامـع【صـ ٢٢١

“Diantara pertanda riya’ yaitu dengan seseorang memaksiati kepada  Allah dalam kesendirian, ketika tidak ada yang melihat kecuali Allah, sedang ia menampakkan khasyah (rasa takut) kepada Allah ketika terlihat (manusia).” [ Adh-Dhiya’ul Laami’, hal. 221 ].

Kita berlindung kepada Allah Ta'ala dari sifat riya yang banyak menjerumuskan orang ke dalam neraka. Bahkan tiga orang yang masuk neraka terlebih dahulu adalah orang yang beramal ibadah karena riya. Dan riya juga lebih berbahaya daripada fitnah al masih ad dajjal.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ  فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ ». (رواه مسلم).

"Sesungguhnya pertama-tama orang yang diputus-kan, diperiksa ketika diadakan hisab pada hari kiamat ialah seseorang lelaki yang mati syahid, mati dalam peperangan fisabilillah. Orang itu didatangkan, lalu diperlihatkanlah kepadanya akan kenikmatan yang akan dimilikinya, kemudian iapun dapat melihatnya pula. Allah berfirman: "Apakah yang engkau amalkan sehingga dapat memperoleh kenikmatan-kenikmatan itu?" Orang itu menjawab: "Saya berperang untuk membela agamaMu - ya Tuhan - sehingga saya terbunuh dan mati syahid." Allah berfirman: "Engkau berdusta tetapi sebenarnya engkau berperang itu ialah supaya engkau dikatakan sebagai seorang yang berani dan memang engkau sudah dikatakan sedemikian itu." Orang itu lalu disuruh minggir, kemudian diseret atas mukanya sehingga dilemparkan ke dalam api neraka.

Selanjutnya ialah seorang lelaki yang belajar sesuatu ilmu agama dan mengajarkannya serta mem-baca al-Quran, ia didatangkan, lalu diperlihatkanlah padanya kenikmatan-kenikmatan yang dapat diperoleh-nya dan ia juga dapat melihatnya. Allah berfirman: "Apakah amalan yang sudah engkau kerjakan sehingga engkau dapat memperoleh kenikmatan-kenikmatan itu?" Orang itu menjawab: "Saya belajar sesuatu ilmu dan sayapun mengajar-kannya, juga saya membaca al-Quran untuk mengharapkan keridhaanMu." Kemudian Allah berfirman: "Engkau berdusta, tetapi sesung-guhnya engkau belajar ilmu itu supaya engkau dikatakan sebagai seorang yang alim, juga engkau membaca al-Quran itu supaya engkau dikatakan sebagai seorang pandai dalam membaca al-Quran dan memang engkau telah dikatakan sedemikian itu. Selanjutnya orang itu disuruh minggir dan diseret atas mukanya sehingga dilemparkanlah ia ke dalam api neraka.

Ada pula seorang lelaki yang telah dikaruniai kelapangan hidup oleh Allah dan pula diberi berbagai macam harta benda. la didatangkan lalu diperli-hatkanlah padanya kenikmatan-kenikmatan yang dapat diperoleh-nya dan ia juga dapat melihatnya itu. Allah berfirman: "Apakah amalan yang sudah engkau laku-kan sehingga dapat memperoleh kenikmatan-kenik-matan itu?" la menjawab: "Tiada suatu jalanpun yang Engkau cinta kalau jalan itu diberikan nafkah, melainkan sayapun menafkahkan harta saya untuk jalan tadi karena mengharapkan keridhaanMu." Allah berfirman: "Engkau berdusta, tetapi engkau telah mengerjakan yang sedemikian itu supaya dikatakan: "Orang itu amat dermawan sekali" dan memang sudah dikatakan sedemikian itu." Orang itu lalu disuruh minggir terus diseret atas mukanya sehingga dilemparkanlah ia ke dalam api neraka." (HR. Muslim).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

“Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya”. [HR Ibnu Majah. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Hasan Shahih).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?