Mengumbar Aib Orang
MENGUMBAR AIB ORANG
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Jika seseorang melakukan perbuatan buruk, perbuatan keji atau perbuatan maksiat lainnya, apakah perlu disebarluaskan kelakuannya kepada orang lain. Atau apakah perlu diceritakan kepada orang banyak?
Maka yang terbaik adalah menasehatinya dan menutupi aibnya.
Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda :
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ.
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” (HR. Al-Bukhari)
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Barangsiapa yang menutupi aib orang Islam, maka Allāh akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. (HR Muslim)
Namun jika itu sudah menjadi sifat karakter kebiasaannya atau dia tidak malu dan tidak segan-segan menampakkannya dihadapkan khalayak ramai keburukan, kekejian atau kemaksiatannya, maka boleh untuk membicarakannya agar orang lain tercegah dari dampak buruknya.
Atau pelaku bid'ah yang menyebarkan kebid'ahannya maka boleh mengungkapkan aibnya agar orang menjauh dari pengaruh buruk pemikiran dan amalannya.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah ditanya :
معنى قول الرسول - صلى الله عليه وسلم - : " من ستر مسلماً ستره الله " ، هل يستر عليه في حالة إذا رأى منه معصية مبينة ؟
Apa makna sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam:. “Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” (HR. Al-Bukhari)
Apakah tetap menutupi aibnya dalam keadaan melihatnya melakukan kemaksiatan yang jelas?
Beliau menjawab :
نص الإجابة:نعم إذا كان الأولى هو الستر فينبغي أن يستر عليه ، والمسائل تختلف ، رأيته يقبل امرأة ، أو رأيته يسرق شيئاً سترت عليه فهذا أمرٌ طيب ، أو رأيته على فاحشة وسترت عليه لا بأس ، لكن شخص قد أصبحت عادته هذه العادة البلية فلا بأس أن تنصح الناس أن يبتعدوا عنه ولا يمكنوه من الدخول إلى بيوتهم لأنه متهمٌ بأمرٍ قبيح ، هذا في مسألة الفواحش .
وأما مسألة الستر فممكن إذا رأيت المصلحة هو الستر يعني في مسألة الفواحش أو غيرها .
أما مسالة البدعة إذا كانت زلة فينبغي أن تسترها ؛ بل يقول العلماء : إذا زل العالم حتى ولو إلى بدعة ينبغي أن تُغمر بما له من الفضائل ، أما إذا أصبح داعياً إليها ويُخشى أن يؤثر على الناس في دعوته على بدعته فينبغي أن تصيح به وأن تحذر منه ، والله المستعان .
Ya, jika yang lebih utama adalah menutupi maka sepantasnya untuk menutupi. Namun masalahnya berbeda-beda. Jika misalnya engkau melihatnya mencium seorang wanita, atau engkau melihatnya mencuri sesuatu maka tutupilah. Jadi ini adalah perkara yang baik. Atau engkau melihatnya melakukan perbuatan keji dan engkau menutupinya, maka tidak mengapa. Hanya saja seseorang yang kebiasaannya adalah kebiasaan yang buruk ini, maka tidak mengapa engkau menasehati manusia agar menjauhinya dan tidak membiarkannya untuk masuk ke rumah mereka, karena dia tertuduh telah melakukan perbuatan yang buruk. Ini berkaitan dengan perbuatan-perbuatan keji.
Adapun masalah menutupi perbuatan buruknya, maka mungkin dilakukan jika engkau melihat bahwa maslahatnya adalah dengan cara menutupinya, baik yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan keji ataupun selainnya.
Adapun berkaitan dengan masalah bid’ah, jika hal itu terjadi karena ketergelinciran, maka sepantasnya engkau menutupinya. Bahkan para ulama mengatakan: “Jika seorang ulama tergelincir, walaupun pada perkara bid’ah, yang sepantasnya adalah dengan menutupinya dengan keutamaan-keutamaannya.
Adapun jika dia telah menjadi seorang dai yang menyerukan bid’ah tersebut dan dikhawatirkan akan mempengaruhi manusia dalam dakwahnya, maka sepantasnya engkau lantang membongkarnya dan mentahdzirnya. Wallahul musta’an.
Beliau juga ditanya :
إذا مثلاً معروف بالسرقة ؟
Jika misalnya seseorang terkenal mencuri?
Beliau menjawab :
قلنا إذا أصبحت عادته وديدنه فتحذر الناس منه ، بارك الله فيك .
مداخلة : إذا كان لأول مرة والسرقة التي سرقها على أهل القرية إذا لم يُعرف ستكون التهمة على أهل القرية كلهم ؟ يعني ما هي بعادته لكن حصلت منه السرقة فإن ستروا عليه اتهم أهل القرية كلهم فيحتاجون أن يبينوا وإن كانت لأول مرة حتى تُرفع التهمة عن الآخرين ؟ .
الشيخ : تنظر المصلحة ، والتهمة لا يثبت بها شيئ ، ولا يجوز لأحد أن يتهم أهل القرية كلهم ، والله المستعان .
Telah kami katakan, jika hal itu telah menjadi kebiasaan dan sifatnya maka hendaknya engkau memperingatkan manusia dari bahayanya. Baarakallahu fiik.
Penanya: Jika hal itu baru pertama kali dan pencurian yang dia lakukan terhadap penduduk sebuah desa, jika perbuatannya tidak diketahui maka seluruh penduduk desa tersebut bisa tertuduh. Jadi hal itu belum diketahui telah menjadi kebiasaannya, hanya saja muncul darinya perbuatan mencuri. Jika orang-orang menutupi perbuatannya, maka seluruh penduduk desa tersebut bisa tertuduh, sehingga mereka memandang perlu untuk menjelaskan keadaan orang tersebut, walaupun pencuriannya itu baru pertama kali dia lakukan, agar tuduhan tidak tertuju kepada pihak lain.
Asy-Syaikh: Tetap engkau perhatikan maslahat. Adapun tuduhan itu sama sekali tidak akan menetapkan sesuatu, dan tidak seorang pun yang boleh menuduh seluruh penduduk desa. Wallahul musta’an. Sumber http://www.muqbel.net/fatwa.php
Syeikh Bin Baaz rahimahullah ditanya :
(من ستر مسلما ستره الله...)هل هذا معنى حديث: (من ستر على مسلم ستر الله عليه)، أي: إذا فعل إنسان شيئاً منكراً أو فاحشة وسترتُ عليه ستر الله علي؟ أرجو أن توضحوا لي هذا، جزاكم الله خيراً.
Apakah makna hadits berikut : “Barangsiapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya”
Apakah jika seseorang melakukan kemungkaran atau kekejian lalu aku menutupinya maka Allah akan menutupi aibku?
Mohon jelaskan masalah ini kepadaku, jazakumullohu khoiron.
Beliau menjawab :
نعم، هذا حديث صحيح رواه مسلم عن أبي هريرة -رضي الله عنه- عن النبي – عليه الصلاة والسلام- أنه قال:
(من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة، ومن يسر على معسر يسر الله عليه في الدنيا والآخرة، ومن ستر مسلما ستره الله في الدنيا والآخرة)
وفي الصحيحين من حديث ابن عمر -رضي الله عنه- عنهما عن النبي -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: (المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يُسلمه، ومن كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته، ومن فرَّج عن مسلم كربة فرَّج الله عنه بها كربة من كرب يوم القيامة، ومن ستر مسلماً ستره الله يوم القيامة)
Baik, hadits ini shahih diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Barangsiapa yang meringankan dari seorang mukmin satu kesulitan dan kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan ringankan untuknya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan Hari Kiamat. Barangsiapa yang memudahkan seorang yang mengalami kesulitan, maka Allah akan beri kemudahan untuknya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan Allah tutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat.”
Dan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak boleh mendzoliminya dan menyerahkannya (kepada musuh), barangsiapa menolong kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya, Barangsiapa yang meringankan dari seorang mukmin satu kesulitan dan kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan ringankan untuknya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan Hari Kiamat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan Allah tutupi (aibnya) pada hari kiamat.”
فهذا هو المشروع: إذا رأى الإنسان من أخيه في الله عورة يعني معصية فلا يفضحه ولا ينشرها بين الناس، بل يسترها عليه وينصحه ويوجهه إلى الخير ويدعوه إلى التوبة إلى الله من ذلك ولا يفضحه بين الناس، ومن فعل هذا وستر على أخيه ستره الله في الدنيا والآخرة، لأن الجزاء من جنس العمل ،
أما الذين يظهرون المعاصي ولا يستحون يظهرونها بين الناس فهؤلاء فضحوا أنفسهم، فليسوا محلاً للستر كالذي يشرب الخمر بين الناس في الأسواق والاجتماعات هذا قد فضح نفسه، نسأل الله العافية.
وهكذا من يعمل المعاصي الأخرى جهرة ولا يبالي فهذا يرفع بأمره إلى ولاة الأمور إذا كانوا يردعون مثله ويقيمون عليه الحد يرفع بأمره، وليس محل الستر من أظهر فاحشته وأعلنها،
نسأل الله العافية.
Inilah yang disyari’atkan : Jika seseorang melihat aib saudaranya yakni berupa maksiat, maka jangan diceritakan dan disebarkan kepada orang-orang, bahkan mestinya ia menutupinya dan menasehati saudaranya itu dan menunjukkannya kepada kebaikan serta mengajaknya bertaubat kepada Allah ta’ala dari perbuatannya dan tidak menceritakan aibnya kepada orang-orang.
Barangsiapa yang melakukan hal ini dan menutupi aib saudaranya maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat, karena ganjaran itu sesuai dengan perbuatan.
Adapun orang yang menampakkan maksiat dan tidak malu ketika menampakkannya dihadapan orang-orang maka mereka itulah yang menyebarkan aibnya sendiri, sehingga tidak perlu ditutupi aibnya. Seperti orang yang minum khamr dihadapan orang-orang di pasar atau di keramaian, orang ini telah menyebarkan aibnya sendiri –kami memohon afiyah kepada Allah-.
Demikian pula orang yang melakukan maksiat-maksiat lainnya secara terang-terangan dan ia cuek saja maka orang seperti ini perlu dilaporkan kepada pemerintah jika pemerintah bisa mencegah orang-orang yang semisal itu dan menegakkan hukum had baginya. Jadi orang yang terang-terangan dan mengumumkan perbuatan kejinya tidak perlu ditutupi aibnya. Kami memohon afiyah kepada Allah. Sumber : http://www.binbaz.org.sa/mat/11401
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Jika seseorang melakukan perbuatan buruk, perbuatan keji atau perbuatan maksiat lainnya, apakah perlu disebarluaskan kelakuannya kepada orang lain. Atau apakah perlu diceritakan kepada orang banyak?
Maka yang terbaik adalah menasehatinya dan menutupi aibnya.
Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda :
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ.
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” (HR. Al-Bukhari)
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Barangsiapa yang menutupi aib orang Islam, maka Allāh akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. (HR Muslim)
Namun jika itu sudah menjadi sifat karakter kebiasaannya atau dia tidak malu dan tidak segan-segan menampakkannya dihadapkan khalayak ramai keburukan, kekejian atau kemaksiatannya, maka boleh untuk membicarakannya agar orang lain tercegah dari dampak buruknya.
Atau pelaku bid'ah yang menyebarkan kebid'ahannya maka boleh mengungkapkan aibnya agar orang menjauh dari pengaruh buruk pemikiran dan amalannya.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah ditanya :
معنى قول الرسول - صلى الله عليه وسلم - : " من ستر مسلماً ستره الله " ، هل يستر عليه في حالة إذا رأى منه معصية مبينة ؟
Apa makna sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam:. “Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” (HR. Al-Bukhari)
Apakah tetap menutupi aibnya dalam keadaan melihatnya melakukan kemaksiatan yang jelas?
Beliau menjawab :
نص الإجابة:نعم إذا كان الأولى هو الستر فينبغي أن يستر عليه ، والمسائل تختلف ، رأيته يقبل امرأة ، أو رأيته يسرق شيئاً سترت عليه فهذا أمرٌ طيب ، أو رأيته على فاحشة وسترت عليه لا بأس ، لكن شخص قد أصبحت عادته هذه العادة البلية فلا بأس أن تنصح الناس أن يبتعدوا عنه ولا يمكنوه من الدخول إلى بيوتهم لأنه متهمٌ بأمرٍ قبيح ، هذا في مسألة الفواحش .
وأما مسألة الستر فممكن إذا رأيت المصلحة هو الستر يعني في مسألة الفواحش أو غيرها .
أما مسالة البدعة إذا كانت زلة فينبغي أن تسترها ؛ بل يقول العلماء : إذا زل العالم حتى ولو إلى بدعة ينبغي أن تُغمر بما له من الفضائل ، أما إذا أصبح داعياً إليها ويُخشى أن يؤثر على الناس في دعوته على بدعته فينبغي أن تصيح به وأن تحذر منه ، والله المستعان .
Ya, jika yang lebih utama adalah menutupi maka sepantasnya untuk menutupi. Namun masalahnya berbeda-beda. Jika misalnya engkau melihatnya mencium seorang wanita, atau engkau melihatnya mencuri sesuatu maka tutupilah. Jadi ini adalah perkara yang baik. Atau engkau melihatnya melakukan perbuatan keji dan engkau menutupinya, maka tidak mengapa. Hanya saja seseorang yang kebiasaannya adalah kebiasaan yang buruk ini, maka tidak mengapa engkau menasehati manusia agar menjauhinya dan tidak membiarkannya untuk masuk ke rumah mereka, karena dia tertuduh telah melakukan perbuatan yang buruk. Ini berkaitan dengan perbuatan-perbuatan keji.
Adapun masalah menutupi perbuatan buruknya, maka mungkin dilakukan jika engkau melihat bahwa maslahatnya adalah dengan cara menutupinya, baik yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan keji ataupun selainnya.
Adapun berkaitan dengan masalah bid’ah, jika hal itu terjadi karena ketergelinciran, maka sepantasnya engkau menutupinya. Bahkan para ulama mengatakan: “Jika seorang ulama tergelincir, walaupun pada perkara bid’ah, yang sepantasnya adalah dengan menutupinya dengan keutamaan-keutamaannya.
Adapun jika dia telah menjadi seorang dai yang menyerukan bid’ah tersebut dan dikhawatirkan akan mempengaruhi manusia dalam dakwahnya, maka sepantasnya engkau lantang membongkarnya dan mentahdzirnya. Wallahul musta’an.
Beliau juga ditanya :
إذا مثلاً معروف بالسرقة ؟
Jika misalnya seseorang terkenal mencuri?
Beliau menjawab :
قلنا إذا أصبحت عادته وديدنه فتحذر الناس منه ، بارك الله فيك .
مداخلة : إذا كان لأول مرة والسرقة التي سرقها على أهل القرية إذا لم يُعرف ستكون التهمة على أهل القرية كلهم ؟ يعني ما هي بعادته لكن حصلت منه السرقة فإن ستروا عليه اتهم أهل القرية كلهم فيحتاجون أن يبينوا وإن كانت لأول مرة حتى تُرفع التهمة عن الآخرين ؟ .
الشيخ : تنظر المصلحة ، والتهمة لا يثبت بها شيئ ، ولا يجوز لأحد أن يتهم أهل القرية كلهم ، والله المستعان .
Telah kami katakan, jika hal itu telah menjadi kebiasaan dan sifatnya maka hendaknya engkau memperingatkan manusia dari bahayanya. Baarakallahu fiik.
Penanya: Jika hal itu baru pertama kali dan pencurian yang dia lakukan terhadap penduduk sebuah desa, jika perbuatannya tidak diketahui maka seluruh penduduk desa tersebut bisa tertuduh. Jadi hal itu belum diketahui telah menjadi kebiasaannya, hanya saja muncul darinya perbuatan mencuri. Jika orang-orang menutupi perbuatannya, maka seluruh penduduk desa tersebut bisa tertuduh, sehingga mereka memandang perlu untuk menjelaskan keadaan orang tersebut, walaupun pencuriannya itu baru pertama kali dia lakukan, agar tuduhan tidak tertuju kepada pihak lain.
Asy-Syaikh: Tetap engkau perhatikan maslahat. Adapun tuduhan itu sama sekali tidak akan menetapkan sesuatu, dan tidak seorang pun yang boleh menuduh seluruh penduduk desa. Wallahul musta’an. Sumber http://www.muqbel.net/fatwa.php
Syeikh Bin Baaz rahimahullah ditanya :
(من ستر مسلما ستره الله...)هل هذا معنى حديث: (من ستر على مسلم ستر الله عليه)، أي: إذا فعل إنسان شيئاً منكراً أو فاحشة وسترتُ عليه ستر الله علي؟ أرجو أن توضحوا لي هذا، جزاكم الله خيراً.
Apakah makna hadits berikut : “Barangsiapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya”
Apakah jika seseorang melakukan kemungkaran atau kekejian lalu aku menutupinya maka Allah akan menutupi aibku?
Mohon jelaskan masalah ini kepadaku, jazakumullohu khoiron.
Beliau menjawab :
نعم، هذا حديث صحيح رواه مسلم عن أبي هريرة -رضي الله عنه- عن النبي – عليه الصلاة والسلام- أنه قال:
(من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة، ومن يسر على معسر يسر الله عليه في الدنيا والآخرة، ومن ستر مسلما ستره الله في الدنيا والآخرة)
وفي الصحيحين من حديث ابن عمر -رضي الله عنه- عنهما عن النبي -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: (المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يُسلمه، ومن كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته، ومن فرَّج عن مسلم كربة فرَّج الله عنه بها كربة من كرب يوم القيامة، ومن ستر مسلماً ستره الله يوم القيامة)
Baik, hadits ini shahih diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Barangsiapa yang meringankan dari seorang mukmin satu kesulitan dan kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan ringankan untuknya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan Hari Kiamat. Barangsiapa yang memudahkan seorang yang mengalami kesulitan, maka Allah akan beri kemudahan untuknya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan Allah tutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat.”
Dan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak boleh mendzoliminya dan menyerahkannya (kepada musuh), barangsiapa menolong kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya, Barangsiapa yang meringankan dari seorang mukmin satu kesulitan dan kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan ringankan untuknya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan Hari Kiamat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan Allah tutupi (aibnya) pada hari kiamat.”
فهذا هو المشروع: إذا رأى الإنسان من أخيه في الله عورة يعني معصية فلا يفضحه ولا ينشرها بين الناس، بل يسترها عليه وينصحه ويوجهه إلى الخير ويدعوه إلى التوبة إلى الله من ذلك ولا يفضحه بين الناس، ومن فعل هذا وستر على أخيه ستره الله في الدنيا والآخرة، لأن الجزاء من جنس العمل ،
أما الذين يظهرون المعاصي ولا يستحون يظهرونها بين الناس فهؤلاء فضحوا أنفسهم، فليسوا محلاً للستر كالذي يشرب الخمر بين الناس في الأسواق والاجتماعات هذا قد فضح نفسه، نسأل الله العافية.
وهكذا من يعمل المعاصي الأخرى جهرة ولا يبالي فهذا يرفع بأمره إلى ولاة الأمور إذا كانوا يردعون مثله ويقيمون عليه الحد يرفع بأمره، وليس محل الستر من أظهر فاحشته وأعلنها،
نسأل الله العافية.
Inilah yang disyari’atkan : Jika seseorang melihat aib saudaranya yakni berupa maksiat, maka jangan diceritakan dan disebarkan kepada orang-orang, bahkan mestinya ia menutupinya dan menasehati saudaranya itu dan menunjukkannya kepada kebaikan serta mengajaknya bertaubat kepada Allah ta’ala dari perbuatannya dan tidak menceritakan aibnya kepada orang-orang.
Barangsiapa yang melakukan hal ini dan menutupi aib saudaranya maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat, karena ganjaran itu sesuai dengan perbuatan.
Adapun orang yang menampakkan maksiat dan tidak malu ketika menampakkannya dihadapan orang-orang maka mereka itulah yang menyebarkan aibnya sendiri, sehingga tidak perlu ditutupi aibnya. Seperti orang yang minum khamr dihadapan orang-orang di pasar atau di keramaian, orang ini telah menyebarkan aibnya sendiri –kami memohon afiyah kepada Allah-.
Demikian pula orang yang melakukan maksiat-maksiat lainnya secara terang-terangan dan ia cuek saja maka orang seperti ini perlu dilaporkan kepada pemerintah jika pemerintah bisa mencegah orang-orang yang semisal itu dan menegakkan hukum had baginya. Jadi orang yang terang-terangan dan mengumumkan perbuatan kejinya tidak perlu ditutupi aibnya. Kami memohon afiyah kepada Allah. Sumber : http://www.binbaz.org.sa/mat/11401
Komentar
Posting Komentar