JIKA TERJADI PERBEDAAN PENDAPAT
JIKA TERJADI PERBEDAAN PENDAPAT
Kalau terjadi perbedaan pendapat atau perselisihan antara ahlul ilmi (para ulama) maka solusinya adalah kembalikan kepada Allah dan Rasul (Alquran dan Assunnah).Allah Ta'ala berfirman,
فَإِنْ تَنازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). (An-Nisa: 59).
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,
قال مجاهد وغير واحد من السلف : أي : إلى كتاب الله وسنة رسوله .وهذا أمر من الله ، عز وجل ، بأن كل شيء تنازع الناس فيه من أصول الدين وفروعه أن يرد التنازع في ذلك إلى الكتاب والسنة
Menurut Mujahid dan bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mengembalikan hal tersebut kepada Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
Hal ini merupakan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan di antara manusia menyangkut masalah pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, hendaknya perselisihan mengenainya itu dikembalikan kepada penilaian Kitabullah dan Sunnah Rasulullah... (Tafsir Ibnu Katsir).
Dan berkata Ibnu Katsir rahimahullah,
ذلك خير ) أي : التحاكم إلى كتاب الله وسنة رسوله . والرجوع في فصل النزاع إليهما خير ( وأحسن تأويلا )
Yakni menyerahkan keputusan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta kembali (merujuk) kepada keduanya dalam menyelesaikan perselisihan pendapat merupakan hal yang lebih utama (dan lebih baik akibatnya). (An-Nisa: 59). (Tafsir Ibnu Katsir).
Jika perbedaan pendapat antara ulama tersebut karena ijtihad masing-masing yang berlandaskan dalil-dalil yang ada dan tidak menyelisihi ijma, seperti menentukan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha, maka PENGUASALAH yang memutuskannya diantara perselisihan atau perbedaan pendapat yang ada. Bukan kepada individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi masyarakat.
Imam Al Qarrafi Rahimahullah berkata,
اعْلَمْ أَنَّ حُكْمَ الْحَاكِمِ فِي مَسَائِلِ الِاجْتِهَادِ يَرْفَعُ الْخِلَافَ وَيَرْجِعُ الْمُخَالِفُ عَنْ مَذْهَبِهِ لِمَذْهَبِ الْحَاكِمِ وَتَتَغَيَّرُ فُتْيَاهُ بَعْدَ الْحُكْمِ
Ketahuilah, bahwa keputusan HAKIM (PEMERINTAH) dalam masalah yang masih diijtihadkan adalah menghilangkan perselisihan, dan hendaknya orang menyelisihi ruju ‘ (kembali) dari pendapatnya kepada PENDAPAT HAKIM dan dia mengubah fatwanya setelah keluarnya keputusan hakim. (Anwarul Buruq fi Anwa’il Furuq, 3/334. Mawqi’ Al Islam)
Syaikh Khalid bin Abdullah Muhammad Al Mushlih hafizhahullah berkata,
فإذا حكم ولي أمر المسلمين بحكم ترى أنت أن فيه معصية، والمسألة من مسائل الخلاف فيجب عليك طاعته، ولا إثم عليك؛ لأن حكم الحاكم يرفع الخلاف
Jika PEMIMPIN kaum muslimin sudah menetapkan sebuah ketentuan dengan keputusan hukum yang menurut Anda ada maksiat di dalamnya, padahal masalahnya adalah masalah yang masih diperselisihkan, maka wajib bagi Anda untuk tetap taat kepadanya, dan itu tidak berdosa bagi Anda, karena jika hakim sudah memutuskan sesuatu maka keputusan itu menghilangkan perselisihan. (Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, 16/5. Mawqi’ Syabakah Al Islamiyah
Imam Abul Hasan As Sindi rahimahullah berkata,
وَالظَّاهِر أَنَّ مَعْنَاهُ أَنَّ هَذِهِ الْأُمُور لَيْسَ لِلْآحَادِ فِيهَا دَخْل وَلَيْسَ لَهُمْ التَّفَرُّد فِيهَا بَلْ الْأَمْر فِيهَا إِلَى الْإِمَام وَالْجَمَاعَة وَيَجِب عَلَى الْآحَاد اِتِّبَاعهمْ لِلْإِمَامِ وَالْجَمَاعَة وَعَلَى هَذَا فَإِذَا رَأَى أَحَد الْهِلَال وَرَدَّ الْإِمَام شَهَادَته يَنْبَغِي أَنْ لَا يَثْبُت فِي حَقّه شَيْء مِنْ هَذِهِ الْأُمُور وَيَجِب عَلَيْهِ أَنْ يَتْبَع الْجَمَاعَة فِي ذَلِكَ
“Jelasnya, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha) keputusannya bukanlah di tangan INDIVIDU. Tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada PEMIMPIN (imam) dan mayoritas umat Islam. Dalam hal ini, setiap individu pun wajib untuk mengikuti penguasa dan mayoritas umat Islam. Maka jika ada seseorang yang melihat hilal namun penguasa menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah, 3/431).
Syaikh Al Albani rahimahullah berkata,
و هذا هو اللائق بالشريعة السمحة التي من غاياتها تجميع الناس و توحيد صفوفهم ، و إبعادهم عن كل ما يفرق جمعهم من الآراء الفردية ، فلا تعتبر الشريعة رأي الفرد – و لو كان صوابا في وجهة نظره – في عبادة جماعية كالصوم و التعبيد و صلاة الجماعة ، ألا ترى أن الصحابة رضي الله عنهم كان يصلي بعضهم وراء بعض و فيهم من يرى أن مس المرأة و العضو و خروج الدم من نواقض الوضوء ، و منهم من لا يرى ذلك ، و منهم من يتم في السفر ، و منهم من يقصر ، فلم يكن اختلافهم هذا و غيره ليمنعهم من الاجتماع في الصلاة وراء الإمام الواحد ، و الاعتداد بها ، و ذلك لعلمهم بأن التفرق في الدين شر من الاختلاف في بعض الآراء ، و لقد بلغ
“Inilah yang sesuai dengan syariat (Islam) yang toleran, yang diantara misinya adalah mempersatukan umat manusia, menyatukan barisan mereka serta menjauhkan mereka dari segala pendapat pribadi yang memicu perpecahan. Syariat ini tidak mengakui pendapat pribadi –meski menurut yang bersangkutan benar– dalam ibadah yang bersifat kebersamaan seperti; shaum, Id, dan shalat berjamaah. Tidakkah engkau melihat bahwa sebagian shahabat Radhiallahu ‘Anhum shalat bermakmum di belakang shahabat lainnya, padahal sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh wanita, menyentuh kemaluan, dan keluarnya darah dari tubuh termasuk pembatal wudhu, sementara yang lainnya tidak berpendapat demikian?! Sebagian mereka ada yang shalat secara sempurna dalam safar dan diantara mereka pula ada yang mengqasharnya. Namun perbedaan itu tidaklah menghalangi mereka untuk melakukan shalat berjamaah di belakang seorang imam dan tetap berkeyakinan bahwa shalat tersebut sah. Hal itu karena adanya pengetahuan mereka bahwa bercerai-berai dalam urusan agama lebih buruk daripada sekedar berbeda pendapat.
الأمر ببعضهم في عدم الإعتداد بالرأي المخالف لرأى الإمام الأعظم في المجتمع الأكبر كمنى ، إلى حد ترك العمل برأيه إطلاقا في ذلك المجتمع فرارا مما قد ينتج من الشر بسبب العمل برأيه
Bahkan sebagian mereka mendahulukan PENDAPAT PENGUASA daripada pendapat pribadinya pada saat berkumpulnya manusia seperti di Mina. Hal itu semata-mata untuk menghindari kesudahan buruk (terjadinya perpecahan) bila dia tetap mempertahankan pendapatnya.(As Silsilah Ash Shahihah, 1/389
Syekh Utsaimin Rahimahullah,
ولكن إذا كان البلدان تحت حكم واحد وأَمَرَ حاكمُ البلاد بالصوم ، أو الفطر وجب امتثال أمره ؛ لأن المسألة خلافية ، وحكم الحاكم يرفع الخلاف .
وبناء على هذا صوموا وأفطروا كما يصوم ويفطر أهل البلد الذي أنتم فيه سواء وافق بلدكم الأصلي أو خالفه ، وكذلك يوم عرفة اتبعوا البلد الذي أنتم فيه . " [ مجموع الفتاوى 19 ].
Akan tetapi jika beberapa negara berada di bawah satu kepemimpinan, dan penguasanya telah memerintahkan untuk berpuasa kepada mereka semua atau berhari raya maka wajib dilaksanakan; karena masalah ini termasuk masalah khilafiyah dan ketentuan HAKIM (PEMERINTAH) memutus khilafiyah tersebut.
Atas dasar itulah maka, berpuasalah dan berhari rayalah kalian sebagaimana puasa dan hari raya di negara mana anda berada, baik harinya sesuai dengan negara asal kalian atau berbeda dengan negara asal kalian, demikian juga pada puasa Arafah ikutilah NEGARA di mana kalian berdomisili di dalamnya”. (Majmu’ Al Fatawa: 19) Sumber : Al Islam Sual Wa Jawab No 40720.
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar