BANYAK ANAK TETAPI MANDUL
BANYAK ANAK TETAPI MANDUL
Allah Ta’ala memberikan karunia anak kepada pasangan suami isteri berbeda-beda. Ada yang semuanya laki-laki, semuanya perempuan, ada juga yang laki-laki dan perempuan dan bahkan ada yang tidak diberikan anak sama sekali.
Bagi yang MANDUL, jangan bersedih hati, karena itu semua sudah kehendak Allah Ta'ala. Yang penting telah berusaha maksimal, berdoa terus dipanjat dan bertawakkal, berserah diri kepada Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman,
وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا
Dan Dia menjadikan MANDUL siapa yang Dia kehendaki. (Surah Asy-Syura: 50)
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,
Yakni tidak mempunyai anak sama sekali.
Al-Baghawi mengatakan contohnya adalah Nabi Yahya dan Nabi Isa 'alaihissalam.
Maka manusia itu ada empat macam, di antara mereka,
> ada yang diberi anak-anak perempuan,
> ada yang hanya diberi anak-anak lelaki,
> ada yang diberi anak dari kedua jenis (ada laki-laki dan ada yang perempuan),
> dan yang terakhir ialah orang yang tidak diberi anak sama sekali, baik anak lelaki maupun anak perempuan, karena dia dijadikan dalam keadaan mandul tidak dapat beranak. (Tafsir Ibnu Katsir).
Ada juga orang yang dikatakan MANDUL, padahal anaknya banyak. Kenapa bisa demikian, siapa mereka itu?
Karena mereka punya anak yang banyak, tetapi tidak punya pahala dari anak-anaknya ketika dia sudah di dalam kubur.
Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَا تَعُدُّونَ الرَّقُوبَ فِيكُمْ ؟ قَالَ قُلْنَا الَّذِى لاَ يُولَدُ لَهُ. قَالَ : لَيْسَ ذَاكَ بِالرَّقُوبِ وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ الَّذِى لَمْ يُقَدِّمْ مِنْ وَلَدِهِ شَيْئًا.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: 'Menurut kalian, siapakah orang yang MANDUL itu? ' Abdullah bin Mas'ud berkata; 'Kami menjawab; 'Yaitu orang yang tidak mempunyai anak.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Bukan itu yang dimaksud dengan mandul. Tetapi yang dimaksud dengan MANDUL adalah orang yang tidak dapat memberikan apa-apa kepada anaknya (Riwayat Muslim).
Berkata Ibnul Jauziy rahimahullah,
دلهم بهذا الحديث على النظر إلى المعاني دون الصور لأنهم ألفوا في كلامهم أن الرقوب الذي يفقد أولاده فأخبرهم أنه الذي يفقد ثواب أولاده في الآخرة
Beliau menunjukkan dengan hadits ini bahwa yang dipandang adalah makna (hakiki) bukan hanya makna yang tampak. Karena sesungguhnya mereka terbiasa diperkataan mereka, bahwasannya orang yang mandul itu adalah orang yang tidak punya anak-anak. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjelaskan kepada mereka bahwa orang yang MANDUL (secara hakiki) adalah orang yang tidak punya pahala dari anak-anaknya ketika di akhirat nanti” (Kasyful Musykil).
Oleh karena itu didiklah anak-anak kita dengan didikan agama yang benar, agar menjadi anak-anak yang shaleh. Anak-anak yang menjadi pentransfer pahala sekalipun orang tuanya sudah di dalam kubur.
Syekh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafidzhulloh ditanya :
ماهي الأعمال التي ممكن أن يقوم بها الأبناء بعد وفاة والديهم من البر وغيره؟
Amalan apa sajakah yang bisa dilakukan seorang anak untuk kedua orang tuanya yang telah meninggal?
Beliau menjawab :
كل الأعمال الصالحة إذا تقبلها الله تنفع الميت، وأهمها الدعاء (أو ولد صالح يدعو له) الصدقة عنها، الحج، العمرة عنها كل هذا ينفعها، كل عمل صالح إذا وَهَب ثوابه للميت فإنه ينفعه ذلك بإذن الله.
Setiap amal shaleh apabila diterima oleh Allah maka akan bermanfaat bagi si mayit.
Dan yang paling penting adalah do'a (sebagaimana dalam hadis: atau ANAK SHALEH yang mendoakannya).
Bersedekah untuknya, berhaji dan umroh untuknya, semua ini bisa memberikan manfaat untuk si mayit.
Setiap amal shalih yang diberikan pahalanya untuk si mayit, maka demikian pula akan bermanfaat untuknya dengan seizin Allah. Sumber : http://[www.alfawzan.af.org.sa/node/15847]
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan orang yang tidak memiliki anak?
Kalau dia menyebarkan ilmu yang bermanfaat, yang membuat orang menjadi shaleh, maka ia pun mendapatkan doa dari orang yang shaleh disebabkan oleh ilmu yang dia sebarkan.
Berkata Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah Ta'ala :
مات ابن تيمية فكشفت عن وجهه وقبّلته وقد علاه الشّيب أكثر مما فارقناه، لم يترك ولدا صالحا يدعو له لكنه ترك أُمَّة صالحة تدعو له!
"Ketika Ibnu Taimiyyah wafat, saya membuka wajahnya dan menciumnya, dan uban telah meliputinya, lebih banyak dibandingkan ketika kami berpisah dengannya. Beliau tidak meninggalkan ANAK SHALEH yang mendoakannya, namun beliau meninggalkan UMAT YANG SHALEH yang mendoakan beliau." (Al-Bidayah wan Nihayah, XVIII/300).
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar